Program 3 Juta Rumah Belum Sentuh Akar Persoalan

Infrastruktur37 Dilihat

Jakarta, propertyandthecity.comProgram tiga juta rumah yang dicanangkan pemerintah tidak cukup hanya diukur dari capaian angka pembangunan. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menyebut penataan kebijakan perumahan tidak boleh hanya berfokus pada angka backlog, tetapi harus menyentuh akar persoalan seperti kemiskinan, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi.

Fahri menekankan pentingnya kebijakan berbasis data tunggal yang akurat. Melalui Instruksi Presiden No. 4/2025 tentang Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), pemerintah berupaya menyeragamkan basis data agar intervensi sosial lebih tepat sasaran.

“Kalau data kita berbeda-beda, keputusan kita juga berbeda dan akhirnya program salah sasaran. Karena itu penting sekali mendasarkan kebijakan pada data by name by address,” ujar Fahri dalam acara Konferensi Pers The Hud Institute dalam rangka memperingati Hapernas 2025 dan Penandatanganan Nota Kesepahaman dan gelar wicara Pembangunan Perumahan dan Perkotaan yang berkelanjutan di Intro Jazz Bistro, BSD, Tangerang Selatan, Senin (25/8/2025).

Selain itu, Fahri menyoroti fenomena double backlog, di mana sekitar 6 juta keluarga sudah tidak memiliki rumah sendiri dan kini tinggal di rumah tidak layak. Menurutnya, hal ini harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan publik.

Ia menjelaskan janji Presiden Prabowo tentang program tiga juta rumah, baik pembangunan maupun renovasi dibagi dalam tiga fokus besar. Di perdesaan, kebijakan diarahkan pada renovasi rumah tidak layak karena mayoritas warga sudah memiliki rumah dan tanah.

Di perkotaan, kebutuhan hunian vertikal mendesak akibat keterbatasan lahan, sehingga model ala HDB Singapura dinilai relevan untuk diadaptasi. Sementara di kawasan pesisir dan permukiman kumuh, tanah negara di bantaran sungai dan pantai bisa dimanfaatkan untuk menghadirkan rumah layak sekaligus menata kawasan.

READ  Inovasi dan Strategi Jitu Wujudkan Program 3 Juta Rumah

Menurut Fahri, ada tiga langkah penting agar program ini berjalan efektif. Pertama, pembangunan rumah memanfaatkan tanah negara agar harga lebih terjangkau dibanding rumah komersial. Kedua, kehadiran lembaga off-taker di bawah pemerintah sebagai penjamin pasar perumahan rakyat, mirip dengan peran Bulog dalam menjaga distribusi pangan.

“Selama ini fokus terlalu berat pada pembiayaan swasta. Padahal yang lebih mendasar adalah data dan off-taker. Jika keduanya kuat, pembiayaan akan mengikuti,” tegas Fahri.

Ketiga, perlunya basis data berupa daftar antrean pembeli rumah. Fahri mencontohkan skema antrean haji, di mana masyarakat cukup mendaftar tanpa harus menunjukkan bukti penghasilan tetap.

Di sisi lain, Fahri meminta The HUD Institute selaku NGO independen lebih kritis dalam mengawal kebijakan pemerintah di bidang perumahan.

“Saya melihat HUD Institute kurang keras bersuara. Kami ingin program Kementerian PKP ini lebih keras dikritisi,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto, menekankan perlunya pembenahan regulasi, penguatan data permintaan, serta dukungan pembiayaan inovatif untuk mempercepat penyediaan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurutnya, Indonesia belum memiliki peta permintaan hunian berbasis by name by address, sehingga sulit menentukan lokasi dan penerima manfaat secara presisi. Kondisi ini memicu anomali pasar, di mana backlog tinggi tetapi banyak rumah justru tidak terjual.

Anggota Dewan Pembina The HUD Institute, Ali Kusno Fusin, menambahkan, kelompok informal kerap terhambat dalam mengakses pembiayaan meski memiliki penghasilan cukup, karena tidak tercatat dalam sistem keuangan formal.

Sementara Ketua Dewan Pakar The HUD Institute, Harun Al-Rasyid, menilai kompleksitas kebijakan perumahan perlu diurai melalui dialog lintas sektor.

“Tidak ada solusi tunggal, melainkan perumusan bersama agar masyarakat segera memperoleh hunian layak dan terjangkau,” ujarnya.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/program-3-juta-rumah-belum-sentuh-akar-persoalan-kebijakan-masih-terjebak-angka-baclog/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *