Hukum Tajam Ke Oposisi, Tumpul Ke Pendukung Rezim?

Nasional295 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Kita semua pernah mendengar anekdot lama “Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas.” Artinya, hukum berlaku keras terhadap rakyat kecil, namun lunak kepada pejabat, orang kaya, dan para bohir. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak kasus yang melibatkan elite politik dan pebisnis besar hilang begitu saja, raib tanpa jejak. Silakan cari di Google—atau minta bantuan AI, seperti yang dianjurkan oleh Wakil Presiden kita.

Namun kini, anekdot tersebut layak direvisi: “Hukum tajam ke oposisi, tumpul ke pendukung rezim.” Para pendukung kekuasaan disambut karpet merah menuju kursi komisaris, sementara mereka yang berada di barisan oposisi justru disambut dengan rompi oranye KPK atau rompi pink milik Kejaksaan.

Contoh aktualnya adalah kasus yang menimpa Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan dan pendukung Anies Baswedan pada Pilpres 2024. Ia kini tengah menjalani proses hukum terkait dugaan korupsi impor gula saat ia menjabat. Banyak pakar hukum menilai, proses hukum yang menjerat Tom cacat dan lemah—atau setidaknya, sangat sumir.

Penuh Kejanggalan

Hingga tulisan ini dibuat, vonis belum dijatuhkan. Sidang sudah mencapai tahap akhir: pledoi terdakwa, replik JPU, dan duplik dari penasihat hukum. Jika Anda mencermati pledoi yang disampaikan, terlihat jelas kelemahan dalam dakwaan jaksa. Bahkan, mungkin cukup untuk ditulis dalam sebuah buku tersendiri.

Baca juga : Kuasa Hukum Hasto Protes, Tolak 3 Penyidik KPK Jadi Saksi

Yang menarik, Tom Lembong menyatakan dukungan terbuka kepada Anies pada Oktober 2023. Bulan itu pula, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas kasus ini diterbitkan. Lalu, status tersangka diumumkan tepat setelah pelantikan pemerintahan baru yang masih terasa seperti rezim lama pada Oktober 2024. Kebetulan? Atau pesan politik?

READ  Turnamen Roland Garros, Djokovic Cetak 100 Kemenangan

Lebih aneh lagi, penetapan tersangka dilakukan sebelum audit dari BPKP selesai. Padahal, BPKP adalah lembaga resmi di bawah Presiden yang bertanggung jawab atas penghitungan kerugian negara.

Pertanyaan logis muncul: Bagaimana mungkin seseorang ditetapkan merugikan negara jika hasil audit belum keluar? Ibaratnya, seseorang dituduh mencuri sebelum dibuktikan ada barang yang hilang. Ironisnya, lembaga yang belum menyelesaikan audit ini berada langsung di bawah Presiden. Silakan simpulkan sendiri arah dan implikasinya.

Kronologi 

Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024. Ia dituduh menyebabkan kerugian negara sebesar Rp400–578 miliar (sekitar $25–38 juta), atas kebijakan impor gula saat menjabat pada 2015–2016.

Baca juga : Dubes Bahrain Ketemu Menpora, Bahas Keamanan Pertandingan Kedua Timnas

Awalnya, jaksa menyatakan bahwa Tom melakukan impor tanpa melalui rapat koordinasi antar kementerian. Namun kemudian, tuduhan berubah—bahwa impor dilakukan meskipun rapat menyatakan stok cukup.

Lebih janggal lagi, dalam konferensi pers Jaksa Agung, kerugian negara diartikan sebagai potensi kehilangan keuntungan oleh BUMN, karena penugasan impor diberikan ke pihak swasta. Artinya, tak ada korupsi dalam bentuk konvensional—hanya kerugian peluang bisnis.

Pada Februari 2025, tuduhan kembali bergeser. Fokus kini pada dugaan kelebihan bayar oleh PT PPI dalam pembelian gula putih di atas Harga Patokan Petani (HPP), serta kerugian fiskal karena beberapa pajak lebih kecil saat impor gula mentah dibanding gula putih.

Dalam semiotika Charles Sanders Peirce, makna tidak muncul secara tunggal. Ia hadir melalui tiga tahap. Pertama, Immediate Interpretant – pemaknaan spontan. Kedua, Dynamical Interpretant pemaknaan kontekstual berdasarkan pengalaman dan ketiga, Final Interpretant – pemaknaan ideal setelah refleksi rasional dan mendalam.

Sayangnya, sebagian besar publik Indonesia hanya terjebak pada tahap pertama. Melihat rompi pink, langsung menyimpulkan: koruptor! Media, aparat, dan buzzer bekerja bersama membentuk citra buruk—bukan hanya terhadap individu, tapi juga terhadap kubu oposisi secara keseluruhan.

READ  Permudah Nasabah Korporasi Kelola Keuangan Lebih Efisien QLola by BRI Cetak Volume Transaksi Rp8 400 Triliun

Baca juga : Harga Emas Amblas Ke Posisi Rp 1.679.000 Per Gram

Presiden pernah berjanji akan mengejar koruptor hingga ke kutub utara. Tapi sangat disayangkan, “koruptor” pertama yang ditangkap justru berasal dari kubu lawan politik. Padahal, masih banyak kasus besar dan terang benderang yang hingga kini belum tersentuh.

Oleh: Dr. H. Ramadhan Pohan, MIS

Penulis:  Mantan DPR RI & Pengajar S2 Komunikasi Politik

 


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *