RM.id Rakyat Merdeka – MRCCC Siloam Hospitals Semanggi mengadakan Siloam Oncology Summit ke-5, di Jakarta, 16-18 Mei 2025. Acara ini diikuti 700 partisipan yang terdiri dari dokter subspesialis, dokter spesialis, dokter umum, radiologis, perawat, perwakilan rumah sakit, dan lain-lain yang terkait dengan manajemen kanker.
Executive Director MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Edy Gunawan, menjelaskan, agenda Siloam Oncology Summit ke-5 terdiri dari workshop, simposium, dan pameran poster. Acara melibatkan 100 pembicara, terdiri dari 11 pembicara dari luar negeri, dan 89 pembicara dari Indonesia, di antaranya 24 dokter subspesialis di bidang onkologi.
Acara ini bagian dari rangkaian kegiatan MRCCC Siloam yang lebih besar. Kami selalu memposisikan diri tidak hanya sebagai RS tapi berperan menanggulangi besarnya beban kanker di Indonesia. “Data kanker 60-70 persen terdiagnosis dalam stadium lanjut inilah yang bikin berat beban pembiayaan. Pengobatan lebih kompleks, outputnya tidak sebaik jika deteksi dan penanganan sejak dini,” jelas dr. Edy.
Salah satu sesi simposium Gastrointestinal Cancer (Sabtu, 17/5/2025), para pembicara membahas tentang kanker pankreas. Kanker ini relatif jarang, tapi sangat agresif dan sering kali didiagnosis pada tahap lanjut karena gejalanya tidak jelas, dan sulit dideteksi secara dini. Steve Jobs dan aktor pemeran Ghost (1990) Patrick Swayze, adalah dua orang tersohor yang meninggal akibat penyakit tersebut.
Baca juga : Prabowo Direncanakan Hadiri IPA Convex Mei 2025
Menurut Globocan 2018, diperkirakan terdapat 4.940 kasus baru kanker pankreas di Indonesia, dengan 4.812 kematian akibat penyakit tersebut. Ini kanker yang paling ditakuti. Sulit diobati, pasien sering kali datang terlambat, dan penderitaan yang ditimbulkannya sangat besar karena nyeri.
“Nyeri muncul akibat kanker di pankreas, penyebaran kanker di empedu sehingga menimbulkan sumbatan, kanker di prostat, maupun kanker di tulang,” papar Prof. Aru Wisaksono Sudoyo.
Prof. Aru menjelaskan, 95 persen kanker pankreas berhubungan dengan faktor lingkungan, kebiasaan sehari-hari, dan pola makan. “Selain itu, risiko kanker pankreas juga meningkat pada mereka dengan diabetes. Karenanya pada pasien diabetes, gula harus dikontrol dengan baik,” terangnya.
Pengobatan kanker pankreas sangat menantang. Sulit ditemukan pada stadium dini karena hampir tidak ada modalitas untuk mendeteksi kanker pankreas secara dini.
Baca juga : Ratusan Perusahaan Ternama Lintas Industri Hadiri IRCA 2025
“Kalau kanker payudara ada mamografi, kanker serviks ada Pap smear, kanker prostat ada PSA. Sedangkan kanker pankreas, sulit dideteksi dini dengan USG maupun CT scan. Pilihannya mungkin MRI, tapi siapa yang mau periksa MRI kalau tidak ada keluhan apa-apa?” tutur Prof. Aru.
Secara umum, ada tiga jenis pengobatan kanker: lokal (tumor diambil melalui operasi ataupun dihilangkan dengan radioterapi), regional (modifikasi atau perubahan struktur melalui endoskopi), dan sistemik (pemberian obat melalui aliran darah) misalnya dengan kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi.
“Bila ditemukan dalam stadium dini, kita masih bisa mengharapkan kanker terkendali. Namun pada stadium lanjut, maka pilihan pengobatan hanya regional atau sistemik, untuk meringankan penderitaan,” ujar Prof. Aru.
Prof. Thawee Ratanachu-Ej, pembicara tamu dari Thailand, menjelaskan soal inovasi di bidang endoskopi dalam tatalaksana kanker pankreas. Dia membagikan pengalamannya melakukan operasi by-pass untuk membuka sumbatan pada saluran empedu tanpa operasi besar, yaitu menggunakan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) dan EUS (Endoscopic Ultrasound). “Ini adalah teknologi yang bisa membantu kita dalam upaya mengembalikan kualitas hidup pasien,” ujarnya.
Baca juga : KKHI Bagikan Masker ke Jemaah Haji, Cegah Penyakit Menular
Menurut dr. Rinaldi A Lesmana, inovasi endoskopi baik ERCP maupun EUS untuk melakukan tindakan by-pass saluran empedu, juga sudah bisa dilakukan di MRCCC. Sumbatan pada saluran empedu akibat kanker pankreas ataupun kanker di saluran empedu, akan memengaruhi kondisi pasien.
“Dahulu, pilihannya hanyalah operasi. Kini ada pilihan yang lebih minimal invasif, yaitu dengan inovasi di bidang endoskopi. Ini bisa menjadi pilihan bagi pasien terutama yang sudah stadium lanjut, yang sangat berisiko bila menjalani tindakan berat seperti operasi,” jelas dr. Rinaldi.
Pembicara terakhir, Prof. Marcel P.M. Stokkel, dari Netherlands Cancer Institute menjelaskan soal PRRT (Peptide Receptor Radionuclide Therapy), jenis terapi radioisotop yang digunakan untuk mengobati tumor neuroendokrin. Terapi ini menggunakan obat-obatan radioaktif yang terikat pada peptida untuk menargetkan dan membunuh sel-sel kanker pada tumor neuroendokrin.
“Semua pasien yang memiliki gejala terkait tumor neuroendokrin seperti diare, jantung berdebar atau demam, dengan menggunakan PRRT, 75 persen kasus menghasilkan perbaikan gejala. Ini adalah langkah yang sangat besar, dan merupakan tujuan penting yang telah kita capai,” pungkasnya.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.