
RM.id Rakyat Merdeka – Setelah sempat meredup dalam beberapa tahun terakhir, wacana untuk melakukan redenominasi atau penyederhanaan nominal mata uang rupiah kembali mengemuka. Adalah Menteri Keuangan (Menkeu) RI Purbaya Yudhi Sadewa yang memunculkan kembali diskursus tersebut. Sebagai bentuk keseriusan, wacana tersebut dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029. Selain itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Harga Rupiah juga digulirkan di parlemen dan direncanakan akan selesai pada 2027.
Secara sederhana, redenominasi adalah mekanisme penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah nilai dari mata uang tersebut. Teknisnya adalah dengan menghapus sejumlah angka nol pada nominal mata uang. Melalui skema redenominasi, nilai Rp 1.000 akan berubah menjadi Rp 1, demikian seterusnya pada nominal yang lebih besar. Pemerintah berpandangan, redenominasi dapat mengefisiensikan perekonomian, sekaligus mendukung penguatan daya saing nasional di level global. Selain itu, stabilitas rupiah akan lebih terjaga dalam mendukung daya beli masyarakat, serta memperkuat kredibilitas rupiah di mata komunitas internasional.
Upaya untuk melakukan penyederhanaan nominal rupiah sejatinya sudah dilakukan sejak lama. Presiden Soekarno pernah mengeluarkan kebijakan ini pada1965 sebagai strategi mengatasi hiperinflasi kala itu. Hanya saja, karena persiapan yang kurang matang dan kurangnya pendalaman terhadap risiko potensial mengakibatkan kebijakan yang dilakukan justru memperparah inflasi hingga ke level 650 persen. Setali tiga uang dengan Presiden Soekarno, rezim orde baru di bawah Presiden Soeharto juga sempat akan menerapkan kebijakan redenominasi. Namun karena kondisi ekonomi yang cukup stabil dan fokus pemerintah pada program swasembada pangan dan pembangunan industri strategis nasional, kebijakan ini hanya sebatas wacana.
Lingkungan strategis ekonomi
Baca juga : Pakar UMJ: Redenominasi Bisa Dongkrak Kredibilitas Rupiah
Upaya pemerintah melalui Menkeu RI untuk melakukan redenominasi rupiah perlu dibaca secara cermat dengan melihat kontekstualitas hari ini. Dalam lingkungan strategis ekonomi nasional, pemerintah persisten mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang terbilang optimis. Pemerintah juga bersikap asertif dan inovatif dalam mengejar sumber-sumber pendapatan negara dengan menagih kewajiban wajib pajak yang belum membayar pajak, menggelontorkan dana negara ke bank-bank pemerintah untuk menggeliatkan perekonomian dunia industri dan masyarakat, serta mencari sumber-sumber pendapatan baru dari sisi pajak dan cukai.
Dalam konteks lingkungan strategis global, pemerintah giat menarik investasi dari negara-negara besar agar masuk dan menanamkan modalnya di dalam negeri. Praksis politik luar negeri Indonesia didorong untuk lebih banyak melakukan diplomasi ekonomi dan perdagangan ketimbang hal-hal yang sifatnya high politics seperti keamanan. Presiden Prabowo Subianto dalam setiap kunjungan kenegaraan juga senantiasa mendorong kerja sama ekonomi dan investasi yang lebih erat dengan negara sahabat, baik dari regional Amerika-Eropa, Asia Timur, Timur Tengah, hingga lingkungan terdekat, – Asia Tenggara. Pemerintah menyadari bahwa ada urgensi investasi dalam peningkatan akumulasi modal, yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan produksi barang dan jasa.
Dengan melakukan pencermatan terhadap lingkungan-lingkungan strategis yang mempengaruhi tersebut, maka wacana redenominasi rupiah memiliki relevansi. Penyederhanaan nominal rupiah akan mencitrakan rupiah sebagai mata uang yang stabil dan modern di mata internasional. Hal ini secara jangka panjang akan kontributif terhadap perbaikan iklim dan eksosistem investasi nasional. Dalam kerangka ASEAN dan ekspansi ekonomi digital, redenominasi dianggap sebagai langkah penyesuaian agar rupiah setara secara visual dan teknis dengan mata uang negara lain seperti Ringgit Malaysia, Baht Thailand, atau Dolar Singapura.Dari sisi internal, redenominasi akan meningkatkan efektivitas kebijakan moneter karena Bank Indonesia dapat mengelola ekspektasi inflasi dan transmisi kebijakan moneter dengan lebih baik karena masyarakat akan lebih memahami perubahan suku bunga dan pergerakan nilai tukar.
Baca juga : Move On Dari Kasus Penjarahan, Sahroni Renovasi Rumah
Redenominasi juga diyakini berkontribusi dalam penguatan kesadaran dan kapasitas ekonomi masyarakat. Redenominasi menjadi momentum bagi masyarakat untuk memahami kembali fungsi uang, nilai tukar, dan stabilitas ekonomi, sekaligus mendorong budaya pencatatan dan perencanaan keuangan.Dengan kata lain, redenominasi adalah bagian dari upaya modernisasi sistem keuangan nasional agar lebih efisien, stabil, dan kredibel baik di mata masyarakat dalam negeri maupun pelaku ekonomi global. Secara umum, kebijakan redenominasi yang mengandung muatan ekonomis, psikologis, teknis, dan simbolis ini dapat kontributif bagi pemerintah dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi nasional secara progresif. Konfidensi pemerintah untuk menerapkan kebijakan redenominasi tidak hanya berdasar pada kalkulasi kepentingan ekonomi saja. Pemerintah juga mempelajari secara saksama lesson learned dan best practices dari negara-negara lain seperti Argentina, Turki, hingga Jerman.
Pertimbangan teknis dan strategis
Jika pemerintah persisten untuk menjalankan kebjakan redenominasi dan bukan sekadar cek ombak saja, maka ada hal-hal penting yang perlu dijadikan sebagai pertimbangan. Pertama, redenominasi akan memaksa terjadinya pembaruan sistem teknologi dan infrastruktur keuangan pada perbankan, perusahaan, serta birokrasi pemerintah. Kedua, pemerintah wajib memastikan agar makro ekonomi nasional berada dalam kondisi yang stabil. Inflasi harus dijaga agar pengurangan digit bukanlah respons terhadap krisis ekonomi atau depresiasi nilai mata uang. Ketiga, pemerintah perlu menjaga psiko-ekonomi masyarakat untuk tidak melakukan penimbunan uang tunai, serta memperkuat literasi keuangan secara digital agar tidak terkontaminasi hoaks yang hendak menurunkan kredibilitas pemerintah. Terakhir, dibutuhkan soliditas dan kolaborasi yang solid di antara para pemangku kebijakan sektor keuangan, termasuk para pelaku usaha dan sektor logistik agar memiliki pemahaman dan mode kerja yang sama.
Upaya pemerintah untuk melakukan redenominasi membutuhkan perencanaan yang matang, serta masukan-masukan dari para pemangku kepentingan. Berkaca dari kasus negara lain, Turki membutuhkan waktu panjang hingga tujuh tahun untuk melakukan redenominasi mata uang lira. Redenominasi rupiah adalah kebijakan strategis jangka panjang yang membutuhkan konsensus lintas lembaga, kesiapan sistem, dan kepercayaan publik agar dapat berjalan mulus. Redenominasi merupakan proses psikologis dan sosial yang sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat, bukan sekadar proses teknis administratif dengan mengubah dan mengurangi nominal saja.
Baca juga : Harris Turino Ikut Soroti Wacana Redenominasi Rupiah
Rencana redenominasi rupiah juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki komitmen kuat untuk menyederhanakan sistem moneter dan menguatkanposisi rupiah secara global. Sikap cermat pemerintah dan soliditas segenap elemen bangsa menjadi kunci utama kesuksesan kebijakan ini.
Oleh: Hj. Ratna Juwita Sari, S.E., M.M.,
Anggota Komisi XII dan Badan Anggaran DPR Periode 2024-2029
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.











