PropertyandTheCity.com, Bogor– Manusia dinamis, dunia juga tidak ajeg alias terus berubah. Kalau dulu prinsip transaksi ‘ada uang ada barang’, kini tak lagi begitu semenjak teknologi simpan-pinjam uang makin moncer.
Yaitu, Buy Now Pay Later atau BNPL, sebuah layanan keuangan yang memungkinkan orang membeli barang dan jasa tanpa harus langsung melunasinya, melainkan ditalangi dulu oleh penyelenggara paylater.
Selanjutnya pengguna mencicil pembayaran ke penyelenggara paylater selama jangka waktu yang disepakati disertai bunga. Penyelenggara paylater bisa perbankan, bisa juga perusahaan pembiayaan.
Sementara pinjaman online atau daring (pinjol/pindar) atau peer-to-peer (P2P) lending, adalah layanan keuangan digital yang mempertemukan pemilik uang atau pemberi pinjaman (lender) dengan peminjam (borrower) melalui platform online, tanpa melibatkan bank atau lembaga keuangan konvensional.
Pindar memungkinkan individu atau bisnis saling memberi dan menerima pinjaman, dengan lender berinvestasi pada pinjaman dan borrower mendapatkan akses pembiayaan yang mudah.
Karena kemudahannya itu, bunga paylater dan pinjol jauh lebih tinggi dibanding bunga bank. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat masyarakat mengambil paylater dan pinjol, bahkan saat ekonomi kurang baik-baik saja seperti saat ini.
Sejak kemunculannya sekian tahun lalu, penyaluran paylater dan pinjol terus meningkat tinggi termasuk jumlah debiturnya, kendati nilai kreditnya dari total outstanding kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan masih sangat mini.
Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (RDKB OJK) Agustus 2025 yang dipublikasikan akhir pekan ini mengungkapkan, porsi paylater perbankan saat ini tercatat sebesar 0,30 persen dari total kredit perbankan, dan terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan.
Per Juli 2025, baki debet kredit paylater sebagaimana dilaporkan dalam SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan), tumbuh 33,56 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp24,05 triliun dibanding 29,75 persen (yoy) pada Juni 2025 senilai Rp22,99 triliun, mencakup 28,25 juta rekening dibanding 26,96 juta pada Juni 2025.
Demikian juga paylater di perusahaan pembiayaan, pada Juli 2025 melejit 56,74 persen (yoy) menjadi Rp8,81 triiun dibanding Juni 2025 yang 55,75 persen (yoy), dengan rasio kredit bermasalah atau NPF gross 2,95 persen dibanding 3,26 persen pada Juni 2025.
Sementara pindar kendati menurun pertumbuhan outstanding-nya pada Juli 2025, namun tetap tinggi, mencapai 22,01 persen (yoy) dibanding 25,06 persen pada Juni 2025, dengan nominal Rp84,66 triliun (Juni 2024 Rp69,39 triliun), dan tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) di level 2,75 persen dibanding 2,85 persen pada Juni 2025.
Utang pinjol warga Indonesia Rp 84,66 triliun dan paylatter Rp 32,86 triliun per Juli. Total keduanya mencapai Rp 117,52 triliun.
Tekanan ekonomi
Survei terbaru YouGov Indonesia menunjukkan bahwa meningkatnya biaya hidup dalam 12 bulan terakhir menjadi tantangan utama bagi konsumen di Tanah Air, sementara pendapatan mayoritas rumah tangga stagnan.
Survei ini melibatkan 2.067 responden berusia di atas 18 tahun yang memiliki riwayat pinjaman dalam satu tahun terakhir. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 50 persen responden mengalami kenaikan pengeluaran, terutama untuk kebutuhan pokok (34 persen), pendidikan (25 persen), dan tabungan (24 persen).
Menurut General Manager YouGov Indonesia, Edward Hutasoit, tekanan ekonomi dirasakan lintas generasi — mulai dari Gen X, milenial, hingga Gen Z. Namun karakter pengeluarannya berbeda.
“Gen Z lebih banyak menghabiskan untuk personal care, belanja pakaian, dan makan di luar,” jelas Edward dalam briefing daring, pekan lalu.
Kondisi ini mendorong masyarakat mencari solusi jangka pendek, salah satunya dengan menambah pinjaman. Sebanyak 36 persen responden mengaku meningkatkan jumlah pinjaman di platform pinjaman online (pinjol). Sisanya, 40 persen merasa pinjamannya tetap, dan 24 persen mengaku menguranginya
Layanan paylater juga mengalami tren serupa di mana 27 persen responden meningkatkan pinjamannya, 50 persen tetap, dan 23 persen menurunkannya. Di sektor perbankan, 28 persen responden mencatat peningkatan nilai pinjaman.
Dari sisi preferensi, Gen X dan milenial cenderung meminjam ke teman atau keluarga, sementara Gen Z lebih memilih layanan keuangan digital seperti kartu kredit.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/utang-pinjol-dan-paylatter-warga-indonesia-kian-tinggi-tembus-rp100-triliun/