Rumah Politik Indonesia Desak Reformasi Asosiasi Tekstil

Nasional16 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Rumah Politik Indonesia menilai narasi negatif yang kerap dimainkan sejumlah asosiasi di sektor tekstil berpotensi melemahkan daya saing nasional.

Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas menyebut pola tersebut telah berlangsung lama, terutama terkait usulan instrumen fiskal seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).

Fernando menjelaskan, narasi seperti banjir impor, penutupan pabrik, hingga isu kalah saing kerap dimunculkan untuk mendorong pemerintah memberikan insentif fiskal.

Menurut dia, penerima manfaat terbesar dari kebijakan itu hanyalah kalangan terbatas, sementara masyarakat luas tetap menghadapi harga benang dan kain dalam negeri yang tinggi.

Baca juga : SWF Bisa Jadi Pembeda Indonesia di Tengah Fragmentasi Investasi Global

“Insentif fiskal bukan masalah, tetapi narasi yang digunakan sering kali justru melemahkan posisi Indonesia di mata investor. Harusnya asosiasi mendorong penguatan rantai pasok dan investasi, bukan sekadar menjadi penikmat kebijakan sambil tetap mengandalkan impor,” ujar Fernando, Senin (25/8/2025).

Ia menilai pola yang dimainkan asosiasi juga berpotensi mengganggu arah kebijakan pemerintah.

Fernando mencontohkan usulan BMAD untuk produk benang yang jika disetujui berisiko menimbulkan pemutusan hubungan kerja dalam jumlah besar di industri hilir.

Menurut dia, keputusan pemerintah menolak usulan itu patut diapresiasi sebagai langkah yang cerdas dan bijak.

Baca juga : Indonesia Tolak dan Kecam Visi Israel Raya Netanyahu

Berdasarkan kajian sejak 2010, Fernando menemukan bahwa setiap usulan BMAD dari asosiasi selalu diawali dengan maraknya pemberitaan bernada negatif di media, lalu disusul pujian setelah kebijakan disetujui.

Pola tersebut, lanjutnya, terus berulang dan menjadi bagian dari strategi tekanan politik. Atas dasar itu, Rumah Politik Indonesia mengusulkan, agar pemerintah melakukan pembenahan mendasar terhadap organisasi asosiasi tekstil.

READ  Prabowo Indonesia Siap Bantu Penyelesaian Konflik Gaza Timur Tengah

Dari sisi politik, Fernando menilai upaya Presiden Prabowo Subianto untuk menggerakkan ekonomi justru berpotensi dilemahkan oleh narasi semacam itu.

Padahal, industri tekstil nasional mulai menunjukkan kebangkitan dengan pertumbuhan mencapai 4 persen pada 2025.

Baca juga : SIMC Dukung DePA-RI Suarakan Indonesia Ratifikasi Konvensi Mediasi

“Narasi negatif dari asosiasi tekstil bisa merusak semangat yang sedang dibangun pemerintah,” tutup Fernando.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *