79 Tahun Polri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Nasihat Seorang Sahabat

Nasional199 Dilihat


Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, S. Ag., M.Si


Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, S. Ag., M.Si

RM.id  Rakyat Merdeka – Tujuh puluh sembilan tahun bukanlah sekadar angka. Di balik bilangan itu, tersimpan kisah panjang tentang pengabdian, perjuangan, dan pencarian jati diri sebuah institusi yang lahir bersama republik ini. 

Kepolisian Republik Indonesia telah melewati perjalanan yang tidak mudah dari gejolak kemerdekaan, era reformasi, hingga tantangan zaman digital yang kini menghadang di depan mata.

Namun, di tengah hiruk pikuk perubahan zaman, ada satu pertanyaan mendasar yang harus kita jawab dengan jujur sudahkah Polri menemukan identitasnya yang sejati? Bukan identitas yang tertulis dalam visi misi formal, melainkan identitas yang hidup dalam setiap tindakan, setiap keputusan, dan setiap langkah Bhayangkara di lapangan.

Setiap kali berbicara tentang kepolisian yang ideal, pikiran saya selalu tertuju pada sosok yang telah menjadi legenda: Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Bukan karena pangkatnya yang tinggi, bukan pula karena prestasi yang ia raih. Melainkan karena satu hal yang sangat sederhana, namun begitu langka di zaman ini: kejujuran yang tidak bisa dibeli.

Hoegeng hidup di era ketika korupsi sudah mulai merajalela, namun ia berdiri tegak seperti mercusuar di tengah badai. Ia membuktikan bahwa seorang polisi bisa menolak suap, bahkan ketika tawaran itu datang dengan kemasan yang menggiurkan. Ia menunjukkan bahwa integritas bukan soal pilihan, melainkan prinsip hidup yang tidak bisa ditawar.

Yang membuat saya terkagum-kagum bukanlah hanya keberaniannya menolak gratifikasi. Lebih dari itu, Hoegeng memiliki keberanian untuk melawan sistem yang sudah busuk. Ia tidak segan menangkap para bandar narkoba besar, walaupun mereka memiliki koneksi politik yang kuat. Ia tidak gentar mengungkap jaringan penyelundupan, meski harus berhadapan dengan oknum-oknum yang berkuasa.

Dalam setiap tindakannya, Hoegeng seolah berkata: “Hukum itu tidak mengenal teman. Keadilan itu tidak pandang bulu.” Dan sikap inilah yang membuat namanya dikenang hingga hari ini, bukan hanya sebagai polisi yang baik, tetapi sebagai manusia yang mulia.

Ada satu hal lagi yang membuat sosok Hoegeng begitu istimewa kesederhanaannya yang tulus. Di zaman ketika banyak pejabat berlomba-lomba menumpuk harta, Hoegeng justru memilih hidup apa adanya. Rumahnya sederhana, mobilnya biasa-biasa saja, dan gaya hidupnya jauh dari kemewahan.

READ  Jam Kerjanya Lebih Singkat Pada Bulan Puasa Pelayanan ASN Kepada Warga Tak Boleh Kendor

Namun, dalam kesederhanaan itu terpancar kemegahan yang sejati. Kemegahan seorang yang tidak perlu memamerkan kekayaan untuk mendapat hormat. Kemegahan seorang yang menyadari bahwa jabatan adalah amanah, bukan alat untuk memperkaya diri.

Baca juga : 79 Tahun Polri, Harapan Seorang Sahabat Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Saya sering membayangkan, bagaimana jika setiap anggota Polri hari ini memiliki mentalitas seperti Hoegeng? Bagaimana jika mereka lebih bangga dengan kehormatan daripada harta? Bagaimana jika mereka menganggap kepercayaan masyarakat sebagai aset yang paling berharga?

Tentu, hal ini bukan sekadar angan-angan. Dalam korps Polri saat ini, masih banyak Bhayangkara yang menjalankan tugas dengan hati bersih. Mereka yang memilih hidup sederhana, meski peluang untuk “nakal” selalu ada. Mereka yang tetap jujur, walaupun godaan duniawi terus berdatangan.

Hoegeng juga mengajarkan kita tentang arti keberanian yang sesungguhnya. Bukan keberanian fisik semata, melainkan keberanian moral yang jauh lebih sulit untuk dimiliki. Keberanian untuk mengatakan “tidak” ketika diminta melakukan hal yang salah. Keberanian untuk berdiri tegak ketika yang lain memilih diam. Keberanian untuk melawan arus ketika arus itu menuju ke jurang kehancuran.

Di era yang penuh dengan tekanan politik ini, keberanian moral menjadi semakin penting. Polri tidak boleh menjadi alat kekuasaan yang bisa digunakan untuk menekan lawan politik. Polri harus tetap netral, profesional, dan hanya tunduk pada hukum, bukan pada kepentingan sesaat.

Saya percaya, masih banyak anggota Polri yang memiliki keberanian ini. Mereka yang tidak gentar melawan premanisme, walaupun preman itu memiliki backing yang kuat. Mereka yang berani mengusut kasus korupsi, meski pelakunya adalah orang besar. Mereka yang tetap menegakkan hukum, tanpa memandang siapa yang bersalah.

Kedisiplinan dalam tubuh Polri bukanlah sekadar soal seragam yang rapi atau apel yang tertib. Disiplin yang sejati adalah komitmen untuk selalu berada di jalur yang benar, bahkan ketika tidak ada yang mengawasi.

READ  Prabowo Sebut Indonesia Selalu Memilih Perdamaian Di Atas Permusuhan

Hoegeng mencontohkan disiplin jenis ini. Ia tidak hanya disiplin dalam penampilan, tetapi juga disiplin dalam menjaga nilai-nilai kebenaran. Ia tidak pernah mentolerir pelanggaran, bahkan yang dilakukan oleh anak buahnya sendiri. Baginya, korps adalah keluarga, tetapi keluarga yang harus saling mengingatkan dalam kebaikan, bukan saling melindungi dalam kesalahan.

Inilah yang perlu kita hidupkan kembali dalam tubuh Polri. Budaya saling mengingatkan, bukan saling menutupi. Budaya menegur dengan kasih sayang, bukan membiarkan dalam nama solidaritas yang salah kaprah.

Sebagai seorang pemimpin, Hoegeng tidak pernah meminta anak buahnya melakukan sesuatu yang tidak ia lakukan sendiri. Ia memimpin dengan teladan, bukan dengan kata-kata kosong. Ketika ia melarang menerima suap, ia sendiri yang pertama kali menolak tawaran tersebut. Ketika ia mengajarkan kesederhanaan, ia sendiri yang menunjukkan bagaimana hidup sederhana itu dijalani.

Baca juga : Prabowo Senang Dan Bangga

Model kepemimpinan seperti ini sangat dibutuhkan oleh Polri saat ini. Pemimpin yang tidak hanya pandai berpidato, tetapi juga berani turun ke lapangan. Pemimpin yang tidak hanya bisa memerintah, tetapi juga mampu menginspirasi. Pemimpin yang tidak takut kotor tangannya, asal hatinya tetap bersih.

Hari ini, di usia ke-79 tahun Polri, kita berdiri di persimpangan jalan. Kita bisa memilih untuk terus terjebak dalam rutinitas yang membosankan, atau kita bisa memutuskan untuk melahirkan generasi baru Bhayangkara yang memiliki semangat seperti Hoegeng.

Hoegeng-Hoegeng generasi baru yang saya maksud bukanlah tiruan belaka. Mereka adalah polisi masa kini yang memiliki integritas tinggi, namun juga mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Mereka yang jujur seperti Hoegeng, tetapi juga melek teknologi. Mereka yang sederhana seperti Hoegeng, tetapi juga inovatif dalam menyelesaikan masalah.

Generasi ini harus dibekali dengan pendidikan karakter yang kuat, tidak hanya skill teknis semata. Mereka harus diajari bahwa menjadi polisi bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa untuk melayani masyarakat dengan tulus.

Saya berharap, 79 tahun ke depan, ketika Polri merayakan ulang tahun yang ke-158, sejarah akan mencatat bahwa periode ini adalah titik balik menuju kepolisian yang benar-benar profesional, bersih, dan dicintai rakyat.

READ  IMI Hosho Careplus Kerja Sama Hadirkan Layanan Emergency Roadside Assistance

Saya berharap, nama-nama Bhayangkara masa kini akan dikenang seperti halnya Hoegeng dikenang hari ini. Bukan karena mereka sempurna, tetapi karena mereka berani menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Saya berharap, anak-cucu kita kelak akan bercerita dengan bangga tentang polisi Indonesia yang tidak hanya ditakuti, tetapi juga dihormati. Polisi yang menjadi sahabat masyarakat, bukan momok yang menakutkan.

Ketika kita berbicara tentang legacy atau warisan, yang terpenting bukanlah gedung megah atau fasilitas mewah. Warisan sejati adalah nilai-nilai yang hidup dalam setiap tindakan, setiap keputusan, dan setiap langkah kaki Bhayangkara.

Mari kita wariskan kepada generasi mendatang sebuah Polri yang berintegritas tinggi, yang tidak bisa dibeli dengan harga berapa pun. Mari kita wariskan tradisi kejujuran yang tidak pernah padam, walaupun badai godaan silih berganti.

Baca juga : Berpihak Ke Rakyat, Program Bansos Era Prabowo Terbesar Sepanjang Sejarah

Di usia yang ke-79 ini, Polri tidak hanya sedang memperingati masa lalu. Lebih dari itu, Polri sedang menentukan masa depan bangsa. Karena polisi yang baik akan melahirkan masyarakat yang aman. Masyarakat yang aman akan melahirkan bangsa yang maju.

Dirgahayu POLRI ke-79

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati langkah para Bhayangkara dalam mengabdi kepada Ibu Pertiwi tercinta.

Indonesia tidak butuh polisi yang disegani karena pangkat. Indonesia butuh polisi yang dicintai karena keberanian dan integritasnya.

Penulis adalah:

Ketua DPP Golkar

Guru Besar Hubungan Internasional, Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan 


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *