Melihat Siswa Keracunan MBG, Tergeletak Di Bangsal, Dikipasin Kardus Cokelat

Nasional30 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Kasus siswa keracunan setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG), kembali terulang. Kali ini menimpa ratusan siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Rabu (24/9/2025), ratusan siswa yang jadi korban menjalani perawatan darurat di posko sementara dengan ala kadarnya. Ada yang dibaringkan di lantai beralas tikar, digeletakkan di bangsal, dikipasin kardus cokelat.

Ini kasus kedua di KBB. Sebelumnya, Senin (22/9/2025), 411 siswa dari tingkat PAUD hingga SMA keracunan usai menyantap MBG di sekolah. Esoknya, Selasa (23/9/2025), Bupati Bandung Barat Jeje Ritchie Ismail langsung menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait tingginya angka keracunan massal akibat MBG.

Namun, sehari setelah status KLB ditetapkan, kasusnya kembali terulang. Ratusan siswa kembali roboh diduga keracunan usai menyantap menu MBG. 

Mereka berdatangan ke posko darurat dengan berbagai kondisi: pingsan, lemas, hingga digendong orang tuanya. Namun, 4 posko darurat yang disediakan: Gor Kecamatan Cipongkor, Gor Desa Sarinagen, Puskesmas Cipongkor, dan masjid di area Kecamatan Cipongkor, tak lagi bisa menampung pasien.

Ambulans meraung tak henti, hilir mudik mengantar pasien ke RSUD Cililin dan RSIA Anugrah. Di dalam satu ambulans, tiga pasien dijejalkan sekaligus. Suasana makin sesak. “Kami sudah kewalahan. Jumlah pasien di atas 220 orang, terus bertambah,” kata Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotimah, Rabu (24/9/2025).

Di GOR Kecamatan Cipongkor, bangsal darurat penuh. Siswa-siswa berbaring di velbed lipat, ada yang diinfus, ada pula yang pakai alat bantu pernapasan. Saking banyaknya, sebagian pasien tergeletak di lantai beralas tikar, sementara orang tua mereka mengipasi dengan kardus cokelat.

Yuyun mengaku tenaga medis megap-megap. Oksigen, infus, hingga obat-obatan habis. “Kondisinya chaos. Kami butuh pasokan medis segera,” ucapnya. BPBD dan relawan pun ikut turun tangan, mendirikan tenda darurat di halaman kantor kecamatan.

READ  PT BMU Ekspansi Bisnis, Buka BREWi JAYA Coffee Di TMII & Donasi Dana Abadi Ke UB

Tak hanya keluarga dan pihak puskesmas yang cemas, para supir ambulans juga ikut tegang dan kehabisan tenaga. Rifki (35), sopir ambulans dari Desa Cijenuk, sudah tiga hari bolak-balik jemput pasien. “Sejak Senin, tidak berhenti antar anak-anak ke puskesmas dan RSUD. Badan rasanya rontok,” ucapnya.

Baca juga : Buru 200 Penunggak Pajak, Purbaya Diback Up KPK

Ana (40), sopir ambulans lain, hampir celaka saat buru-buru menyalip demi membawa pasien. “Nyaris tabrakan sama ambulans lain. Alhamdulillah selamat. Yang penting anak-anak sampai rumah sakit,” katanya.

Di lorong GOR, seorang ibu menangis sambil mengipasi anaknya yang pucat dengan kardus cokelat bekas. Suara sirine ambulans bersahut-sahutan. Aroma obat bercampur keringat memenuhi ruangan.

Petaka bermula sekitar pukul 11.00 WIB. Seusai jam makan siang dengan menu nasi, ayam geprek, strawberry, selada, tomat, tahu, dan sambal, sejumlah siswa mengeluh pusing, perut panas, lalu muntah. Jumlah korban membludak.

Data sementara, total 631 siswa keracunan MBG. Sebelumnya, sejak Senin (22/9) hingga Selasa (23/9), sudah 411 siswa dilaporkan sakit. Gejala beragam: mual (288), muntah (109), pusing (159), sesak napas (100), hingga dua siswa mengalami kejang.

