Negara Tanpa Jiwa

Nasional515 Dilihat


BUDI RAHMAN HAKIM

BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka – Negara bisa memiliki anggaran besar, birokrasi rapi, bahkan sistem pemerintahan yang modern—namun tetap gagal jika kehilangan jiwanya. Jiwa itu adalah moralitas publik. Ia bukan soal agama formal, tetapi tentang nilai: kejujuran, keteladanan, tanggung jawab. Di tengah geliat pembangunan yang terus diklaim massif, kita justru makin sering menyaksikan krisis nilai di ruang-ruang kekuasaan.

Kasus demi kasus korupsi terus muncul di lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi pilar moral publik. Kekerasan, intimidasi, manipulasi, bahkan permainan anggaran, menjadi semacam “kebiasaan struktural” yang tak lagi membuat heran. Seolah-olah pembangunan fisik bisa menutupi kebusukan nurani. Padahal negara yang kehilangan integritas tak bisa diselamatkan dengan jalan tol, drone, atau infrastruktur digital.

Baca juga : Revolusi Tanpa Senjata

Negara yang kuat bukan hanya yang bisa membangun bendungan dan panser, tapi yang bisa membangun watak dan peradaban. Ketika kita bicara tentang arah pembangunan era baru, maka agenda besar yang semestinya diletakkan di depan adalah pembangunan manusia—bukan hanya secara ekonomi, tapi juga secara batin. Pendidikan karakter, keteladanan elite, dan kesadaran spiritual dalam birokrasi seharusnya bukan pelengkap, tapi fondasi.

Di banyak negara maju, nilai bukan sekadar etika di atas kertas. Ia diinternalisasi dalam budaya kerja, dalam relasi pemimpin dan rakyat, bahkan dalam cara bersikap di hadapan hukum. Mengapa kita sulit meniru? Karena kita terlalu sibuk menjaga citra di luar, tapi lupa memperbaiki karakter di dalam. Politik kita masih melihat spiritualitas sebagai urusan pribadi, bukan sebagai basis tata kelola publik.

Baca juga : Politik Tanpa Pelayanan

Padahal spiritualitas bukan soal baju atau jargon, tapi tentang sejauh mana kita menyadari tanggung jawab kekuasaan sebagai amanah. Di titik ini, kita rindu pemimpin yang tak hanya tahu cara berkuasa, tapi juga tahu cara merunduk. Yang tahu kapan diam, bukan untuk menyembunyikan dosa, tapi untuk mendengar lebih dalam suara nurani dan rakyat.

READ  Hidupkan Gagasan Ekonomi Pembangunan, Fahri Hamzah Launching Sumitro Institute

Pembangunan yang tanpa moral adalah proyek yang hampa. Ia mungkin meninggalkan gedung tinggi, tapi tak menyisakan teladan. Ia bisa membangun kota, tapi tak mampu membangun kepercayaan. Inilah saatnya negara kembali diajak merenung: apa arti kekuasaan jika tidak digunakan untuk kebaikan? Apa arti kecepatan jika kehilangan arah? Dan apa arti hukum jika tak disertai rasa keadilan?

Baca juga : Pejabat Harus Siap Dihujat

Negara yang hidup bukan yang paling kuat senjatanya, tapi yang paling dalam jiwanya. Jika kita ingin membangun bangsa yang tahan lama, mari kita mulai dari membangun moral elite, spiritualitas birokrasi, dan keadaban publik. Karena tanpa itu semua, negara akan terus hidup… tapi sebagai tubuh tanpa jiwa.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *