IKN Jadi Ibu Kota Politik 2028, Namun Infrastruktur Belum Siap

Infrastruktur17 Dilihat

Jakarta, propertyandthecity.com – Pemerintah menargetkan Ibu Kota Nusantara (IKN) resmi berfungsi sebagai “ibu kota politik” pada 2028, namun sejumlah catatan kritis muncul terkait kesiapan infrastruktur, anggaran, dan dasar konseptual dari istilah baru tersebut.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari sendiri mengakui bahwa saat ini baru Istana Negara yang rampung dibangun di kawasan inti. Fasilitas penting lain, yakni gedung DPR/MPR serta gedung lembaga yudikatif seperti Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK), bahkan belum masuk tahap pembangunan.

“Kalau baru ada eksekutif, baru ada Istana Negara, tetapi legislatifnya belum ada, nanti ngomongnya sama siapa? Rapat sama siapa?” kata Qodari di Jakarta, (23/09/2025).

Pernyataan itu menimbulkan pertanyaan: bagaimana mungkin pemerintah sudah menetapkan target IKN sebagai ibu kota politik pada 2028, sementara pilar utama sistem ketatanegaraan, yakni legislatif dan yudikatif, masih sebatas rencana di atas kertas?

Meski begitu, Presiden Prabowo Subianto tetap memasang target ambisius tersebut dalam Perpres No. 79 Tahun 2025. Ia bahkan menyetujui pembangunan tahap kedua IKN (2025–2029) dengan anggaran Rp48,8 triliun. Angka jumbo ini bukan hanya untuk pembangunan gedung baru, tapi juga untuk pemeliharaan infrastruktur tahap awal yang sudah ada.

Kritik juga datang dari parlemen. Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan DPR masih menunggu kajian terkait istilah “ibu kota politik”.

“Ini saya mau lihat kajiannya dulu. Tunggu dulu, belum lihat kajiannya,” kata Puan di selasar Gedung DPR.

Sikap hati-hati ini menandakan belum adanya konsensus politik yang kuat. Bahkan Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima menilai istilah “ibu kota politik” lebih merefleksikan kehendak subjektif Presiden ketimbang kesepakatan hukum.

Baca Juga: Pemprov DKI Bakal Bangun 23 Ribu Hunian, Bisa Serap 100 Ribu Lapangan Kerja

READ  Solusi Hunian Praktis untuk Lebaran

Lebih jauh, muncul pula pertanyaan mendasar: mengapa pemerintah merasa perlu memberi label baru “ibu kota politik” padahal undang-undang IKN sendiri sejak awal sudah menegaskan Nusantara sebagai pusat pemerintahan? Apakah istilah ini sekadar branding politik, atau justru sinyal bahwa pembangunan IKN tidak akan selesai sesuai desain awal dan hanya difungsikan terbatas?

Dengan target 2028, publik layak skeptis. Pasalnya, pengalaman tahap pertama IKN sudah menunjukkan betapa lambatnya progres di lapangan. Jika eksekutif saja baru satu gedung yang rampung, bagaimana mungkin dalam tiga tahun ke depan legislatif dan yudikatif bisa berdiri megah dan berfungsi optimal?

Pada akhirnya, janji menjadikan IKN sebagai ibu kota politik bisa jadi tak lebih dari target ambisius yang penuh risiko. Tanpa transparansi perencanaan, kepastian anggaran, serta akuntabilitas penggunaan dana triliunan rupiah, proyek ini berpotensi kembali memantik kritik publik sebagai proyek elitis yang jauh dari realitas kebutuhan rakyat. (*)

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/konsep-otomatisikn-jadi-ibu-kota-politik-2028-namun-infrastruktur-belum-siap/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *