RM.id Rakyat Merdeka – Perekonomian global sedang tidak menentu. Salah satu dipicunya kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang memberikan tekanan nyata terhadap likuiditas industri perbankan Indonesia. Penurunan harga komoditas turut memperburuk situasi, karena memengaruhi pasokan dolar AS yang masuk ke sistem keuangan nasional.
Kondisi ini berdampak pada dana pihak ketiga (DPK) di sektor perbankan yang menjadi salah satu pilar pendanaan utama bank-bank domestik. Tantangan tersebut muncul di tengah ketergantungan tinggi Indonesia terhadap ekspor komoditas seperti nikel dan batu bara.
“DPK mengalami sedikit tantangan dari sisi likuiditas. Karena Indonesia sangat bergantung pada komoditas, maka saat harga turun, pemasukan dolar AS di perbankan ikut menurun,” kata Head of Corporate Banking UOB Indonesia Edwin Kadir, dalam UOB Media Editor Circle Navigation Regulation Shift and Marketing Uncertainties in Indonesia and ASEAN, di Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Masalah lain turut muncul dari rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga atau Loan to Deposit Ratio (LDR) yang makin ketat. Dalam beberapa periode, LDR bank BUKU IV (Bank Umum Kelompok Usaha IV) dan perbankan BUMN bahkan sempat menyentuh angka 100 persen.
Baca juga : Dorong Tambang Berkelanjutan, Pemerintah Diminta Tertibkan Aktivitas Ilegal
LDR yang tinggi menandakan likuiditas perbankan yang menipis, apalagi ketika aliran devisa dari ekspor mengalami pelemahan. Situasi ini dapat menghambat kapasitas perbankan untuk menyalurkan kredit baru ke sektor riil.
Pihak perbankan berharap Pemerintah dapat mempercepat transformasi ekonomi menuju sektor bernilai tambah. Diversifikasi struktur ekonomi dianggap penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap komoditas mentah yang sangat fluktuatif. “Untuk itu, kita perlu membangkitkan dan mendorong industri bernilai tambah,” ujarnya.
Transformasi ini diharapkan mampu membuka pasar baru dan memperluas basis ekonomi domestik secara lebih stabil. Perbankan menilai dukungan terhadap sektor hilirisasi menjadi bagian penting dari strategi ketahanan finansial jangka panjang.
UOB Indonesia menyatakan tetap berkomitmen untuk mendukung langkah Pemerintah dalam menghadapi tantangan eksternal. Bank juga menekankan pentingnya pengelolaan arus kas yang disiplin oleh nasabah dan pelaku usaha.
Baca juga : Pemerintah Dorong Eksportir Kita Gaspol
“Jadi, sisi perbankan, kamj selalu mendukung kebijakan yang disampaikan pemerintah. Kami memastikan debitur dan klien menggunakan sumber daya secara hati-hati dan membantu rantai pasok,” jelas Edwin.
Selain sektor perbankan, pelaku usaha juga mengingatkan pentingnya peran diplomasi ekonomi Indonesia di tengah tekanan global. Kebijakan luar negeri yang proaktif diperlukan untuk membuka akses pasar baru dan memperkuat posisi ekspor nasional.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai Indonesia harus memperbaiki neraca perdagangan agar tekanan terhadap keuangan nasional tidak semakin membesar. Salah satu upayanya adalah dengan mengurangi ketergantungan pada barang impor.
“Mencari pasar baru itu pasti. Kita harus kurangi impor dan memaksimalkan potensi perkebunan serta pertambangan untuk ekspor,” tutur Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia Aviliani.
Baca juga : Pupuk Indonesia: Kopdes Merah Putih Motor Swasembada Pangan
Ketidakpastian global yang terus berlanjut menjadi ujian bagi daya tahan sistem keuangan domestik. Perbankan, pelaku industri, dan pembuat kebijakan perlu memperkuat koordinasi untuk menghadapi dinamika pasar yang makin kompleks.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.