Pemerintah Buka Peluang Turunkan PPN, Ekonom Nilai Bisa Jadi Katalis Kebangkitan Daya Beli dan Sektor Riil

Infrastruktur4 Dilihat

Jakarta, propertyandthecity.com – Pemerintah membuka peluang untuk menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini berada di angka 11 persen. Rencana ini dinilai bisa menjadi katalis penting bagi pemulihan daya beli masyarakat dan kebangkitan sektor riil di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, opsi penurunan tarif tengah dikaji dengan hati-hati untuk menjaga keseimbangan antara daya beli masyarakat dan keberlanjutan fiskal negara.

“Kita akan lihat seperti apa akhir tahun ekonominya, seperti apa uang saya (APBN), yang saya dapat itu seperti apa sampai akhir tahun. Saya sekarang belum terlalu clear. Nanti akan kita lihat bisa enggak kita turunkan PPN itu untuk mendorong daya beli masyarakat ke depan,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, seperti dilansir antaranews, (15/10/2025).

Menurut dia, keputusan akhir akan sangat bergantung pada realisasi pendapatan negara serta kondisi pertumbuhan ekonomi nasional hingga akhir tahun.

“Tapi kita pelajari dulu dengan hati-hati,” tambahnya.

Respons Ekonom: Katalis Pemulihan Daya Beli

Menanggapi hal tersebut, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai rencana pemerintah menurunkan tarif PPN merupakan langkah strategis untuk mengembalikan kepercayaan pasar dan memperkuat konsumsi rumah tangga — pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional.

“Sejak penyesuaian PPN dilakukan beberapa waktu lalu, terjadi pergeseran pola konsumsi rumah tangga. Porsi tabungan dan dana pihak ketiga yang dimiliki sektor rumah tangga terus menurun, menandakan tekanan pada kemampuan konsumsi masyarakat,” kata Fakhrul di Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Menurutnya, penurunan tarif PPN akan berdampak positif dalam dua arah besar. Pertama, menggairahkan sektor riil dengan menurunkan harga barang dan jasa, sehingga meningkatkan daya beli masyarakat. Kedua, memperluas basis pajak nasional dengan menarik pelaku usaha informal masuk ke ekosistem formal.

READ  Lagi, Paramount Land Gelontorkan Komplek Bisnis Baru di Gading Serpong

“Penurunan tarif akan menurunkan harga barang dan jasa, meningkatkan daya beli masyarakat, serta menggerakkan kembali permintaan domestik. Efeknya akan terasa luas, terutama di sektor padat karya seperti makanan-minuman, ritel, pariwisata, dan logistik,” ujar Fakhrul.

Ia menilai, kebijakan ini juga bisa menjadi insentif bagi pelaku usaha kecil untuk bertransformasi ke sektor formal karena beban pajak konsumsi yang lebih ringan.

Tidak Kurangi Penerimaan Negara

Fakhrul menegaskan, kebijakan ini tidak otomatis mengurangi penerimaan negara. Dalam jangka menengah, langkah tersebut justru akan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan fiskal.

Baca juga: Atasi Skor Kredit Buruk, Pemerintah Bahas Solusi SLIK OJK Bersama Kemenkeu

“Upaya meningkatkan penerimaan negara tidak harus melalui tarif yang tinggi, tetapi melalui sistem yang adil dan dipercaya. Bila ekonomi formal tumbuh, penerimaan pajak justru meningkat dengan sendirinya,” jelasnya.

Ia mengingatkan, agar penurunan tarif PPN diimbangi dengan penguatan penerimaan non-PPN melalui dua langkah penting:

  1. Memformalkan kembali sektor-sektor yang masih rawan ilegalitas, seperti rokok tanpa pita cukai dan perdagangan lintas batas (miss-invoicing).
  2. Membangun sistem perpajakan yang transparan dan berkeadilan dengan pendekatan compliance by design untuk meningkatkan kepercayaan publik.

Dengan kombinasi kebijakan fiskal pro-rakyat, pemulihan daya beli, dan formalisasi sektor informal, Fakhrul memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di atas 5,3 persen pada 2026.

“Ini momentum bagi pemerintah untuk mengembalikan optimisme ekonomi domestik. Konsumsi perlu dihidupkan kembali sebagai fondasi utama. Penurunan PPN adalah langkah berani untuk itu,” pungkasnya.

Konteks Kebijakan Pajak

Sebagai informasi, tarif PPN di Indonesia naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berdasarkan beleid tersebut, tarif semestinya kembali naik menjadi 12 persen pada awal 2025.

READ  J&T Express Masuk Daftar 500 Perusahaan Terbaik Asia Pasifik

Namun, Presiden Prabowo Subianto pada akhir 2024 memutuskan bahwa tarif 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023. Kategori tersebut mencakup hunian mewah bernilai jual Rp30 miliar ke atas, pesawat pribadi, hingga senjata api non-negara. (*)

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/pemerintah-buka-peluang-turunkan-ppn-ekonom-nilai-bisa-jadi-katalis-kebangkitan-daya-beli-dan-sektor-riil/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *