Ramai Isu Rumah Warisan Diambil Negara, Menteri ATR/BPN Buka Suara

Infrastruktur14 Dilihat

Jakarta, propertyandthecity.com – Bayangkan sebuah rumah tua di kampung halaman, warisan turun-temurun yang dulu penuh kenangan, kini terbengkalai karena ahli waris kesulitan mengurus dokumen. Di tengah situasi seperti ini, muncul kekhawatiran: benarkah negara bisa mengambil alih tanah atau rumah warisan yang tak terurus?

Isu ini menjadi perbincangan hangat beberapa waktu terakhir, memicu keresahan di tengah masyarakat. Kekhawatiran itu pun sampai ke meja parlemen. Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR RI dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Demokrat, Dede Yusuf Macan Effendi, menyuarakan langsung kegelisahan warga.

Ia menyoroti kondisi di mana masyarakat menerima warisan tanah atau rumah yang dulunya memiliki NJOP rendah, namun seiring waktu nilainya melonjak sehingga sulit diurus karena biaya tinggi.

“Pertanyaannya, banyak masyarakat yang ketakutan bahkan saya lihat di media sosial mengatakan negara mengambil hak rakyat gara-gara tidak membayar. Tolong Pak Menteri menjelaskan kepada publik dan kami juga bagaimana tanah warisan dan rumah warisan, seberapa besar yang diambil negara?” katanya dalam rapat tersebut, dilansir dari YouTube Komisi II DPR RI Channel, Senin (21/4/2025).

Menurut Dede, apabila tanah dalam skala besar, misalnya ratusan hektare terlantar, maka negara memang bisa mengambil alih pengelolaannya. Namun, akan sangat tidak adil apabila lahan kecil seperti tanah seluas ratusan meter persegi di kampung-kampung turut terkena dampaknya.

“Kalau tanah cuma 200-400 meter persegi yang banyak di kampung-kampung, warisan tidak diurus karena banyak warga yang mungkin lupa bayar PBB. Kalau ini diambil mungkin ini bisa jadi satu masalah. Oleh karena itu, kami mohon penjelasan Pak Menteri dan juga kepada masyarakat batasannya seperti apa? Apa iya tanah cuma 100 meter persegi kemudian akan diambil juga dengan negara?” tuturnya.

READ  Summarecon Bandung Luncurkan Cluster Ivora, Rumah Tumbuh Mulai Rp 1,6 Miliar

Menanggapi hal itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan informasi yang beredar di media sosial tidak sepenuhnya akurat. Ia menjelaskan, tanah yang berpotensi diambil alih oleh negara adalah tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB) yang tidak dimanfaatkan.

“Karena dalam PP 20 tahun 2021 bunyinya, kami jelaskan, tanah HGU atau HGB sejak ditetapkan misalnya tahun 2020, selama 2 tahun nggak diapa-apain, nanem nggak nyangkul nggak, itu bisa berpotensi diusulkan jadi tanah terlantar. Atau tanah HGU atau HGB sudah habis (masanya) sampai 2 tahun nggak mengajukan, itu bisa jadi tanah terlantar,” paparnya.

Ia menambahkan, tanah warisan yang berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) tidak termasuk dalam kategori tanah terlantar, meskipun tidak dikelola atau digunakan.

“Kalau warisan bentuknya SHM ya berarti nggak ada potensi seperti itu (jadi tanah terlantar dan dikelola negara). Tinggal diimbau kalau bisa, kalau itu nggak diurus, nggak disertifikatkan, nanti diduduki orang, kemudian itu kesulitan untuk menyertifikatkan. Itu saja Pak,” terangnya.

Terkait dengan proses balik nama atas tanah warisan, Nusron menjelaskan tanpa adanya balik nama atau penetapan waris, maka kepemilikan tanah tidak bisa diproses lebih lanjut, termasuk dalam hal jual beli.

“Kalau nggak balik nama nggak bisa dibagi, bukan warisan, karena nggak bisa diapa-apakan juga. Kecuali harus ada penetapan waris,” ujarnya.

“Misal tanah nggak dibalik nama karena takut dijual, ini tetap menjadi milik yang sudah wafat. Ya sepanjang ada penetapan hak waris ya tidak masalah, nggak dibalik nama pun nggak masalah cuma nggak bisa dijual-belikan. Kalau masih nama orang lain nggak bisa dijadikan tanggungan,” tambahnya.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/ramai-isu-rumah-warisan-diambil-negara-menteri-atr-bpn-buka-suara/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *