Maju Tapi Hilang

Nasional521 Dilihat


BUDI RAHMAN HAKIM

BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka – Kita bangga menyebut Indonesia sebagai negara berkembang pesat. Infrastruktur menjulang, pertumbuhan ekonomi stabil, teknologi merambah desa. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baru saja dirilis: grafiknya naik, pendapatan meningkat, dan usia harapan hidup bertambah. Tapi, di sisi lain, angka gangguan melonjak, kekerasan sosial membiak, dan ketimpangan tetap tak tersentuh. Di mana letak majunya jika masyarakat merasa makin jauh dari rasa aman, adil, dan tenteram?

Ini bukan soal sinisme, tapi kegelisahan kolektif. Kita menyebut ini era digital, tapi remaja bunuh diri semakin sering terjadi. Kita bicara inklusi sosial, tapi pengungsi lokal dan masyarakat adat kehilangan ruang hidup. Masyarakat kehilangan tempat bertanya, sementara negara terlalu sibuk mengagumi dashboard statistik. Inilah era ketika pembangunan melesat cepat, tapi hati nurani tertinggal jauh di belakang.

Baca juga : Negara Tanpa Jiwa

Bangsa ini seperti kendaraan yang dipacu kencang tanpa tahu arah. Di depan tampak cerah, tapi tidak jelas ke mana sebenarnya kita menuju. Apakah pembangunan ini untuk manusia atau hanya untuk mesin ekonomi? Jika jawaban jujur tidak bisa ditemukan di perkampungan miskin, di ruang kelas bocor, atau di antrean pasien BPJS, maka ada yang keliru dalam definisi kita tentang kemajuan.

Kita lupa bahwa negara dibangun bukan untuk mendandani angka, tapi untuk memanusiakan rakyatnya. Ukuran kemajuan bukan hanya seberapa banyak proyek rampung, tapi seberapa banyak hidup yang tertolong. Saat pembangunan hanya menjangkau yang kuat dan berpunya, maka kita sedang menciptakan bangsa maju yang rapuh di dalam. Bangunan tampak kokoh, tapi isi masyarakatnya keropos oleh kegelisahan dan keputusasaan.

Baca juga : Revolusi Tanpa Senjata

READ  BSI International Expo 2025 Hadirkan Maher Zain Secara Ekslusif

Krisis spiritualitas sosial inilah yang harus diakui. Bukan semata agama dalam pengertian ritual, tapi nilai yang hidup dalam kebijakan: adil, bijaksana, dan berpihak pada yang kecil. Tanpa itu, negara akan tetap hidup—tapi kehilangan jiwa. Dan tak ada pembangunan sehebat apa pun yang bisa menyelamatkan bangsa yang kehilangan arah nilai.

Pemerintahan baru memiliki peluang untuk memperbaiki ini. Tapi peluang tak akan berarti jika tetap terjebak pada paradigma lama: pembangunan sebagai proyek, bukan proses penyembuhan sosial. Kita butuh pendekatan yang lebih manusiawi, bukan hanya struktural. Kita butuh narasi yang menguatkan harapan, bukan hanya laporan kinerja.

Baca juga : Politik Tanpa Pelayanan

Kemajuan sejati bukan soal kecepatan, tapi ketepatan. Dan bangsa besar bukan yang paling cepat berubah, tapi yang tahu dengan pasti: ke mana ia akan pergi, dan siapa yang harus ia jaga dalam setiap langkahnya. Jika arah itu tidak segera ditegaskan, maka kita akan terus maju—tapi perlahan-lahan kehilangan diri.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *