Kementerian PKP dan Stake Holder Bangun Rumah Untuk Rakyat

Infrastruktur71 Dilihat

Gebrakan dan terobosan dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menggugah semangat semua stake holder untuk bersama-sama berkolaborasi bergotong royong membangun rumah rakyat. Peran dan kehadiran pemerintah dalam penyediaan rumah untuk rakyat telah dinantikan sebelumnya, mengingat selama ini pemerintah dianggap mengabaikan sektor perumahan. Forum diskusi disertai dengan usulan dan rekomendasi telah lama dilakukan, namun pada kenyataannya masih belum terealisasi bahkan mungkin tidak sempat ditindaklanjuti lebih jauh. Pembentukan kementerian yang terpisah dari Kementerian PUPR, meningkatkan harapan stake holder industri properti dalam penyediaan rumah rakyat. Diharapkan sektor perumahan tidak lagi menjadi ‘anak tiri’ karena sudah ada kementerian yang akan mengurusnya.

Anomali Anggaran Sektor Perumahan

Sektor perumahan dan Properti menyumbang dan memberikan multiplier-effect yang besar dalam perekonomian nasional, dengan kontribusi sebesar 14-16% terhadap PDB, dan kontribusi terhadap penerimaan perpajakan sekitar 9,3% atau sebesar Rp185 triliun per tahun, serta menyumbang ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp92 triliun atau sekitar 31,9% dari PAD Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Bahkan pemerintah sudah mengakui sektor perumahan dan properti dapat menjadi lokomotif perekonomian nasional.

Meskipun demikian melihat dari porsi anggaran sektor perumahan terhadap APBN relatif masih sangat kecil. Bandingkan dengan anggaran kesehatan sebesar Rp186,4 triliun atau 5,6% dari APBN 2024 dan sektor pendidikan Rp665 triliun atau sebesar 20%. Sektor perumahan pada tahun 2024 memiliki anggaran Rp14,681 triliun ditambah dengan anggaran FLPP sebanyak 200.000 unit rumah sebesar Rp18,02 triliun sehingga total hanya sebesar 1% dari APBN.

Di tengah harapan para stake holder terhadap sektor perumahan dengan dibentuknya Kementerian PKP, anggaran sektor perumahan tahun 2025 mengalami penurunan menjadi sebesar Rp5,27 triliun dan terkena efisiensi menjadi Rp3,46 triliun. Meskipun terdapat rencana anggaran FLPP yang meningkat menjadi 300.000 unit rumah di tahun 2025, namun secara keseluruhan masih lebih rendah dibandingkan tahun 2024. Kondisi ini menjadi anomali dengan niat pemerintah untuk memberikan perhatiannya pada sektor perumahan. Keseriusan pemerintah dipertanyakan, karena dengan anggaran tersebut belum tercermin program-program perumahan ke depan yang akan menjadi sektor unggulan.

Belum Ada Roadmap Sektor Perumahan

Sektor perumahan nasional saat ini diakui belum terstruktur dengan baik. Lebih dari itu, fundamental sektor perumahan nasional masih rapuh. Dari faktor demand, pasar permintaan rumah untuk rakyat sangat besar namun masih masih terkendala daya beli yang rendah. Selain itu faktor supply masih sangat terbatas terkait dengan ketersediaan lahan dan ketersediaan rumah yang sesuai dengan daya beli. Dari sisi pembiayaan, belum ada lembaga pembiayaan yang benar-benar dapat mengakomodir faktor permintaan. ‘Dana abadi’ pembiayaan perumahan masih berproses dengan banyaknya lembaga-lembaga pembiayaan perumahan namun belum terintegrasi dengan baik.

READ  Astra Land Hadirkan Klaster Rivella di Altera BLVD, Hunian Eksklusif yang Menenangkan dengan Konsep Hijau

Hal ini membuat banyak kebijakan perumahan yang dikeluarkan seakan tambal sulam dan terkesan mendadak tanpa perencanaan, bahkan mungkin tidak banyak inovasi yang dilakukan untuk mendongkrak sektor perumahan. Kebijakan yang diambil saat ini dihasilkan tanpa ada data dan informasi yang mendukung di tengah keterbatasan data untuk perumahan di Indonesia. Bagaimana selama ini program perumahan seperti, program sejuta rumah, program 1000 tower rusunami, bahkan program 3 juta rumah disampaikan tanpa dukungan data yang informasi. Program yang ada masih bersifat jangka pendek dan menengah dan tidak ada roadmap yang jelas dan terstruktur untuk membenahi fundamental sektor perumahan nasional yang rapuh.

Baca Juga, Golden Property Awards 2025 Siap Jadi Momen Reuni Para Tokoh Properti Legendaris

Yang menarik setelah program diputuskan, baru kemudian data dan informasi dikumpulkan untuk mendukung program tersebut. Terlepas dari muatan politis di dalamnya, akan lebih baik bila semua dilakukan dengan data dan asumsi yang mendukung.

Belum lagi bila berbicara mengenai kuota FLPP yang selalu habis dalam memenuhi sisi permintaan tanpa ada antisipasi pemerintah karena terjadi hampir setiap tahun. Habisnya kuota FLPP akan membuat para pengembang rumah subsidi mengalami ‘kalah’ cash flow karena pastinya tidak ada pencairan dari perbankan atas rumah yang sudah dibangun. Di sisi lain mereka harus tetap membayar bunga kredit kontruksi. Hal ini tentunya mengganggu keberlangsungan para pengembang rumah subsidi.

Kelembagaan Sektor Perumahan

Dalam bidang kelembangaan, saat ini sudah terbentuk Kementerian PKP, Badan Bank Tanah, Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3), dan Tapera. Masing-masing lembaga mempunyai harusnya fungsi dan kewenangan yang dapat diintegrasikan. Pembagian fungsi kelembangaan terkait pembuat kebijakan dan fungsi eksekusi dan koordinasi harusnya dapat ditetapkan lebih jelas. Peran Kementerian PKP saat ini dinilai tidak bisa mencakup semua fungsi tersebut dalam jangka panjang. Namun di sisi lain Badan Bank Tanah saat ini belum sepenuhnya fokus ke sektor perumahan dan masih tertuju pada kesiapan bank tanah untuk infrastruktur. Tidak jauh berbeda dengan BP3 yang dibentuk sejak UU Cipta Kerja juga berjalan tidak optimal karena ketidakjelasan wewenang. Sementara itu Tapera masih menyimpan polemik. Polemik yang terjadi seharusnya bukan dari aspek fungsinya melainkan dari aspek tata kelola yang dikhawatirkan masyakarat terkait dengan pengawasan dan pengelolaan dana yang dinilai masih sangat rentan penyelewengan.

READ  Golden Property Awards 2025 Siap Digelar

Konsep bank tanah khusus untuk perumahan sudah banyak didiskusikan. Bahkan secara resmi, Indonesia Property Watch (IPW) melalui Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) telah mengusulkan kepada Presiden Jokowi saat itu, namun belum ada tindak lanjut.

Lintas Kementerian

Sektor perumahan merupakan satu-satunya sektor yang sangat banyak beririsan dengan kementerian lain selain Kementerian PKP, antara lain Kementerian ATR/BPN, Kementerian PANRB, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, bahkan bisa juga dikaitkan dengan kementeriankementerian lain dengan intensitas yang bervariasi.

Saat ini pemerintah daerah kota/kabupaten belum menempatkan sektor perumahan sebagai sektor yang mendapat perhatian di wilayahnya masing-masing. Sektor perumahan masih menjadi domain pemerintah pusat. Beberapa harmonisasi kebijakan dan peraturan sudah dilakukan namun tidak ada yang benar-benar serius untuk dapat menyelesaikannya.

Good Governance

Paling tidak terdapat beberapa aspek good governance yang menjadi perhatian ketika sebuah kebijakan ditetapkan, yaitu akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi, ditambah dengan sosialisasi.

Rencana pembangunan rumah gratis dengan hibah tanah dari Bapak Menteri Maruarar Sirait pastinya menjadi niat baik yang perlu diapresiasi. Namun dari sisi rule of law, hal ini masih harus dilandasi dengan aturan yang jelas sehingga tidak menimbulkan pemikiran spekulatif. Keterlibatan para pengusaha yang ‘terpilih’ menjadikan program ini terkesan eksklusif hanya untuk pengembang tertentu. Dalam dunia bisnis hal ini mungkin wajar, namun tentunya akan berbeda ketika dalam hubungannya dengan lembaga pemerintah.

Hal lain dari penyediaan tanah hasil sitaan Kejaksaan Agung yang perlu diperjelas payung hukumnya untuk menhindari sengketa lahan dan kepastian land title atas lahan tersebut. Faktor akuntabilitas menjadi penting terkait hal tersebut dalam hubungannya dengan kepastian hukum.

Salah satu usulan yang dapat dilakukan adalah dengan menjalankan kebijakan Hunian Berimbang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Peraturan Pemerintah ini telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Beberapa permasalahan masih menjadi polemik namun bukan tidak dapat terselesaikan jika pemerintah serius akan menjalankannya. Dengan aturan ini akan menjadi aspek keadilan dan kepastian hukum bagi para stake holder yang ingin berkontribusi bagi bangsa dan negara dan tidak melanggar hukum.

READ  Menteri PU Dody Tinjau Rehabilitasi Daerah Irigasi Mrican di Nganjuk

Dari aspek transparansi saat ini banyak rencana pemerintah yang disampaikan ke publik sebelum semuanya matang dikoordinasikan. Banyak beberapa contoh, antara lain bagaimana kebijakan PPNDTP yang dikeluarkan namun para pengembang masih harus menunggu berbulan- bulan sebelum PMK dari Kementerian Keuangan ditandatangani dan ditetapkan. Contoh lain terkait penghapusan pajak PPN dan BPHTB yang rencana akan dihapuskan pada tahun 2025. Kondisi ini memicu permasalahan tersendiri di lapangan. Menjadi pertanyaan dari masyarakat konsumen terkait kapan berlakunya aturan tersebut. Selama periode tersebut sebagian masyarakat mulai terkesan menunda pembelian sampai aturan tersebut ditetapkan. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap penjualan rumah pengembang dan sedikit banyak akan mengganggu cash flow pengembang. Transparansi terukur dapat dijadikan solusi untuk dapat menyampaikan rencana pemerintah ke publik setelah semua koordinasi dan perencanaan dimatangkan.

Aspek Partisipasi dengan kehadiran pemerintah dalam penyediaan rumah rakyat sangat dinantikan, termasuk peran BUMN. Saat ini hampir semua lahan-lahan di simpul-simpul transportasi masal seperti kereta api, MRT, dan LRT dikuasai oleh BUMN. Perencanaan yang dilakukan terlihat masih belum matang dan tanpa data. Target yang ingin dicapai tidak sepenuhnya difokuskan terhadap manfaat melainkan masih sebatas target fisik berapa banyak yang dapat dibangun. Harga jual unit hunian yang relatif tinggi masih menjadi permasalahan karena pada akhirnya akan berimbas pada tidak tercapainya target penjualan dan masyarakat tidak dapat memanfaatkannya dengan baik. Kesiapan sumber daya BUMN masih harus dipertanyakan khususnya di bidang properti. Dan yang penting diantara perusahaan BUMN pun harus dapat menyamakan persepsi terkait kontribusinya untuk rumah rakyat yang lebih terjangkau.

Faktor lain adalah terkait sosialisasi yang akan berperan penting bagi pemerintah untuk dapat menyampaikan program-programnya ke masyarakat. Saat ini bahkan masih banyak yang belum mengetahui mengenai program subsidi FLPP, PPN DTP, atau program rumah rakyat lainnya. Peran media dan kepiawaian public relation pemerintah harus juga menjadi perhatian.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/kementerian-pkp-dan-stake-holder-bangun-rumah-untuk-rakyat/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *