Jakarta, propertyandthecity.com – Pemerintah tengah menggodok berbagai strategi untuk mengatasi backlog perumahan yang masih tinggi di Indonesia. Salah satu langkah yang diupayakan adalah memanfaatkan lahan-lahan yang dimiliki oleh berbagai institusi, termasuk BUMN dan kementerian, untuk pembangunan perumahan rakyat.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan sekaligus Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo, mengaku terkejut melihat luasnya lahan yang dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).
“Kaget saya KAI memiliki tanah dimana-mana,” kata Hashim dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2025 di Hotel Westin, Jakarta, dikutip Rabu (26/2/2025).
Secara rinci, Hashim menjelaskan di kawasan Manggarai terdapat lebih dari 64 hektare lahan, sementara di Tanjung Priok luasnya mencapai lebih dari 29 hektare. Selain itu, PT KAI juga memiliki lahan di berbagai kota lain, termasuk Semarang dan Surabaya.
Melihat potensi tersebut, Hashim menyatakan pemerintahan Prabowo berencana mengembangkan konsep Transit Oriented Development (TOD). Ia mencontohkan bagaimana Jepang, Hong Kong, dan China telah menerapkan model pembangunan vertikal di atas stasiun, dengan fokus utama menyediakan hunian bagi masyarakat menengah ke bawah, sementara kelas atas tidak menjadi prioritas dalam konsep ini.
“Mengenai tanah itu ada solusi, tanah pemerintah pusat dan juga daerah begitu besar, tanah tersedia, hanya saja butuh political will,” terang Hashim.
Selain PT KAI, Hashim juga mengungkapkan bahwa Kementerian Pertahanan, kementerian lainnya, serta sejumlah BUMN seperti Pertamina, PLN, dan Perumnas memiliki lahan yang tersebar di berbagai wilayah. Di sisi lain, ia menyoroti bahwa masih ada puluhan juta warga Indonesia yang belum memiliki rumah layak huni—jumlah yang bisa meningkat jika memperhitungkan masyarakat di perdesaan.
Karena itu, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mempercepat pembangunan perumahan guna mengurangi backlog atau kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan rumah. Backlog ini menjadi indikator penting dalam Rencana Strategis (Renstra) serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), angka backlog perumahan dalam 14 tahun terakhir menunjukkan tren fluktuatif. Pada 2022, jumlah backlog sempat mencapai titik terendah, tetapi masih berada di angka 11,6 juta unit. Dari jumlah tersebut, data Kementerian PUPR mencatat bahwa 93% backlog berasal dari kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dengan 60% di antaranya bekerja di sektor informal.
Namun, pada 2023, alih-alih menurun, angka backlog justru meningkat menjadi 12,7 juta rumah. Salah satu penyebab utamanya adalah ketidakseimbangan pasar, di mana terjadi kelebihan pasokan rumah (oversupply housing) pada segmen harga tinggi, sementara pasokan rumah terjangkau (undersupply affordable housing) masih sangat terbatas. Akibatnya, banyak masyarakat tidak mampu membeli rumah karena harga yang terlalu mahal.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintahan Prabowo mencanangkan program unggulan pembangunan tiga juta rumah murah. Program ini mendapat perhatian besar dari investor luar negeri, termasuk Qatar yang disebut Hashim siap membangun satu juta unit apartemen setelah Lebaran.
“Bulan April setelah Lebaran, investor dari Qatar mau bangun 1 juta apartemen. Nilainya US$ 18-20 miliar,” kata Hashim.
Qatar tidak hanya berkomitmen membangun satu juta apartemen, tetapi juga berencana menambah hingga lima juta unit apartemen dan rumah di perdesaan.
“Nanti akan dibawa lagi untuk pemerintah Qatar 3-5 juta apartemen dan rumah di perdesaan,” ungkap Hashim.
Selain Qatar, investor lain yang turut serta dalam program ini adalah Abu Dhabi melalui BUMN-nya, Mubadala Investment Company.
“Pemerintah Abu Dhabi lewat BUMN Mubadala ada investasi 1 juta. Ini adalah Foreign Direct Investment (FDI), investasi langsung di sektor perumahan,” jelasnya.
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/backlog-perumahan-makin-parah-pemerintah-godok-skema-tod/