
BUDI RAHMAN HAKIM
RM.id Rakyat Merdeka – Negara bisa bicara tentang kedaulatan, pertahanan, dan geopolitik. Tapi di mata rakyat, negara sering kali hanya dinilai dari satu hal sederhana: jalanan. Dari kondisi trotoar, lampu merah yang mati, angkot yang tak pernah tepat waktu, hingga suara bising sirine pengawal pejabat. Di jalanan, negara menunjukkan siapa yang punya hak lebih dulu dan siapa yang harus menepi. Di situlah politik berpijak di aspal.
Beberapa waktu lalu, video viral menunjukkan seorang lansia nyaris tertabrak karena trotoar rusak dan kendaraan parkir sembarangan. Di sisi lain kota, mobil dinas mewah melaju lancar, dikawal motor patroli, melawan arus demi mengejar waktu rapat. Ini bukan soal fasilitas, tapi soal arah keberpihakan. Negara seperti hanya peduli pada siapa yang kuat dan bisa membunyikan klakson paling nyaring.
Baca juga : Politik Tanpa Arah
Di negeri ini, mobilitas adalah kemewahan. Bukan hak. Pejalan kaki dianggap gangguan, bukan warga. Difabel harus berjuang melawan trotoar yang tidak rata dan halte yang tinggi. Transportasi publik sering jadi ujian kesabaran, bukan sarana kesejahteraan. Dan jalan raya dipenuhi kendaraan pribadi, karena negara tak pernah serius memikirkan moda kolektif yang manusiawi.
Negara hadir di jalanan bukan dengan spanduk atau baliho proyek, tapi dengan keadilan ruang. Jika ruang kota hanya ramah pada mobil, maka negara sedang mempersempit hidup warganya. Kota-kota besar makin keras, bukan karena orang jahat makin banyak, tapi karena ruang publik makin tidak adil. Yang punya mobil diberi ruang, yang berjalan kaki diberi risiko.
Pembangunan sering kali membanggakan flyover dan underpass, tapi lupa pada trotoar dan jalur sepeda. Negara tidak hanya membangun untuk kecepatan, tapi juga untuk keadilan. Dan keadilan itu dimulai dari bagaimana kita memperlakukan ruang bersama. Jalan bukan hanya jalur logistik, tapi tempat bertemunya warga—tempat negara semestinya hadir secara adil dan setara.
Pejabat publik boleh bicara tentang visi besar pembangunan. Tapi kalau rakyat masih harus memilih antara keselamatan dan jalan berlubang, maka visi itu tak lebih dari retorika kosong. Negara yang abai pada jalanan adalah negara yang melupakan rakyatnya dalam bentuk paling konkret: langkah kaki sehari-hari.
Maka sebelum bicara tentang proyek strategis nasional, mari perbaiki cara kita memperlakukan trotoar, halte, zebra cross, dan angkutan umum. Negara bukan hanya hadir di istana, tapi juga di setiap langkah rakyat menuju pasar, sekolah, dan tempat ibadah. Di jalanan itu, peradaban diuji. Dan dari jalanan pula kepercayaan pada negara bisa tumbuh—atau runtuh.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.