
RM.id Rakyat Merdeka – Sebagai negara kepulauan, kapal menjadi sarana transportasi penting di Tanah Air. Termasuk di Pelabuhan Banda Neira, Maluku Tengah, Maluku.
Kamis (23/10/2025) menjelang maghrib Waktu Indonesia Timur (WIT), KM Sangiang milik PT Pelayaran Nasional Indonesia atau PT Pelni (Persero) sudah bersandar di pelabuhan pulau rempah tersebut.
Kapal ini merupakan yang mengantarkan Rakyat Merdeka/RM.id dan belasan jurnalis dari berbagai media berangkat dari Ambon menuju Banda Neira pada Senin (20/10/2025) lalu.
Setelah mengantarkan kami saat itu, KM Sangiang melanjutkan perjalanan ke beberapa pulau lain di arah timur Indonesia. Hingga kembali lagi ke Banda Neira dan siap mengantarkan kami ke Pelabuhan Ambon, dengan waktu berlayar sekitar 16 jam.
Suasana senja, hiruk pikuk penumpang serta pengantarnya, dan ramainya pedagang makanan sangat terasa sore itu.
Ukuran dermaga yang tak begitu panjang dan tidak lebar membuat kondisi terasa padat. Ditambah adanya sebuah perahu penumpang yang tenggelam di Pelabuhan Banda Neira sore itu.
Waktu kedatangan dan keberangkatan kapal Pelni yang tidak ada setiap hari menjadikan momentum ini sangat ditunggu-tunggu oleh warga Banda Neira dan sekitarnya.
Berbagai jenis penumpang terlihat. Jika mendengar bahasa, hampir semua berlogat khas Indonesia Timur.
Namun, terlihat juga beberapa turis asing sehabis berwisata di Banda Neira menaiki kapal ini. Tak hanya membawa diri dan bekal saja, penumpang kapal juga terlihat membawa berbagai jenis barang.
Bukan sekadar tas atau koper, tetapi “bagasi” yang terbungkus dengan kardus lalu diikat tali plastik. Ukurannya juga bervariasi. Bahkan, ada yang membawa tangga aluminium, beberapa lembar seng untuk genteng, kardus styrofoam besar berisi ikan, dan barang lainnya.
Menjadikan kapal Pelni terasa penuh. Jelang keberangkatan atau sekitar pukul 18.10 WIT, saat kami ingin masuk kapal, terdengar suara sirene dari luar pelabuhan.
Suara itu berasal dari ambulans. Perlahan, mobil berkelir putih itu masuk area dermaga dan mendekat ke akses masuk kapal.
Dari balik kaca mobil yang bening, terlihat beberapa orang berada di dalamnya. Namun, fokus orang-orang adalah siapa dan kenapa pasien tersebut dibawa ke kapal.
Baca juga : Arsenal Siap Jajal Ketangguhan Atletico Madrid
Dari informasi yang kami dapat, pasien ini harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya di Kota Ambon. Suasana haru pun terjadi saat pasien tersebut mulai ditandu menuju kapal. Semua mata pun tertuju kepada sang pasien.
Salah seorang jurnalis yang ikut dengan rombongan ikut menangis sedih. Air matanya mengalir. Hal itu terjadi karena tidak membayangkan harus menempuh perjalanan laut selama 16 jam untuk mendapatkan layanan kesehatan lanjutan. Ditambah, jurnalis ini dalam kondisi hamil.
Dari luar kapal, terlihat kondisi dek kapal sudah dipenuhi penumpang. Mereka seperti ingin pamit kepada kerabat yang sudah mengantarkan hingga bibir pelabuhan.
Rombongan kami pun masuk kapal dan sekitar pukul 19.00 WIT, KM Sangiang berangkat dari Pelabuhan Banda Neira.
Kapal berkapasitas 500 penumpang ini sangat penuh. Bukan hanya di bagian kursi atau tempat tidur saja, tapi penumpang juga menduduki area lorong-lorong beralaskan matras.
Terlihat banyak juga orang yang duduk maupun tiduran di area luar kapal. Mereka bukan penumpang ilegal, melainkan penumpang resmi dan bertiket.
Namun, keterbatasan kapal membuat mereka rela duduk dan tiduran di lorong. Pasalnya, jika harus menunggu kapal selanjutnya membutuhkan waktu beberapa hari lagi.
Di kapal sendiri, penumpang mendapatkan fasilitas tempat tidur untuk semua kelas, termasuk kelas ekonomi. Tempat tidur yang berdampingan membuat keakraban antarp enumpang semakin terlihat.
Juni, salah seorang penumpang yang ditemui Rakyat Merdeka/RM.id di KM Sangiang, mengaku baru kedua kali naik kapal Pelni. Pertama, adalah saat berangkat dari Ambon ke Banda Neira pada Senin lalu.
“Bagi saya yang pertama kali, pelayanan ini sudah cukup. Saya juga bisa langsung kenal sama kaka-kaka di sebelah saya ini,” ujarnya penuh senyum.
Sementara, di salah satu lorong kapal berukuran sekitar 80 cm, ada seorang ibu yang tidur di atas matras bersama bayinya.
Sang suami terlihat duduk dan terjaga di samping matras. Ditemui terpisah, Gani, warga Pulau Lonthoir, Kecamatan Banda Neira, berharap jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal semakin banyak di Pelabuhan Banda Neira.
Menurut dia, kebutuhan akan kapal besar antarpulau menjadi nadi kehidupan dan kemajuan wilayahnya, khususnya di bidang pariwisata.
Baca juga : Menjaga Nyawa di Balik Api: Disiplin Keselamatan di Kilang Balongan
“Sekarang wilayah kami sudah mulai dikenal. Baik wilayah, budaya maupun wisata alamnya. Tapi akan lebih baik kalau akses transportasinya diperbanyak,” ucapnya penuh harap.
Manajer Komunikasi Korporasi Pelni, Ditto Pappilanda, menjelaskan penumpang yang duduk di lorong kapal merupakan penumpang resmi atau bertiket.
Dia menambahkan, Pelni memiliki alasan khusus kenapa penumpang yang tidak kebagian kursi di kapal tetap mendapatkan tiket dan diizinkan naik.
“Alasan kemanusiaan. Kalau mereka tidak ikut saat ini dengan kapal, maka kehidupannya akan terganggu sebab harus cari jadwal di hari lain atau naik pesawat,” jelas Ditto kepada RM.id, Jumat (24/10/2025).
Meskipun begitu, lanjut Ditto, pelayanan dan hak kepada penumpang tanpa kursi tetap diperlakukan sama dengan penumpang yang mendapat kursi. Seperti hak makan dan disediakan matras untuk tidur di lorong-lorong kapal.
“Semua tanpa dipungut bayaran tambahan. Matras akan dibagikan oleh kru kapal,” ujar Ditto. –
Makanan untuk Penumpang
Untuk urusan makanan, Pelni punya jurus jitu dalam menyiapkan ribuan porsi setiap harinya. Bukan sekadar kelezatan, tetapi Pelni menjamin keamanan pangan untuk setiap makanan yang disajikan kepada penumpang.
Jaminan ini diperkuat dengan sertifikasi HACCP yang diterapkan di kapal-kapal penumpang Pelni sejak 2023.
Ditto Pappilanda mengatakan, dengan penerapan HACCP, perusahaan dituntut menjaga standar tertinggi dalam pengelolaan bahan pangan yang akan disajikan penumpang sejak penerimaan bahan baku hingga penyajian makanan.
“Ada enam area yang harus kita awasi untuk memenuhi standar HACCP dan wajib dilakukan secara konsisten oleh kru kapal, khususnya yang menangani perbekalan dan pengolahan bahan makanan di kapal,” ujar Ditto saat Media Gathering Pelni di Banda Neira, Maluku Tengah, Maluku.
Dia menambahkan, enam area HACCP yang dimaksud antara lain penerimaan bahan baku, penyimpanan, penyiapan proses, pengolahan makanan, proses pengemasan, dan penyajian makanan. HACCP atau Hazard Analysis Critical Control Points merupakan sistem manajemen keamanan pangan yang sistematis dan fokus pada pencegahan.
Ia menambahkan, penerapan HACCP mencegah bahan baku pangan yang akan dikonsumsi tercemar dari kontaminasi biologi maupun kimia sehingga aman untuk dikonsumsi.
Saat ini, lima kapal penumpang Pelni yang telah menerapkan HACCP yaitu KM Dorolonda, KM Kelud, KM Bukit Siguntang, dan KM Awu. Lima kapal berikutnya yang dalam proses sertifikasi yaitu KM Dobonsolo, KM Sinabung, KM Lambelu, KM Bukit Raya, dan KM Nggapulu.
Baca juga : BCA Syariah Hadirkan Mitra UMKM di Festival Kebudayaan Balimester
Perbedaan yang mencolok sejak penerapan HACCP adalah peralatan dapur dan perlengkapan kru dapur. Sesuai standar HACCP, seluruh peralatan memasak wajib berbahan stainless steel antikarat seperti pisau, sutil, hingga tray atau rak penyimpanan.
Perlengkapan kru dapur pun diwajibkan menggunakan hait net, masker, celemek, sarung tangan, dan sepatu dapur antiselip.
Dapur HACCP juga menuntut penggunaan talenan atau cutting board masing-masing tergantung jenis bahan baku yang diolah.
Pemisahan talenan diatur berdasarkan warna seperti talenan merah untuk daging, talenan putih untuk roti/keju, dengan tiga warna talenan lainnya: biru (ikan), kuning (ayam), dan hijau (sayur).
Penggunaan talenan sesuai jenis bahan baku dimaksudkan untuk mencegah penyebaran bakteri berbahaya dan alergen dari masing-masing jenis bahan baku.
Pelni juga memasang pemberitahuan jenis alergen atau kandungan bahan tertentu yang dapat menimbulkan alergi di area publik kapal.
Ayam, ikan, seafood, kacang-kacangan, telur, susu, gluten, dan kerang merupakan contoh alergen yang diberitahukan kepada penumpang sebelum mengonsumsi sajian kapal.
“Budaya 5R menjadi syarat wajib yang dijalani kru dapur: ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin,” tambah Ditto.
RM.id pun sempat mengecek area dapur KM Sangiang. Meskipun sedang dipakai memasak, area dapurnya tetap bersih. Peralatan didominasi stainless steel.
Terdapat juga ruangan untuk menyimpan makanan. Suhu ruangnya dingin. Satu untuk menyimpan sayuran dan satu lagi untuk menyimpan makanan beku seperti daging dan lainnya.
Dengan jumlah penumpang yang mencapai 3,3 juta orang per September 2025, Ditto menegaskan, sangat penting bagi Pelni untuk terus menjaga kualitas makanan yang disajikan kepada penumpang.
“Selain keselamatan pelayaran yang menjadi prioritas, ternyata keamanan pangan menjadi hal penting yang saat ini patut kami jaga,” pungkas Ditto.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.






