Belum Berikan Kesejahteraan, UU Guru dan Dosen Segera Direvisi

Nasional3 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen akan direvisi. Regulasi yang telah berusia dua dekade itu dinilai belum mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan maksimal bagi guru dan dosen.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Sugiat Santoso menyebut, ada tiga persoalan mendasar dalam revisi UU Guru dan Dosen. Pertama, kesejahteraan guru swasta. Kedua, ketidakefektifan tata kelola institusi pendidikan. Ketiga, perlindungan profesi guru dari kriminalisasi.

“Kita perlu tegaskan dan konsistenkan untuk menuntaskan tiga persoalan ini,” tegasnya.

Sugiat menilai kesenjangan besar antara guru negeri dan guru swasta masih terjadi. Guru negeri memiliki struktur penghasilan yang lebih jelas, sementara banyak guru swasta masih menerima honor sangat rendah dan tidak memiliki gaji pokok.

“Upah mereka diperoleh atas kebijakan keuangan dari yayasan yang dihitung dari jumlah jam berdiri di kelas,” kata anggota Fraksi Gerindra ini.

Ia mencontohkan di daerah pemilihannya di Sumatera Utara (Sumut), masih ada guru swasta yang menerima gaji hanya Rp 600 ribu untuk enam bulan mengajar. Di sekolah negeri pun masalah serupa terjadi pada guru-guru honorer.

Baca juga : Prabowo Beri Arahan Soal Kesejahteraan Atlet Ke Erick Thohir

“Mereka terkadang digaji hanya Rp 300 ribu hingga Rp 600 ribu per bulan dengan menyesuaikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” ungkapnya.

Karena itu, Sugiat menekankan revisi undang-undang harus memuat skema tegas mengenai standar pengupahan yang adil bagi guru dan dosen swasta agar tidak bergantung pada kebijakan sepihak sekolah atau yayasan. “Harus ada gaji minimum nasional, provinsi, atau daerah untuk guru swasta,” tegasnya.

Ia juga menyoroti ketimpangan tata kelola pendidikan antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Kemenag memiliki struktur birokrasi kuat hingga tingkat madrasah ibtidaiyah (setara SD), sehingga pengelolaan guru lebih terarah.

READ  Relawan Arus Bawah Prabowo Gerindra Kuat dan Solid Dipimpin Prabowo

Sebaliknya, Kemendikdasmen tidak memiliki otoritas langsung terhadap guru SD, SMP, dan SMA, karena pengelolaan tenaga pendidik berada di bawah kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda). SD dan SMP berada di bawah kabupaten/kota, sementara SMA berada di tingkat provinsi.

Pengelolaan pendidikan yang terdesentralisasi ini, lanjutnya, menghadirkan nuansa politik yang kuat karena institusi sekolah secara tidak langsung harus tunduk pada kepala daerah. Kepala sekolah dipilih kepala daerah melalui dinas pendidikan.

“Hal ini yang membuat mereka kerap diharuskan terlibat dalam politik elektoral pada momen Pilkada,” ujarnya.

Baca juga : Pergeseran Peran Guru dan Krisis Karakter Siswa: Tantangan Berat di Era Digital

Ia menekankan perlunya perlindungan hukum yang jelas kepada guru saat menjalankan tugas. Ketentuan perlindungan profesi, katanya, harus dicantumkan secara eksplisit dalam undang-undang agar praktik kriminalisasi tidak terulang.

“Tidak boleh ada kriminalisasi, tidak boleh ujuk-ujuk orang tua memidanakan guru,” kata dia.

Anggota Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, menambahkan pihaknya sedang mematangkan reformasi legislasi besar di sektor pendidikan nasional dengan menggabungkan tiga undang-undang: UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi.

Konsolidasi regulasi ini bertujuan merangkum seluruh dinamika dan persoalan pendidikan yang sebelumnya diatur terpisah.

“Sekaligus menjadikan isu perlindungan dan peningkatan kualitas guru sebagai fokus utama,” jelas Fikri.

Ia menegaskan peningkatan kualitas dan kompetensi pendidik merupakan isu yang tidak bisa ditunda sehingga membutuhkan evaluasi menyeluruh dari seluruh pemangku kepentingan.

Baca juga : Astra Bersama Anak Bangsa Bangun Kesejahteraan dari Desa ke Masa Depan

Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengatakan, pihaknya telah mendorong revisi UU Guru dan Dosen di DPR. Tujuannya, agar tidak ada lagi perbedaan hak dan akses antara guru umum dan guru agama, khususnya untuk program pendidikan profesi dosen.

READ  Genap 93 Tahun Pemuda Muhammadiyah Serukan Totalitas Pemuda Negarawan

“Pendidikan profesi ini penting bagi para dosen. Soalnya menjadi syarat utama mendapatkan tunjangan sertifikasi dosen,” kata Nasaruddin dalam keterangannya, Selasa (25/11/2025).

Nasaruddin menambahkan, ke depan tidak boleh ada perbedaan lagi antara guru madrasah dan guru SD. “Inilah keadilan sosial, sama-sama anak bangsa,” pungkasnya.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *