Pemilu Nasional Dan Lokal Dipisah, Pengawasan Kuat

Nasional16 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Pemisahan Pemilu NasionalPemilu Lokal merupakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/ PUU-XXII/2024. Sayanganya, respons pembuat undang-undang terkesan lambat terhadap putusan yang final dan mengikat tersebut.

Research Associate The Indonesian Institute (TII), Arfianto Purbolaksono menilai, pemisahan jadwal Pemilu Nasional dan Pilkada efektif untuk memperkuat pengawasan pesta demokrasi di Indonesia. Dia mengatakan, dengan adanya jeda minimal dua tahun antar Pemilu itu, penyelenggara maupun masyarakat dapat memiliki ruang yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas demokrasi di Tanah Air. 

“Jeda waktu antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah adalah kesempatan emas untuk memperbaiki sistem pengawasan. Selama ini beban kerjanya sangat menumpuk,” kata Arfianto dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (26/11/2025). 

Baca juga : Kantongi Laba Rp 34,15 T Pertamina Tetap Menyala

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal. Pemilu Nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan Pemilu Lokal mencakup pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Wali Kota). 

Disebutkan juga, jeda di antara keduanya paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, maupun legislator tingkat nasional. 

“Putusan ini membuka peluang signifikan untuk memperkuat pengawasan pemilu, meskipun tetap menyisakan sejumlah tantangan, terutama terkait kepastian hukum dan kesiapan regulasi,” tegas Arfianto. 

Baca juga : Investasi Rp 1,65 T Dan Serap 10 Ribu Tenaga Kerja, Hilirisasi Kelapa Moncer

Berdasarkan kajian TII, kata Arfianto, ada empat peluang utama dari putusan MK tersebut. Pertama, pengurangan beban kerja sehingga pengawasan dapat dilakukan lebih fokus. Kedua, pengawasan yang lebih mendalam karena tidak ada lagi tahapan besar yang berlangsung secara bersamaan. 

READ  Dubes Timor Leste Untuk Indonesia Roberto Sarmento de Oliveira Soares Bahas Kerja Sama Pendidikan Dengan Mendiktisaintek

Ketiga, perencanaan yang lebih optimal dengan adanya jeda minimal dua tahun antarpemilihan. Keempat, kesempatan untuk memperbaiki strategi jangka panjang, mulai dari pemutakhiran data pemilih hingga pendidikan politik yang lebih efektif. 

“Tapi perlu juga diantisipasi tentang risiko besarnya,” katanya. 

Baca juga : Segera Perbaiki, Jangan Nunggu Jebol Dan Banjir

Arfianto membeberkan tentang risiko besar yang harua diantisipasi dari putusan MK 135 tersebut. Yaitu, potensi ketidakpastian hukum akibat belum adanya revisi UU Pemilu, tumpang tindih kewenangan, serta potensi pelanggaran konstitusional apabila masa jabatan DPRD tidak lagi serempak lima tahunan. 
 Selanjutnya 


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *