Regulasi, Investasi, hingga Isu Sosial

Nasional13 Dilihat


RM.id  Rakyat Merdeka – Implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG) semakin menjadi sorotan di dunia industri, terutama bagi sektor energi dan pertambangan.

Dalam webinar bertajuk “Meneropong Pencapaian ESG di Tengah HUT RI ke-80,” Pemerintah, pelaku usaha, hingga lembaga independen menegaskan bahwa ESG bukan lagi sekadar jargon, melainkan harus didorong untuk menjadi aksi nyata dalam mendukung industri berkeberlanjutan terutama di sektor energi dan tambang.

Tri Winarno, Dirjen Mineral dan Batubara sekaligus Plt Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, menegaskan bahwa regulasi terkait ESG terus diperkuat agar praktik pertambangan berkelanjutan menjadi standar di Indonesia. Ini penting dilakukan agar kegiatan industri yang berpotensi mengubah keseimbangan lingkungan dapat ditekan dan dimitigasi agar tidak berdampak buruk.

Konsistensi dalam mengedepankan aspek terkait ESG ini mendorong Ditjen Minerba Kementerian ESDM membekukan izin operasional dari 190 tambang karena dinilai tidak patuh dan inkonsisten dalam menerapkan aturan. Mereka dinilai enggan atau lalai menempatkan biaya jaminan reklamasi untuk wilayah kerja paska tambang dengan estimasi mencapai Rp35 triliun.

Melalui penempatan biaya jaminan ini, perusahaan berkewajiban melakukan reklamasi atas wilayah kerja paska tambang atau melakukan revitalisasi lingkungan yang rusak akibat aktivitas pertambangannya.

“Kita sebelumnya (mencabut izin) terlebih dahulu memberikan surat teguran dan menunggu tindak lanjutnya, kalau perusahaan itu melakukan pembayaran dan mengupdatenya, kami izinkan kembali,” kata Tri Winarno dalam webinar tersebut, Kamis (25/9/2025).

Tri Winarno (kiri), Dirjen Mineral dan Batubara/Plt Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. [Foto: Tangkapan Layar]

Baca juga : Menpora Erick Sederhanakan Regulasi, 191 Permen Dipangkas Jadi 20 Saja

Dengan penegakan aturan ini, tingkat kepatuhan perusahaan di sektor minerba untuk melakukan penempatan biaya jaminan reklamasi terhadap lingkungan meningkat dari semula 39 persen menjadi 72 persen. Ke depan, Ditjen Minerba komitmen untuk terus menegakkan aturan dan pengawasan agar kedepan aspek keberlanjutan dari sektor minerba dapat terjaga.

READ  Kopi Adalah Senjata Rahasia Saya

“Upaya reklamasi yang direncanakan sejak awal akan memulihkan fungsi lahan dan memperkuat kepercayaan publik. Dengan konsistensi ESG, kita juga bisa mengamankan penerimaan negara sekaligus melindungi lingkungan,” tegasnya.

Tri juga mengungkapkan Ditjen Minerba juga sedang mengembangkan sistem informasi perizinan dengan meminimalisasi tatap muka sehingga potensi konflik kepentingan dapat ditekan. Hal ini juga dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan memenuhi standar GCG.

Sementara Muhammad Kemal, Tenaga Ahli SKK Migas, memaparkan tantangan industri hulu migas yang menghadapi dinamika ekonomi global dan geopolitik hingga isu transisi energi. Meski begitu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah melakukan berbagai mitigasi sehingga masih tetap tumbuh dengan baik.

Bahkan dari sisi tingkat kepatuhan terhadap aspek keberlanjutan terutama terkait dengan lingkungan, industri hulu migas sudah menyadari dan mulai menunjukkan kiprahnya dalam menjaga keseimbangan. Ini terbukti dari nominasi perusahaan hulu migas yang meraih predikat proper hijau hingga emas terus meningkat. Sementara peraih proper merah dinyatakan zero.

“Banyak lapangan migas yang sudah meraih PROPER emas. Tidak ada lagi perusahaan hulu migas yang masuk kategori merah, ini membuktikan sektor ini relatif lebih maju dalam aspek environment,” katanya.

Baca juga : Investasi Meningkat Dan Lapangan Kerja Terbuka

Untuk mendukung aspek keberlanjutan tersebut, SKK Migas menerapkan enam strategi inisiatif yang dijalankan secara simultan dimana dua diantaranya menjadi upaya yang dinilai paling besar kontribusinya terhadap upaya peningkatan ESG. Keduanya adalah implementasi program CCS/ CCUS dan reforestasi.

“Fokus kami ada di CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage) serta reforestasi dengan target penanaman 1,6–2 juta pohon per tahun,” jelas Kemal.

Sementara Chairani Rachmatullah, Direktur Utama PT PLN Engineering menegaskan, perubahan iklim yang terjadi saat ini sudah sangat berdampak nyata pada operasional listrik nasional. Seperti yang pernah terjadi saat El Nino beberapa tahun lalu mengakibatkan debit air di beberapa bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) menjadi tidak optimal.

READ  Perumnas Dukung UMKM Binaan Tembus Pasar Global di INACRAFT 2025

“Cuaca ekstrem mengganggu pembangkit, terutama PLTA saat El Nino. Karena itu, percepatan pembangunan energi baru terbarukan harus dilakukan. PLTS Cirata adalah salah satu langkah konkret kami,” jelas Chairani.

Melihat hal itu, PT PLN bertekad meningkatkan praktik ESG di seluruh lini bisnis atau organisasinya sehingga hal ini menjadi bagian dari strategi fundamental perusahaan untuk menjaga aspek keberlanjutan. Berkat komitmen ini skor ESG PT PLN sudah turun ke level medium risk ke level 27,4 di tahun 2025. Di targetkan di level 25 pada 2028.

“Ini bukti upaya kami tidak hanya di lingkungan, tapi juga sosial dan tata kelola. ESG bukan sekadar jargon, tapi isu fundamental bagi bisnis jangka panjang,” pungkasnya.

Chairani Rachmatullah, Direktur Utama PT PLN Engineering. [Foto: Tangkapan Layar]

Baca juga : Jojo Siap Ulangi Sukses Di China Masters

Kikin P. Tarigan, Komisioner Komnas Disabilitas RI menyoroti bahwa implementasi ESG di setiap perusahaan di berbagai sektor tidak boleh dilepaskan dari isu HAM, termasuk bagi penyandang disabilitas. Pihaknya mengapresiasi bahwa sebagian besar perusahaan telah mematuhi aturan terkait dengan penyerapan tenaga kerja dari penyandang disabilitas.

Meski begitu, Kikin menyoroti masih adanya paradigma monoton dimana penyandang disabilitas masih kerap dijadikan objek dari upaya-upaya penerapan ESG. Untuk itu dia berharap agar kedepan penyandang disabilitas harus dilibatkan sebagai aktor dan subjek dari setiap implementasi ESG.

“Paradigma harus bergeser, mereka para penyandang disabilitas jangan hanya jadi objek tanggung jawab sosial, tetapi subjek dalam penerapan ESG,” tegas Kikin.

Dia mengingatkan bahwa sektor tambang dan energi punya risiko tinggi menimbulkan disabilitas baru akibat kecelakaan kerja. Karena itu, pihaknya mendorong agar penerapan K3 di sektor ini menjadi prioritas. Sebagai contoh, Kikin menyinggung praktik baik di Klaten di mana sebuah perusahaan mendukung keluarga karyawan yang memiliki anggota keluarga disabilitas dengan bantuan permodalan dan program inklusi.

READ  Polri Gagas Bhayangkara Sport Day Sebagai Wujud Sinergi-Dedikasi Untuk Negeri

“Ini inovasi yang patut ditiru. ESG harus memastikan akomodasi layak bagi penyandang disabilitas karena sifatnya universal, tidak hanya untuk kelompok tertentu,” ujarnya. (*)


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *