Dari Tanah Melayu Menuju Panggung Dunia

Nasional146 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Tepuk tangan riuh menggema di ballroom Hotel Alpha, Pekanbaru, awal Agustus 2025. Dalam Musyawarah Provinsi Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PSTI) Riau, Rudianto Manurung terpilih secara aklamasi untuk memimpin PSTI Riau empat tahun lagi, periode 2025–2029.

Rudianto berdiri tenang di podium. Jasnya sederhana, kancing atas dibiarkan terbuka. “Empat tahun kemarin belum menghasilkan apa-apa,” katanya lirih, disambut hening ruangan. Kalimat itu bukan basa-basi. Bagi Rudianto, kepemimpinan bukan ajang klaim, melainkan panggilan pengabdian.

Sosok ini memang jauh dari citra pejabat olahraga yang sibuk konferensi pers. Ia lebih sering di lapangan, berbicara dengan pelatih, memeriksa bola rotan, atau duduk di bangku penonton memantau anak-anak muda yang berlatih di bawah terik matahari.

“Kalau mengurus sepak takraw Riau menjadikan saya miskin, tak apa-apa,” ucapnya, suatu kali kepada pengurus. Kalimat itu terdengar ekstrem, tapi bukan kiasan. Ia sering memakai uang pribadi untuk transportasi atlet, membayar penginapan, dan membelikan perlengkapan latihan.

Membangun dari Akar

Ketika pertama kali menjabat Ketua PSTI Riau pada 2021, organisasi itu dalam kondisi nyaris mati suri. Kepengurusan lama vakum, turnamen sepi, dan atlet kehilangan arah. Tapi Rudianto, seorang pengacara yang menekuni olahraga dari hati, memilih mulai dari bawah.

Baca juga : Wamen Fajar: Sekolah Maju Punya Tanggung Jawab Moral Dan Profetik

Ia berkeliling ke kabupaten satu per satu – Rokan Hulu, Bengkalis, Indragiri Hilir – membangkitkan kembali semangat pelatih dan pemain. Ia tahu betul, sepak takraw bukan sekadar olahraga, tapi bagian dari identitas Melayu yang mesti dijaga. “Kalau bukan kita yang merawat, siapa lagi?” ujarnya.

Di masa kepemimpinannya, Rudianto memprioritaskan pembinaan berjenjang. Ia memperbanyak kompetisi lokal, membuka pelatihan usia dini, menggandeng KONI dan Dispora untuk memperkuat infrastruktur. Langkah-langkah kecil itu membuahkan hasil besar.

READ  Airnav Berangkatin 3 Ribu Pemudik Pake Kereta Api

Dua tahun kemudian, Riau menjadi salah satu daerah penyumbang atlet terbanyak bagi tim nasional sepak takraw Indonesia. Dari tanah Melayu ini lahir nama-nama seperti Muhammad Hafiz dan Wan Annisa, yang menyumbangkan medali emas, perak, dan perunggu di SEA Games 2023 di Kamboja.

“Anak-anak Riau bisa bersaing di level Asia Tenggara,” kata Rudianto, dengan nada bangga tapi tertahan. “Mereka hasil kerja keras pembinaan yang kami tanam sejak awal.”

Diperhitungkan 

Prestasi itu membuat namanya diperhitungkan. Tapi Rudianto tetap bersikap sama: sederhana, menolak berlebihan, dan enggan mengklaim kesuksesan pribadi. “Saya hanya melanjutkan perjuangan orang-orang yang lebih dulu mencintai takraw,” ujarnya.

Baca juga : KMI 2025: Musik Indonesia Menuju Panggung Dunia

Sifat altruistiknya – mau tulus berkorban tanpa pamrih serta mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan orang lain daripada diri sendiri, membuat banyak pengurus daerah menaruh hormat. Menjelang Munas PB PSTI bulan depan, suara dukungan agar Rudianto maju ke level nasional pun terdengar nyaring.

“Beliau punya kerja nyata, bukan hanya pidato,” kata seorang pengurus KONI dari Sumatera Barat. “Figur seperti ini yang dibutuhkan untuk membawa sepak takraw Indonesia ke level dunia.” Kabar terkini menyebutkan, dukungan dari Pengprov kepada Rudianto untuk memimpin PB PSTI sudah mencapai lebih dari 50 persen.

Rudianto menanggapinya dengan tenang. Ia tak mau terlihat ambisius. Namun kepada rekan-rekan terdekatnya, ia kerap melontarkan cita-cita yang lebih besar: membawa sepak takraw Indonesia menjuarai Kejuaraan Dunia ISTAF yang digelar empat tahun sekali, serta King’s Cup – turnamen tahunan paling bergengsi di bawah Federasi Sepaktakraw Internasional.

Langkah ke Panggung Nasional

Mimpi itu bukan omong kosong. Di bawah Rudianto, PSTI Riau berhasil menghidupkan kembali kultur latihan dan kompetisi daerah. Ia menanamkan manajemen terbuka, disiplin, tapi tetap kekeluargaan. Setiap pengurus punya tanggung jawab yang jelas, setiap rupiah dana dicatat transparan.

READ  Bank Mandiri Salurkan BSU Ke 2,89 juta Pekerja Di Seluruh Indonesia

Visinya jika dipercaya memimpin PSTI nasional sederhana tapi jelas: memperkuat pelatnas dengan sistem meritokrasi, menggandeng sponsor jangka panjang, dan memastikan kesejahteraan atlet sebagai prioritas.

Baca juga : Okto Apresiasi Krisna Bayu Sukses Gelar Kejuaraan Dunia Sambo

“Sepak takraw bukan olahraga kecil. Ini warisan budaya yang bisa jadi kebanggaan bangsa,” ujarnya.

Baginya, olahraga Melayu itu bukan sekadar soal medali, tapi soal harga diri. Indonesia, negeri yang menjadi salah satu asal tradisi takraw, sudah seharusnya tak hanya menjadi penonton di arena dunia. “Kalau anak-anak Riau bisa juara di Asia Tenggara, maka anak-anak Indonesia bisa juara dunia.”

Sumpah di Lapangan Malam

Suatu malam, selepas rapat di Kantor PSTI Riau, Rudianto duduk di kursi plastik di pinggir lapangan. Lampu sorot memantulkan cahaya kuning pucat di bola rotan yang berputar di udara. Beberapa anak muda masih berlatih, tertawa ketika bola jatuh.

Rudianto memandang mereka lama. “Kalau nanti ada di antara mereka berdiri di podium dunia, itu sudah cukup bagi saya,” katanya pelan.

Ia tahu, mungkin tak semua pengorbanannya akan tercatat. Tapi di hatinya, sepak takraw bukan soal penghargaan pribadi, melainkan tentang menyalakan api yang lebih besar.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *