Cuaca Ekstrem Menerjang Dwarawati

Nasional198 Dilihat


DR Ki Rohmad Hadiwijoyo


DR Ki Rohmad Hadiwijoyo

Dalang Wayang Politik

RM.id  Rakyat Merdeka – Cuaca ekstrem melanda berbagai wilayah Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Fenomena yang tidak biasa ini ditandai oleh curah hujan yang tinggi, lonjakan suhu udara, serta perubahan arah angin yang tidak menentu. Kondisi ini merupakan dampak dari perubahan iklim akibat pemanasan global. Bila tidak dimitigasi dengan bijak, cuaca ekstrem dapat memicu bencana seperti banjir bandang, tanah longsor, hingga merebaknya berbagai penyakit.

“Sedang geger penangkapan gembong mafia minyak, Mo,” celetuk Petruk dengan nada serius. Romo Semar hanya tersenyum menanggapi. Namun sebenarnya, Romo Semar tengah galau memikirkan tata kelola perminyakan nasional. Produksi minyak (lifting) Indonesia terus menurun, kini hanya mencapai 525 ribu barel per hari. Padahal kebutuhan nasional mencapai 1,4 juta barel per hari. Artinya, ada defisit sekitar 900 ribu barel per hari yang harus ditutup dengan impor. Celah inilah yang dimanfaatkan para mafia minyak untuk mencari keuntungan pribadi.

Seperti biasa, Romo Semar memulai paginya dengan secangkir kopi pahit, ditemani pisang rebus dan jajan pasar—menu sarapan kesukaannya. Asap rokok klobot yang mengepul membawanya bernostalgia ke zaman Mahabarata, ketika kelalaian Prabu Kresna berujung bencana besar di Dwarawati.

Baca juga : Muhasabah Di Tahun Kelabang

Kocap kacarito, Prabu Kresna tak menyangka bahwa niatnya melindungi Abimanyu justru mengundang kutukan berupa bencana alam. Abimanyu melakukan kesalahan fatal terhadap pamongnya, Ki Lurah Semar. Para dewa di Kahyangan murka atas sikap Abimanyu yang dianggap keterlaluan.

Semar sebenarnya hanya ingin menasihati Abimanyu, yang kala itu hidup dalam kemewahan dan hedonisme, tak seperti para Pandawa yang hidup prihatin dan bertapa. Namun alih-alih menghargai, Abimanyu justru meludahi rambut kuncung Semar.

READ  Besok Terakhir KPK Ungkap 16 867 Pejabat Belum Lapor LHKPN

Setelah insiden itu, Abimanyu pergi ke Dwarawati untuk mengadu kepada Prabu Kresna, sekaligus menengok istrinya, Siti Sendari—putri dari Kresna sendiri. Karena kedekatannya, apa pun yang dilakukan Abimanyu selalu dibela oleh Kresna.

Baca juga : Kisruh Narasi Sejarah Tahta Hastina

Namun belum lama setelah kedatangannya, bencana datang menerjang. Banjir bandang dan angin puting beliung menghantam seluruh wilayah Dwarawati di tengah malam. Kerusakan parah terjadi, dan korban jiwa pun berjatuhan.

Kresna dan Abimanyu terpaksa mengungsi ke Kerajaan Amarta, tempat para Pandawa berada. Kedatangan mereka mengejutkan Pandawa. Kresna memohon bantuan untuk menanggulangi bencana di Dwarawati. Puntadewa pun mengutus Bima untuk membantu rakyat yang terkena musibah.

Dalam perjalanannya, Bima bertemu Dewa Bayu. Dewa Bayu menjelaskan bahwa bencana itu adalah akibat kelancangan Abimanyu terhadap Ki Semar. Satu-satunya cara menghentikan bencana adalah dengan permintaan maaf tulus dari Abimanyu kepada Semar.

Baca juga : Geger Rebutan Wilayah Tunggorono

“Romo Semar kalau tiwikrama, bisa menimbulkan bencana,” sela Petruk sambil nyengir. Romo Semar mengangguk dan menghela napas panjang.

“Pamong itu pangejawantahan dari rakyat, Tole,” jawabnya pendek. “Kalau pemimpin sudah tidak peduli pada lingkungan dan rakyat kecil, maka yang akan datang adalah kutukan dan bencana,” ujar Romo Semar, sebelum ngeloyor pergi. Oye


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *