
RM.id Rakyat Merdeka – Investasi emas diprediksi terus mengalami tren positif meskipun mengalami fluktuasi dari sisi harga.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI pun kian agresif dalam menggarap potensi bisnis emas tersebut, khususnya dalam mengelola bank bulion (Bullion Bank). Terutama di segmen nasabah prioritas BSI, investasi emas dinilai menjadi prospek bisnis yang tepat dalam pengelolaan portofolio investasi mereka.
Direktur Utama BSI Anggoro Eko Cahyo mengatakan, melihat dinamika global pergerakan harga yang dinamis, valuta asing (valas) yang terus naik, tetapi emas justru stabil.
“Dengan lisensi bulion yang dimiliki BSI, tersedia produk gadai, cicil emas hingga yang terbaru, simpanan emas yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan investasi dan likuiditas nasabah,” ujarnya dalam acara Priority Gathering Wealth Insight di Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Untuk itu, BSI, sambung Anggoro, melalui berbagai strategi, BSI tidak hanya memperkuat posisinya di pasar bullion, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi syariah yang berkelanjutan di Indonesia.
Salah satunya melalui kegiatan tersebut, nasabah prioritas BSI mendapatkan keuntungan eksklusif berupa akses lebih awal terhadap insight atau wawasan bisnis, khususnya dalam sektor bulion.
Hal ini menjadi keunggulan BSI karena bank ini memegang lisensi bulion yang memungkinkan mereka memiliki pengetahuan paling mendalam tentang bisnis emas dibandingkan bank lain. Termasuk dukungan dari Danantara, sebagai pemegang saham BSI, kata Anggoro, memberikan pandangan strategis ke depan.
Baca juga : Perdana Di RI, BRI Manajemen Investasi Rilis KIK EBA Syariah Di BEI
“Danantara berkomitmen untuk mendorong BSI secara agresif di sektor bulion,” ucapnya.
Bisnis emas pun diprediksi terus mengalami tren positif untuk investasi emas. Negara-negara besar bahkan menggunakan emas sebagai instrumen investasi utama, sehingga prospek bisnis bulion di Indonesia sangat menjanjikan.
Hingga September 2025, jumlah nasabah prioritas BSI mencapai 73 ribu dengan dana kelolaan sekitar Rp 80 triliun, mengalami pertumbuhan aset sebesar 26 persen year on year (yoy).
Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna menambahkan, pasca BSI mengantongi izin bulion jasa simpanan emas, diharapkan layanan tersebut memberikan alternatif investasi lebih fleksibel bagi nasabah.
“Selama ini masyarakat hanya membeli emas dan menitipkannya. Dengan simpanan emas, mereka bisa memiliki aset emas yang tercatat di neraca bank, sehingga meningkatkan kepercayaan dan transparansi,” ujarnya.
Menurut Anton, produk ini memungkinkan emas yang disimpan menjadi bagian dari aset bank dan dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan bagi nasabah lain.
Namun, untuk tahap awal, BSI masih menggunakan model simpanan emas yang belum sepenuhnya dialokasikan karena izin pembiayaan emas masih dalam proses.
Baca juga : Kemenperin Kembangkan BPIPI Sidoarjo Jadi Pusat Inovasi Alas Kaki Nasional
Selain simpanan emas, BSI juga menawarkan produk cicil emas dan gadai emas yang sudah berjalan lama, memberikan kemudahan bagi nasabah untuk berinvestasi dengan berbagai pilihan.
Dukungan Ekonom
Managing Director sekaligus Chief Economist Danantara Reza Yamora Siregar menyampaikan, peluang besar dari pengembangan bulion di Indonesia masih sangat besar, mengingat estimasi nilai emas yang beredar di masyarakat mencapai sekitar 1.800 ton senilai Rp 300 triliun.
Selain itu, produk investasi keuangan yang masih terbatas (financial deepening). Sekitar 70 persen investasi masuk dalam SBN (Surat Berharga Negara).
“Sehingga diperlukan produk yang lebih beragam, salah satunya melalui investasi emas di bisnis bank bulion ini,” katanya.
Menurut Reza, kebijakan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) juga akan terus mendorong bulion menjadi produk investasi perbankan, membuka potensi signifikan bagi pasar emas di Indonesia.
Di Danantara, ujar Reza, Indonesia punya semua ekosistem bisnis emas. Mulai dari Antam sebagai pemasok memastikan suplai cadangan emas, dan bisnis bulion melalui BSI dan Pegadaian.
“Dengan dukungan ekosistem ini, target visi Indonesia Emas 2045 sangat memungkinkan untuk dicapai,” ucapnya.
Baca juga : Bali, NTB, Dan NTT Dorong Integrasi Pembangunan Kawasan Selatan
Reza mengatakan, jika emas dijadikan instrumen pembiayaan, potensi nilainya sangat besar.
“Harga emas yang terus naik, namun relatif stabil menjadikannya aset investasi yang menarik,” kata Reza.
Senada dengan hal tersebut, Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, kehadiran bank bulion di Indonesia diharapkan mampu memperkuat rantai pasok emas domestik.
“Namun, untuk bisa berhasil, perlunya membangun ekosistem bisnis emas yang lengkap dengan standar dan regulasi yang jelas. Khususnya dalam menggarap potensi di pasar ritel dan syariah,” ucapnya.
Saat ini, negara-negara maju seperti China, terus membeli emas sebagai cadangan devisa negaranya. Mengingat karena nilainya yang stabil, terutama saat ekonomi global bergejolak, serta berfungsi sebagai pelindung nilai kekayaan dan pendorong stabilitas ekonomi.
Banyak institusi meramalkan all-time high dari harga emas, berkisar di antara 4.400-6.000 dolar Amerika Serikat (AS) per Oz hingga tahun 2028.
“Hal ini menjadi katalis positif bagi konsumen, lembaga, dan negara yang menjadikan emas sebagai hedging dan instrumental investasi yang dapat menghasilkan return hingga 19,5 persen,” pungkas Aviliani
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.












