Hunian bukan lagi semata soal atap dan dinding, Di era urbanisasi masif dan ketimpangan ekonomi yang kian lebar, rumah telah berubah menjadi simbol keadilan sosial, stabilitas keluarga, dan bahkan penentu mobilitas ekonomi, Di tengah urgensi tersebut, Perum Perumnas hadir sebagai garda terdepan dalam mewujudkan cita-cita besar: rumah yang layak, terjangkau, dan terhubung untuk seluruh lapisan masyarakat.
Sebagai satu-satunya BUMN yang memiliki mandat khusus dalam penyediaan perumahan rakyat, Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) tidak hanya dituntut membangun unit demi unit, tetapi juga menjawab tantangan besar lintas sektor: Keterbatasan lahan, harga tanah yang melambung, akses pembiayaan yang belum inklusif, hingga tuntutan kualitas hidup yang kian kompleks.
Dengan target ambisius pemerintah untuk membangun tiga juta rumah, Perumnas memainkan peran strategis yang tak bisa disepelekan. Bukan hanya sebagai developer, tapi sebagai national housing aggregator— penghubung antara kebijakan negara, dinamika pasar, dan kebutuhan masyarakat bawah hingga menengah.
Dari hunian berkonsep Transit Oriented Development (TOD), pemanfaatan lahan idle, hingga teknologi konstruksi efisien, Perumnas tak sekadar membangun fisik rumah—namun juga membangun ekosistem hunian berkelanjutan.
Lantas, bagaimana strategi Perumnas menghadapi medan berat ini? Apa saja bentuk kolaborasi yang sedang dijalankan dengan pemerintah, swasta, dan lembaga pembiayaan? Dan sejauh mana kontribusi nyatanya dalam mendekatkan mimpi rakyat atas hunian yang manusiawi?
Inilah jawaban atas wawancara eksklusif Majalah Property and the City bersama Direktur Utama Perum Perumnas, Budi Saddewa Soediro, yang mengungkap lebih dalam peta jalan pembangunan hunian rakyat versi BUMN—yang tak hanya berorientasi proyek, tapi juga pada legacy.
Menjawab Tantangan Lahan dan Harga
Salah satu tantangan utama dalam pengembangan perumahan rakyat di Indonesia adalah ketersediaan lahan, efisiensi biaya konstruksi, serta keterjangkauan harga jual, terutama di wilayah perkotaan dan suburban yang semakin padat. Perum Perumnas, menjawab tantangan tersebut dengan pendekatan multi-strategi yang terintegrasi dan inovatif.
“Kami menyadari tantangan paling besar dalam pembangunan hunian saat ini adalah ketersediaan lahan, biaya konstruksi, serta harga jual yang terjangkau. Karena itu, kami menerapkan pendekatan strategis dan inovatif agar program pemerintah tetap berjalan tanpa mengorbankan aspek keberlanjutan bisnis,” ujar Budi.
Dalam menghadapi keterbatasan lahan itu, Perumnas mengusung strategi land optimization, yakni memanfaatkan lahan-lahan idle milik pemerintah maupun institusi negara lainnya. Salah satu wujud konkretnya ialah pengembangan proyek hunian berbasis TOD seperti Samesta Mahata Margonda, Samesta Mahata Tanjung Barat, dan Samesta Mahata Serpong, yang dibangun di atas lahan milik PT KAI.
“TOD menjadi solusi strategis karena mengintegrasikan hunian dengan transportasi publik. Ini bukan hanya efisien dari sisi ruang, tapi juga mendukung mobilitas urban yang ramah lingkungan,” jelas Budi.
Kolaborasi lintas lembaga ini juga melahirkan rencana pembangunan Stasiun Lumpang yang terintegrasi langsung dengan kawasan hunian Samesta Parayasa, hasil kerja sama antara Perumnas, PT KAI, dan Kementerian Perhubungan.
Tak hanya efisiensi lahan, efisiensi dalam konstruksi juga menjadi perhatian utama. Perumnas memanfaatkan teknologi dinding precast serta desain rumah yang compact dalam pengembangan proyek rumah tapak.
“Kami mengadopsi teknologi yang memungkinkan percepatan proses konstruksi tanpa mengorbankan kualitas. Ini kami terapkan di proyek seperti Samesta Dramaga Bogor dan Samesta Pasadana Bandung,” tutur Budi. “Kuncinya ada pada keseimbangan antara kecepatan, biaya, dan mutu.”
Perumnas juga menjawab kebutuhan generasi muda urban yang menginginkan hunian pertama yang modern, terjangkau, dan nyaman. Untuk itu, pengembangan hunian difokuskan pada lima value proposition: Lokasi strategis, harga terjangkau, desain modern, konsep hijau, dan kawasan terintegrasi.
Baca Juga, Golden Property Awards 2025 Siap Jadi Momen Reuni Para Tokoh Properti Legendaris
“Hunian tidak lagi sekadar tempat tinggal, tetapi bagian dari gaya hidup. Maka kami hadirkan produk hunian milenial yang bisa menjawab ekspektasi itu, dari sisi desain, fungsionalitas, dan konektivitas,” ungkap Budi.
Langkah lainnya lagi, dan ini salah satu keunggulan Perumnas adalah pendekatannya dalam membuka akses pembiayaan untuk semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan formal. Untuk itu, Perumnas menggandeng berbagai perbankan dan lembaga pembiayaan guna menghadirkan skema yang fleksibel.
“Kami ingin siapa pun yang membutuhkan hunian punya jalan untuk memilikinya, baik melalui KPR subsidi, DP ringan, atau skema khusus lainnya. Ini bagian dari komitmen inklusivitas kami,” ujar Budi.
Selain itu, Perumnas juga adaptif terhadap kebijakan pemerintah dalam mendorong sektor properti, termasuk insentif PPN DTP 100% yang ditujukan untuk meningkatkan daya beli. “Kami sambut baik kebijakan fiskal seperti ini. Karena bagi kami, keberhasilan program perumahan rakyat harus melibatkan banyak pihak, dari regulator hingga pelaku industri,” kata Budi.
Mandat Negara untuk Perumnas
Sebagai garda terdepan dalam penyediaan hunian rakyat, Perumnas diposisikan sebagai pelaksana mandat negara. Mandat tersebut diperkuat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2015, yang menegaskan bahwa Perumnas adalah BUMN dengan penugasan khusus untuk menyediakan perumahan rakyat. Dalam setiap proyeknya, minimal 20% dari area hunian dialokasikan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Kami bukan hanya membangun rumah, tapi menjawab kebutuhan sosial. Karena itu, porsi hunian subsidi selalu kami tempatkan dalam desain proyek sejak tahap perencanaan, bukan sekadar pelengkap,” tegas Budi.
Penugasan khusus ini tercermin dalam berbagai proyek strategis Perumnas, termasuk pengembangan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) di lokasilokasi strategis seperti Klender dan Alonia Kemayoran. Kedua proyek ini dirancang tidak hanya untuk menawarkan harga terjangkau, tetapi juga menjamin kenyamanan, keamanan, dan konektivitas yang baik bagi penghuninya.
“Hunian subsidi harus tetap menjunjung kualitas hidup. Bukan asal murah, tapi juga nyaman, aman, dan mudah dijangkau transportasi umum,” ujar Budi.
Untuk mempercepat pembangunan unit-unit hunian itu, terutama bagi MBR, pemerintah turut memberikan insentif strategis melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN). Dana ini menjadi motor penggerak utama dalam penyelesaian proyek-proyek Perumnas yangtersebar di berbagai wilayah Indonesia.
“Dukungan pemerintah melalui PMN sangat vital, karena membuktikan bahwa negara hadir dalam membangun sistem perumahan nasional yang berkelanjutan. Kami gunakan dana ini seefisien dan setepat mungkin untuk menyelesaikan backlog dan menghadirkan rumah rakyat,” terang Budi.
Lebih jauh, PMN ini juga menjadi bagian dari kontribusi nyata Perumnas terhadap program Tiga Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai prioritas nasional di sektor perumahan.
Selain PMN, bentuk dukungan lain yang dimanfaatkan Perumnas adalah akses terhadap lahan idle milik pemerintah, BUMN, maupun Bank Tanah. Aset-aset ini diaktivasi melalui kerja sama strategis, menjadi solusi jangka panjang terhadap keterbatasan lahan di kawasan perkotaan.
“Kami terus menjalin sinergi lintas sektor, karena penyediaan hunian rakyat tak bisa dilakukan satu entitas saja. Kolaborasi adalah kunci, terutama untuk akses tanah dan percepatan perizinan,” jelas Budi.
Perumnas juga memaksimalkan skema kemitraan dengan berbagai aktor strategis, mulai dari sektor swasta, pemerintah daerah, hingga lembaga pembiayaan. Kolaborasi ini menjadi tulang punggung model pembangunan inklusif dan berkelanjutan.
“Kami menyadari keterbatasan yang kami miliki, baik dari sisi pendanaan maupun lahan. Maka, kolaborasi menjadi keharusan. Kami ingin menciptakan ekosistem perumahan yang kuat dan sinergis, bukan sekadar proyek satu arah,” ujarnya lebih lanjut.
Langkah nyata lainnya yang dilakukan Perumnas di area dengan keterbatasan lahan serta nilai tanah tinggi adalah mengadopsi skema Joint Operation (JO) atau Joint Venture (JV) bersama pengembang swasta. Pendekatan ini memungkinkan perluasan jangkauan proyek tanpa membebani struktur modal, sekaligus membuka peluang diversifikasi produk perumahan dengan pendekatan desain dan pasar yang lebih dinamis.
“Lewat JV atau JO, kami bisa menyesuaikan model pengembangan dengan kebutuhan lokal dan kekuatan mitra. Ini bukan hanya soal membagi beban, tapi juga berbagi keunggulan dan mempercepat realisasi proyek,” tambahnya.