“Ini sudah masuk Kejadian Luar Biasa (KLB). Statusnya ditetapkan Bupati Bandung Barat sehari sebelum gelombang baru keracunan ini terjadi,” terang Yuyun.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Prof Dadan Hindayana langsung turun ke lokasi. Ia menyebut keracunan massal ini terjadi karena keteledoran. Kata dia, biang keroknya bukan di kualitas lauk, tapi di waktu memasak. 

“SPPG masak terlalu dini. Jeda terlalu lama membuat makanan basi,” katanya.

Dadan pun menginstruksikan standar baru: dapur MBG harus mulai masak setelah pukul 01.30 dini hari. Selisih antar-masak dan distribusi tak boleh lebih dari empat jam. Ia juga mengingatkan dapur baru agar jangan langsung dipaksa menyuplai ribuan porsi. 

READ  Bahlil AMPI Di Bawah Ketum Jerry Jadi Lokomotif Gerakan Pemuda

Baca juga : Gunakan Jurus Sumitronomics, Purbaya Kejar Ekonomi 8%

“Belajar dulu dari 2 sekolah, naik ke 4, lalu 10. Baru setelah mahir, suplai penuh,” jelasnya.

Berulangnya kasus keracunan massal usai menyantap MBG menuai keprihatinan dari banyak kalangan. Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah mengevaluasi total program MBG yang terus menelan korban.

“Jangan saling menyalahkan, tapi kita evaluasi bersama sehingga tidak terulang kembali,” ujad Puan.

Politisi PDIP ini berjanji,  DPR akan turun langsung ke lapangan dan dapur penyedia untuk melakukan pengawasan. Akar masalah program tersebut sehingga menimbulkan banyak korban harus dicari.

“Kami akan melakukan pengawasan tempat-tempat yang mana ada masalah di dapur-dapur MBG untuk melihat secara langsung,” kata Puan.

Desakan evaluasi MBG juga datang dari Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI). Selama evaluasi berjalan, FSGI meminta pelaksanaan MBG untuk sementara dihentikan sampai proses selesai.

Sekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung menilai, MBG sejak awal tidak disertai perencanaan yang jelas dan terukur, sehingga timbullah keracunan. Data yang dihimpun FSGI, ada sekitar 6.000 orang penerima MBG. 

Mereka mendata keracunan MBG terjadi pada 14 provinsi, yakni Pangkal Piang Bangka Belitung, Garut, Cianjur, Sukoharjo, Solo, Sragen, Lamongan, Madura, Ngawi, Situbondo, Sleman, Gunung Kidul, DKI Jakarta, Lebong, Kota Batam, Polewali Mandar, Kabupaten Banggai, Bau Bau, Bireun, Kupang, Sumba, Sumbawa, dan Nunukan.

Baca juga : Prabowo Panen Tepuk Tangan Di Sidang PBB

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebut, per 21 September, MBG telah membuat 6.452 anak keracunan. Sedangkan data BGN per 22 September, hanya ada 4.711 kasus keracunan. 

Di luar perbedaan data tersebut, Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menyebut, seharusnya Pemerintah menetapkan sebagai KLB, dan menghentikan program sementara untuk evaluasi menyeluruh.

READ  IMI Akan Gelar E-Rallytage Mobil Listrik, dengan Check Point Tempat Bersejarah

Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari menyoroti soal Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) yang harus dimiliki oleh SPPG. Dikutip dari rilis resmi KSP, dari 8.583 SPPG atau dapur makan bergizi gratis (MBG), hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS sehingga 8.549 lainnya belum mengantongi SLHS hingga 22 September 2025.

“Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari, Senin (22/9/2025),

Selain itu, Qodari juga menyoroti catatan Kemenkes terkait kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan.

Berdasarkan data yang diperolehnya, dari 1.379 SPPG, ternyata hanya 413 yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) Keamanan Pangan. Bahkan, hanya ada 312 di antaranya yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.

“Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada, SOP Keamanan Pangan harus ada dan dijalankan,” ujar Qodari. 

Namun, Menko PM Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengaku setuju untuk dilakukan evaluasi MBG. Namun, untuk dihentikan, Cak Imin menyatakan penolakan. “Tidak ada rencana penyetopan. Saya belum mendengar,” katanya. 


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *