
RM.id Rakyat Merdeka – Badan Legislasi (Baleg) DPR kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU PIP), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (18/9/2025). Kali ini, hadir antara lain Kepala Badan Keahlian DPR Bayu Dwi Anggono, dan CEO Hassanuddin Ali dari Alvara Institute.
Bayu menyebut urgensi dan pokok pengaturan PIP. Antara lain perlu lembaga yang bertugas mendekatkan ideologi kepada masyarakat. Pasalnya, Pancasila adalah pandangan hidup, ideologi, dan dasar negara. Menurut Guru Besar Hukum Universitas Jember itu, pandangan tentang nation mengalami perkembangan. Indikasinya dapat ditemukan dalam berbagai literatur seperti karya Zygmunt Bauman yang intinya menyebut zaman semakin lentur. Selama ini, lanjut Bayu, PIP berjalan secara parsial. Sebab implementasi tugas pembinaan Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan tidak mudah karena masing-masing institusi punya peran dalam melakukan PIP.
“Diperlukan legitimasi dan kepastian hukum bagi BPIP sebagai lembaga tetap dan mampu mengkoordinir pembinaan ideologi Pancasila bagi kementerian/lembaga” tukas Bayu.
Kendati demikian, dia mengingatkan hal yang harus diperhatikan dalam RUU PIP. Pertama, tidak menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan. Kedua, tidak mengarahkan pembinaan ideologi Pancasila sebagai indoktrinasi dan tafsir monolitik. Ketiga, tidak menempatkan Pancasila hanya sebagai pengetahuan, tapi lebih dari itu sebagai ideologi bangsa.
Baca juga : Lestari Moerdijat Dorong Peningkatan Kepercayaan Publik Pada Perlindungan Kekerasan
Bayu juga menilai beberapa kebutuhan pokok dari pelembagaan Pancasila. Pertama, BPIP mendapatkan kepercayaan publik. Kedua, memberikan penguatan kepada masyarakat sipil, bukan sebaliknya. Ketiga, menjadi lembaga yang lenting dan adaptif menjawab tantangan yang bersifat kontemporer pada isu nasional maupun internasional. Keempat, menjadi lembaga yang komunikatif yang mampu melakukan sosialisasi terhadap nilai-nilai Pancasila secara efektif sehingga dekat dengan jiwa masyarakat Indonesia.
Sementara itu, Hassanuddin Ali menekankan pentingnya PIP yang menyasar generasi muda dengan pendekatan digital, agar lebih efektif menjangkau masyarakat luas.
“Generasi muda adalah anak kandung internet. Mereka terbiasa mengonsumsi konten visual dan digital sehingga pembinaan ideologi Pancasila tidak bisa lagi disampaikan dengan cara konvensional,” katanya.
Hassanuddin menyoroti mayoritas penduduk Indonesia saat ini berasal dari generasi Z dan milenial dengan jumlah mencapai 53 persen dari total populasi. Karakteristik kelompok tersebut berbeda dengan generasi sebelumnya.
Baca juga : PSBS Biak Curi Poin Penuh di Kandang Semen Padang
Ditegaskan, PIP harus menyasar generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, melalui pendekatan digital dan visual agar lebih efektif.
“Generasi muda lebih banyak memperbincangkan musik, film, olahraga, dan teknologi dibanding isu politik atau ideologi. Karena itu, pesan Pancasila yang berat harus dikemas dalam bahasa sederhana,” tuturnya.
Hassanuddin kemudian mencontohkan tren budaya populer, seperti K-Pop, yang dengan cepat menarik perhatian anak muda. Hal itu menjadi tantangan bagi negara untuk mengomunikasikan nilai kebangsaan dengan cara yang sama menariknya.
Ia menambahkan media sosial berbasis visual, seperti TikTok, Instagram, dan YouTube lebih relevan untuk generasi muda dibandingkan platform lama, seperti Facebook atau X.
Baca juga : Demi Kepercayaan Publik, Ini Saran Pakar Buat Menkeu Purbaya
“Kalau ideologi Pancasila tidak dikomunikasikan dengan cara yang sama menariknya maka akan sulit diterima generasi muda,” tuntasnya.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.