Hubungan dengan pemerintah daerah menjadi elemen krusial dalam strategi kolaboratif Perumnas. Tidak hanya dalam bentuk dukungan administratif, tetapi juga dalam optimalisasi lahan idle milik pemda yang potensial dikembangkan menjadi kawasan hunian terpadu.
Kolaborasi ini bisa berbentuk skema hibah, sewa jangka panjang, hingga Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dengan adanya sinergi ini, banyak hambatan klasik seperti keterlambatan perizinan, retribusi daerah, hingga integrasi tata ruang dapat diatasi lebih efisien.
“Kami terus menjalin komunikasi aktif dengan pemerintah daerah. Karena tanpa dukungan mereka, sulit bagi proyek-proyek kami untuk selaras dengan rencana tata ruang dan pengembangan wilayah secara berkelanjutan,” jelas Budi.
Dalam pengembangan proyek skala besar, terlebih pada hunian berbasis TOD dan kawasan rumah subsidi, aspek pembiayaan menjadi tantangan utama. Untuk itu, Perumnas menggandeng berbagai lembaga keuangan dan perbankan, baik nasional maupun internasional, guna mengakses pendanaan jangka menengah dan panjang.
Kerja sama ini tidak hanya sebatas pendanaan proyek, tetapi juga mencakup skema pembiayaan end-user, baik untuk masyarakat bankable maupun nonbankable.
“Kami membuka ruang kerja sama dengan lembaga pembiayaan untuk mendukung model yang lebih fleksibel. Tujuannya, agar lebih banyak masyarakat bisa mengakses hunian dengan skema yang sesuai dengan kemampuan mereka,” tutur Budi.
Dengan berbagai bentuk penugasan dan insentif ini, Perumnas terus membuktikan bahwa pembangunan perumahan rakyat bukanlah proyek komersial semata, melainkan amanah sosial yang dijalankan secara profesional dan terstruktur. Ke depan, Perumnas berkomitmen untuk terus memperkuat posisi sebagai national housing aggregator—jembatan kebutuhan masyarakat dan strategi pembangunan nasional yang inklusif.
Kontribusi dan Hambatan Perumnas Hadirkan Hunian
Dalam tiga tahun terakhir, kontribusi nyata Perumnas terlihat dari keberhasilan menghadirkan berbagai tipe hunian terjangkau di lokasi-lokasi strategis. Seperti proyek TOD, hasil sinergi dengan sesama BUMN seperti PT KAI serta dukungan Kementerian Perhubungan dapat menciptakan solusi hunian terintegrasi dengan transportasi publik.
Selain itu, hunian tapak bersubsidi juga tersebar di berbagai wilayah seperti Samesta Dramaga Bogor dan Samesta Pasadana Bandung, yang memadukan efisiensi konstruksi melalui teknologi precast dan pendekatan desain compact untuk menjaga mutu sekaligus keterjangkauan.
Perumnas juga terus mengembangkan program seperti revitalisasi rumah susun di kawasan kumuh perkotaan, penyediaan hunian vertikal dan pengelolaan rusunawa, serta memperkenalkan skema Rent to Own (sewa beli) untuk memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat non-bankable.
“Pendekatan kami tidak hanya membangun unit rumah, tapi juga menciptakan model keberlanjutan. Misalnya, lewat skema off taker dan sewa beli, kami membuka jalan baru bagi masyarakat untuk memiliki hunian dengan cara yang lebih fleksibel,” kata Budi.
Namun demikian, tidak sedikit hambatan yang harus dihadapi, terutama dalam hal keterbatasan lahan di pusat-pusat perkotaan yang berdampak pada tingginya harga tanah. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga harga jual tetap terjangkau, terutama bagi segmen MBR.
Masalah klasik lainnya adalah keterbatasan pembiayaan proyek, khususnya untuk pengembangan dalam skala besar yang memerlukan investasi jangka panjang. Dalam konteks ini, Perumnas terus memperluas jejaring kerja sama dengan lembaga pembiayaan, investor institusi, dan membuka peluang pendanaan berbasis proyek (project-based financing).
“Tantangan-tantangan tersebut kami jawab dengan memperkuat kemitraan. Baik dengan kementerian/lembaga, BUMN karya, maupun swasta lokal dan asing. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem pembangunan yang efisien, cepat, dan berdampak luas,” tegas Budi.
Dengan demikian, Perumnas bukan hanya pengembang. Ia adalah instrumen kebijakan negara yang bergerak di antara pusaran sosial, ekonomi, dan politik. Di tengah tantangan urbanisasi dan ketimpangan kepemilikan rumah, strategi holistik yang dijalankan BUMN ini bisa menjadi contoh keberhasilan sinergi pembangunan inklusif yang nyata. Termasuk pembangunan tiga juta rumah, yang bukan sekadar angka. Ia adalah cita-cita. Dan Perumnas, dengan segala keterbatasannya, tetap menjadi salah satu tulang punggung utamanya.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/langkah-taktis-perumnas-penuhi-kebutuhan-hunian-layak-huni/