RM.id Rakyat Merdeka – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua DPR Setya Novanto terkait perkara megakorupsi proyek e-KTP. Dalam putusannya, MA memotong hukuman penjara pria yang akrab disapa Setnov itu 2,5 tahun dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun. Meski begitu, MA tetap mewajibkan Setnov membayar uang pengganti 7,3 juta dolar AS atau sekitar Rp 54 miliar (kurs saat vonis dijatuhkan, tahun 2019).
Hal tersebut tertuang dalam putusan MA bernomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang diketok pada 4 Juni 2025 oleh Ketua Majelis Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono.
“Mengadili, mengabulkan permohonan PK. Terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan,” demikian bunyi amar putusan yang diakses dari laman resmi MA, Rabu (2/7/2025).
Baca juga : Kader Yang Nyebrang Masih Boleh Balik Lagi
Meski mendapat keringanan hukuman badan, Setnov tetap diwajibkan membayar pidana denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS.
Setnov telah menyetor Rp 5 miliar ke rekening penampungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari uang pengganti. Dengan demikian, ia masih harus melunasi sisa sekitar Rp 49 miliar. Jika tidak dibayar, Setnov akan dijatuhi pidana tambahan dua tahun penjara.
“Uang pengganti 7,3 juta dolar dikompensasi dengan Rp 5 miliar yang telah dititipkan. Sisa sebesar Rp 49.052.289.803 subsidair 2 tahun penjara,” sebut isi putusan.
Baca juga : Kerja Desk Pemberantasan Penyelundupan Buahkan Hasil
Pengurangan masa pidana juga berdampak pada pemotongan sanksi pencabutan hak politik Setnov. Jika sebelumnya dilarang memegang jabatan publik selama lima tahun setelah bebas, kini hanya 2,5 tahun.
Pengacara Setnov, Maqdir Ismail, menyambut putusan tersebut. Tapi, kata dia, vonis itu masih belum adil bagi kliennya. “Menurut hemat saya, itu tidak cukup. Seharusnya bebas,” ujar Maqdir.
Ia beralasan, Setnov bukan anggota Komisi II DPR yang membidangi pengadaan e-KTP, sehingga tidak memiliki kewenangan langsung atas proyek tersebut.
Baca juga : Hubungan Wagub & Sekda Jabar Kembali Harmonis
“Dia didakwa dengan pasal yang salah. Yang tepat adalah pasal suap,” tambahnya.
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia berharap, hukuman terhadap Setnov bisa lebih diringankan, tentunya tetap dalam koridor hukum.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.