Daerah Berpeluang Jadi Pusat Pasar Karbon Berbasis Rakyat

Nasional5 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Yulisman, menilai terbitnya Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional merupakan tonggak penting bagi Indonesia dalam membangun ekonomi hijau.

Regulasi yang menggantikan Perpres 98/2021 ini memperkuat kepastian hukum, meningkatkan integritas sistem penghitungan emisi, serta membuka akses luas bagi pemerintah daerah untuk berpartisipasi dalam pasar karbon global melalui pengakuan terhadap standar internasional seperti Gold Standard dan Verra.

Menurut Yulisman, kebijakan baru ini memberi ruang strategis bagi daerah-daerah dengan potensi alam besar untuk menghasilkan nilai ekonomi baru dari aktivitas pengurangan emisi.

“Perpres ini bukan hanya alat mitigasi iklim, tetapi peluang ekonomi nyata. Daerah yang menjaga hutan, gambut, dan mangrove akan memperoleh manfaat finansial melalui mekanisme pasar karbon yang kredibel dan terverifikasi,” ujarnya, Selasa (28/10/2025).

Baca juga : MotoGP 2025 Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Daerah & Catat Penyelenggaraan Terbaik

Ia mencontohkan, Provinsi Riau, yang memiliki sekitar 5,3 juta hektare lahan gambut dan lebih dari 224 ribu hektare kawasan mangrove, merupakan salah satu wilayah dengan potensi karbon terbesar di Indonesia.

Jika sebagian kecil dari total luasan tersebut—misalnya 500 ribu hektare—dikelola dalam proyek karbon berstandar Gold Standard, potensi penyerapan emisi bisa mencapai sekitar 50 juta ton CO₂e selama periode proyek.

Dengan harga pasar karbon internasional berkisar antara US$10 hingga US$30 per ton CO₂e, nilai ekonomi yang dihasilkan dapat mencapai US$500 juta hingga US$1,5 miliar, atau setara Rp 8–24 triliun.

“Itu baru dari satu provinsi. Jika Kalimantan, Papua, dan Sulawesi juga mengembangkan proyek sejenis, potensi ekonomi karbon nasional bisa mencapai ratusan triliun rupiah dalam dekade mendatang,” jelas Yulisman.

READ  Pengurangan Pemain Asing Di Super League Sebuah Keharusan

Baca juga : Menperin: Industri Hijau Kunci Indonesia Bersaing Di Pasar Global

Ia menjelaskan, skema Gold Standard menekankan keterlibatan masyarakat lokal, perlindungan hak adat, serta manfaat sosial yang nyata.

Setiap proyek wajib menunjukkan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, seperti penciptaan lapangan kerja hijau, peningkatan pendapatan petani dan nelayan, serta konservasi ekosistem pesisir.

Dengan demikian, implementasi perdagangan karbon tidak hanya menciptakan pendapatan baru bagi pemerintah, tetapi juga memperkuat keadilan sosial dan pembangunan daerah.

Yulisman juga menyoroti pentingnya penerapan sistem Measurement, Reporting, and Verification (MRV) yang transparan agar setiap unit karbon yang dihasilkan memiliki kredibilitas internasional.

Baca juga : Cek Endra: Reklamasi Pasca Tambang Harus Jadi Karbon Sink

Ia mendorong pemerintah daerah untuk segera menyusun peta potensi karbon daerah, memperkuat kapasitas sumber daya manusia, dan menjalin kemitraan dengan BUMN, BUMD, koperasi, serta sektor swasta untuk memastikan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat.

Gold Standard membuktikan bahwa ekonomi hijau bukan hanya urusan angka dan investasi, tetapi tentang keadilan sosial dan kemandirian daerah.

“Dengan kekayaan alam seperti yang dimiliki Riau, Kalimantan, dan Papua, Indonesia punya peluang besar menjadikan karbon sebagai sumber kemakmuran baru yang berkelanjutan,” tutup legislator asal daerah pemilihan Riau II itu.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *