REGULASI RUWET HIMPERRA DESAK PEMERINTAH

Infrastruktur80 Dilihat

Regulasi yang tumpang tindih, birokrasi yang lambat, hingga penerapan kebijakan yang tidak sinkron di pusat dan daerah dinilai menjadi penghambat utama realisasi rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Ari Tri Priyono, menyuarakan kegelisahan para pengembang yang menghadapi medan penuh ketidakpastian di tengah tuntutan ambisius program 3 juta rumah.

“Konsep 3 juta rumah, roadmap-nya bagaimana, agar di lapangan dapat arah yang lebih jelas, dan meminimalisir salah paham di bawah. Contohnya seperti adanya rumah gratis, katakanlah memang itu bagian dari 3 juta rumah, dapat disiapkan dulu siapa 95|2025 yang layak mendapatkan, harga jual berapa, dan sebagainya. Sehingga tidak terkesan mengambil ceruk segmen FLPP, Tapera dan sebagainya,” ujarnya melalui keterangan tertulis pada Property and The City.

Ia menekankan pentingnya sinergi semua pihak untuk menyukseskan program nasional tersebut. “Kami berharap, dengan detailnya roadmap 3 juta rumah, developer bisa saling gotong royong, saling mengisi dan bekerja sama pada porsi serta kedudukan masingmasing, sehingga target bapak presiden RI bisa tercapai,” lanjut Ari.

Kebijakan Daerah Tidak Seragam, Akses BPHTB 0% Terkendala

Himperra menyoroti adanya kekhawatiran di level pemerintah daerah terhadap potensi hilangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat pembebasan BPHTB bagi MBR. Alhasil, implementasi kebijakan ini berjalan tidak seragam dan cenderung membingungkan di berbagai wilayah.

“Di beberapa daerah kami temukan, ada tiga model. Sudah ada Perwali/Perbup dan sudah dijalankan, sudah ada Perwali/Perbup, belum dijalankan dengan alasan juknis belum ada, dan belum ada Perwali/Perbup,” jelas Ari.

Ia juga mengkritisi prosedur tambahan yang dianggap tidak relevan. “Untuk mendapatkan free BPHTB, pemohon (MBR) diminta mendapatkan surat pernyataan dari RT dan Lurah yang menyatakan kalau memang penghasilannya tidak lebih dari 8 juta. Padahal dalam proses KPR FLPP baik di bank maupun BP Tapera, sudah ada prosedur sesuai peraturan yang berlaku. Sehingga harusnya tidak diperlukan lagi tambahan persyaratan yang disebut di atas, apalagi RT dan lurah pun juga tidak perlu tahu/belum tentu tahu penghasilan warganya,” ujarnya.

READ  Bosch Lelang Kulkas Artistik Dukung Anak Pejuang Kanker

PBG 1 Jam Belum Jadi Kenyataan

Janji penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dalam waktu 1 jam belum terealisasi, terutama bagi pengembang yang tidak menggunakan prototipe desain dari Kementerian PUPR. Menurut Ari, banyak daerah kesulitan menerapkan prototipe tersebut karena tidak sesuai kondisi setempat.

Ia juga mengungkapkan inkonsistensi dalam penerapan retribusi PBG gratis untuk MBR. “Bunyi Perwali/Perbup dan SKB 3 menteri adalah bagi perumahan MBR yang dibangun perorangan/swadaya, maka retribusi PBG MBR gratis. Permasalahannya, dalam aturan yang ada, pengembang perumahan MBR haruslah berbadan hukum, bukan perorangan atau swadaya. Sehingga semangat SKB 3 menteri pada aspek ini menjadi luntur,” ucapnya.

Perlu Skema Pembiayaan Non-APBN

Untuk itu, Himperra mendorong pemerintah untuk menyusun rencana pembiayaan rumah rakyat yang tidak semata-mata bergantung pada APBN. Ari menyarankan keterlibatan lembaga keuangan atau badan lain seperti BPJS Ketenagakerjaan untuk mengisi kekosongan anggaran.

Pasar Besar, Regulasi Ruwet

“Memang bisnis perumahan murah untuk MBR ini, meskipun pasarnya sangat besar, dan sangat dinanti pemerintah, namun kendala, tantangan dan regulasinya memang rumit terus sepanjang tahun,” kata Ari. Ia mendesak pemerintah untuk menyederhanakan regulasi dan meningkatkan kuota rumah MBR menjadi minimal 300.000 hingga 500.000 unit setiap tahun.

Di sisi lain, Himperra juga mendorong perbankan untuk berinovasi dengan menghadirkan skema KPR mirip FLPP tanpa menggunakan dana negara.

“Himperra juga terus mendorong perbankan untuk kreatif memanfaatkan peluang rumah untuk MBR ini untuk menciptakan KPR yang murah, mirip dengan FLPP ini namun tidak menggunakan uang negara. Sehingga tidak memerlukan regulasi yang begitu berbelit. Sehingga memudahkan semua pihak untuk mengaksesnya, membuat developer maupun konsumen mudah bertransaksi dan tetap murah untuk MBR kita,” tutupnya.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/regulasi-ruwet-himperra-desak-pemerintah/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *