RM.id Rakyat Merdeka – Menteri Keuangan Sri Mulyani waswas dengan kondisi ekonomi global yang saat ini tengah dihadapkan pada peristiwa perang antar-negara yang semakin berkecamuk.
Teranyar, peperangan yang terjadi antara Israel dengan Iran. Pemicunya, Israel menyerang Iran. Kemudian Iran balas dengan bombardir Israel. Kemudian, ada perang India dan Pakistan, serta perang Rusia Ukraina yang tak jelas kapan ujungnya.
Sri Mulyani menyatakan kondisi ekonomi dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja karena perang di beberapa negara. “Kita pun harus waspada, karena lingkungan, baik ekonomi dan politik global, maupun nasional, tidak 100 persen selalu bisa kita kontrol,” kata Sri Mulyani saat melantik pejabat pimpinan tinggi pratama dan pejabat pada unit organisasi non-eselon Kementerian Keuangan di Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Menurut Sri Mulyani, peperangan yang terjadi antar-negara membuat tantangan Indonesia semakin berat dalam menggenjot perekonomian nasional. Sebab, imbasnya membuat pertumbuhan ekonomi, harga komoditas, persaingan geopolitik dan keamanan, termasuk larangan atau regulasi ekspor-impor yang luar biasa disruptif semakin tidak pasti.
“Adanya persaingan geopolitik menimbulkan fragmentasi ekonomi dan ini memberikan imbas yang luar biasa,” ungkapnya.
Baca juga : Tel Aviv Goncang, Sirine Meraung-raung
Sri Mulyani lantas teringat dengan sejarah kelam dunia yang pernah terjadi pada awal-awal tahun 1930 dan 1940. Ia bilang, pada periode tersebut terjadi krisis ekonomi yang sangat parah, salah satunya yang dikenal dengan great depression (depresi berat). “Ini adalah sesuatu yang sedang dan akan terus terjadi,” sebut Bendahara Negara itu.
Meski demikian, ia meyakini Indonesia mampu menjawab tantangan tersebut. Asalkan, tegasnya, pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dilakukan secara optimal. “Kita memiliki tanggung jawab agar negara Indonesia perekonomiannya dan rakyatnya terus bisa melangsungkan proses pembangunan dalam rangka mencapai perbaikan kesejahteraan, dan perbaikan pemerataan,” papar Sri Mulyani.
Menurut dia, penting bagi Pemerintah menunjukan ke publik tentang kedaulatan Indonesia yang komitmen menjaga perdamaian dunia.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani ikut mengamini pernyataan Sri Mulyani. Kata dia, peperangan yang terjadi saat ini membuat ekonomi Indonesia tertekan.
Menurut dia, kompetisi global yang semakin tajam seperti ketidakpastian geopolitik global, perubahan konsumsi masyarakat, hingga menurunnya daya beli menjadi biang kerok pertumbuhan ekonomi nasional terseok-seok.
Baca juga : Jokowi Ditanyai Soal Izin Tambang Di Raja Ampat
Tekanan ini semakin menantang apabila dilihat dari kondisi sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, sebanyak lebih dari 40 ribu pekerja terpaksa mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam kurun waktu tiga bulan pertama.
“Sektor tekstil, garmen, dan elektronik yang selama ini menjadi labor intensive backbone industri padat karya adalah yang paling terdampak,” ucap Shinta.
Shinta mengungkapkan, Pemerintah beserta pengusaha tidak bisa lagi melakukan strategi yang sama. Kondisi ini, tambahnya, menjadi momentum untuk menyusun langkah yang baru. “Kita membutuhkan pendekatan baru, mentalitas baru, dan di sinilah peran kewirausahaan menjadi tidak tergantikan,” sebutnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendorong, Pemerintah segera menggelontorkan stimulus dan menyetop proyek yang tidak bermanfaat. “Sebagai contoh pelaku usaha dan masyarakat butuh tarif PPN turun dari 11 persen ke 9-10 persen untuk dorong konsumsi domestik karena ekspor sedang lesu,” sebut Bhima kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (14/6/2025).
Diketahui, ketegangan geopolitik terbaru di Timur Tengah antara Israel dan Iran mulai mengguncang pasar global. Dari minyak mentah hingga saham dan mata uang, nyaris semua aset utama dunia terkena imbas. Harga minyak mentah dunia melonjak signifikan setelah Israel meluncurkan serangan udara ke Iran pada Jumat (13/6/2025).
Baca juga : Soal 4 Pulau Yang Diserahkan Ke Sumut, Gubernur Aceh Mau Lobi Prabowo
Mengutip kantor berita Reuters, kontrak berjangka Brent naik 4,60 dolar Amerika Serikat atau 6,63 persen menjadi 73,96 dolar AS per barrel. Bahkan sempat menyentuh intraday tertinggi di 78,50 dollar AS, level tertinggi sejak 27 Januari 2025. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat naik 4,99 dolar AS, atau 7,33 persen ke level 73,03 dolar AS per barrel, sempat menyentuh puncak 77,62 dolar AS, tertinggi sejak Januari tahun ini.
Selain itu, mata uang dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama hingga mencapai 98,33 poin. Selanjutnya, harga emas juga ikut meroket. Harga emas dunia naik menyentuh level tertingginya selama dua bulan berturut-turut. [UMM]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.