Kunjungi Pabrik HS di Magelang, Bamsoet Dorong Jadi Pilar Ekonomi Nasional

Nasional1 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengunjungi pabrik rokok merek HS, di Magelang Jawa Tengah, Minggu (29/6/2025). Pabrik tersebut merupakan bagian Surya Group Holding Company milik pengusaha muda Muhammad Suryo.

Bamsoet menuturkan, industri rokok di Indonesia telah lama menjadi salah satu pilar dalam menunjang perekonomian nasional. Di tengah semakin ketatnya regulasi dan kesadaran masyarakat akan bahaya kesehatan akibat merokok, kontribusi sektor ini terhadap pendapatan negara dan penyerapan tenaga kerja tetap besar.

Dengan lebih dari 6 juta orang yang terlibat dalam industri rokok, baik sebagai petani, pekerja pabrik, maupun pedagang, sektor rokok memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan banyak keluarga di seluruh Indonesia.

Rokok HS yang diproduksi di Magelang adalah merek rokok kretek yang sedang naik daun di Indonesia. Merek ini memiliki beberapa varian rasa, seperti HS Original, HS Slim, dan HS Click dengan rasa beragam buah-buahan. Rokok HS juga dikenal sebagai produk legal yang mendukung perekonomian dan mengurangi peredaran rokok ilegal.

Baca juga : Kunjungi IMI DIY, Bamsoet Dorong Pembinaan Atlet Balap Sejak Usia Dini

Bamsoet menyatakan, industri rokok memiliki peran yang kompleks dalam perekonomian Indonesia. Di satu sisi, sektor ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam hal pendapatan dan lapangan kerja. Di sisi lain, tantangan kesehatan dan kebijakan yang semakin ketat menuntut inovasi dan penyesuaian dari para pelaku industri.

“Penting bagi pemerintah dan kalangan industri untuk bersama mencari solusi yang berkelanjutan. Sehingga, antara aspek perekonomian dan kesehatan masyarakat dapat terjaga dengan baik,” ujar Bamsoet.

Ketua MPR ke-15 dan Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat, pada 2024, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) mencapai lebih dari Rp 232 triliun. Ini menjadikannya penyumbang terbesar dalam kategori cukai.

READ  Disnaker Geber Program Latihan Kerja Peserta Wajib Dibekali Kompetensi Teknologi

Jumlah tersebut mencakup sekitar 9-10 persen dari total pendapatan negara. Pendapatan dari cukai tersebut digunakan untuk mendanai berbagai program publik, termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), melalui skema earmarking Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

Baca juga : Anwar Ibrahim Sayangkan Belum Optimalnya Potensi Ekonomi RI–Malaysia

Tidak hanya dari sisi penerimaan negara, sektor ini juga membuka jutaan lapangan kerja. Di hilir, terdapat ratusan ribu buruh pelinting yang bekerja di pabrik-pabrik rokok manual, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Di hulu, jutaan petani tembakau dan cengkeh menggantungkan nasibnya pada keberlanjutan industri ini. Belum lagi sektor distribusi, logistik, warung kelontong, dan pengecer yang merasakan manfaat ekonomi dari penjualan rokok,” papar Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, industri rokok kini menghadapi tekanan yang tidak ringan. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2024 sebesar rata-rata 10 persen, memicu kekhawatiran akan melonjaknya peredaran rokok ilegal.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sepanjang tahun 2023, berhasil menggagalkan penyelundupan lebih dari 600 juta batang rokok ilegal. Potensi kerugian negara yang bisa ditimbulkan mencapai Rp 820 miliar. Tingginya tarif cukai yang tidak diimbangi dengan pengawasan ketat di lapangan berisiko menekan produsen legal, sekaligus memberi celah bagi pasar rokok ilegal tumbuh subur.

Baca juga : Presiden Resmikan PLTP Ijen & PLTS Bali Timur, Dorong Kemandirian Energi Nasional

Persoalan lainnya adalah tekanan dari kampanye global anti tembakau dan regulasi nasional yang semakin ketat. Termasuk wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang memperluas larangan iklan dan promosi rokok. Kebijakan tersebut jika tidak dibarengi dengan kajian dampak ekonomi yang komprehensif, berpotensi mengikis sektor padat karya dan mengganggu ekosistem usaha kecil yang bergantung pada distribusi rokok.

READ  PMO Dan Hari Tuberkulosis Sedunia 2025

Ke depan, kata Bamsoet, yang dibutuhkan bukan hanya regulasi yang tegas. Tetapi juga kebijakan yang adil, akomodatif, dan berbasis data.

“Regulasi perlu diarahkan bukan hanya untuk pengendalian konsumsi rokok semata, namun juga untuk menjaga keberlangsungan ekonomi, pendapatan fiskal, dan perlindungan terhadap kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri ini,” pungkas Bamsoet.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *