
RM.id Rakyat Merdeka – Di tengah krisis sampah yang kian menggunung, pemerintah mempercepat penyusunan dokumen tata lingkungan dan mendorong pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce–Reuse–Recycle (TPS3R) di berbagai daerah. Era pengelolaan lingkungan berbasis data kini tak bisa lagi ditunda. Jakarta menjadi laboratorium awal.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup (KLH)/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Diaz Hendropriyono mengungkapkan, Indonesia tengah menghadapi krisis sampah yang semakin serius. Pemerintah perlu mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik, termasuk melalui TPS3R Sinergi Bersih yang baru diresmikan.
“Kita memang sedang dilanda krisis sampah, sesuatu yang kita hadapi setiap hari. Jumlah sampah yang kita hasilkan luar biasa banyaknya,” kata Diaz, saat meresmikan TPS3R di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (27/11/2025).
Pemilik nama lengkap Diaz Faisal Malik Hendropriyono itu menyebut, dari estimasi 56 juta ton sampah per hari, hanya 39 persen yang terkelola maksimal. Kondisi ini juga terjadi di Jakarta yang memproduksi sekitar 8 ribu ton sampah per hari. “Kebanyakan sampah tersebut berakhir ditumpuk di TPST Bantar Gebang, sisanya mencemari lingkungan,” ujarnya.
Untuk menjawab situasi ini, KLH/BPLH mendorong pembangunan TPS3R di seluruh Indonesia. Sebanyak 1.195 TPS3R diusulkan, sebagian merupakan revitalisasi fasilitas yang sudah ada.
Baca juga : Persib Fokus Ke Madura, Tak Pulang ke Bandung Usai dari Singapura
Putra mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono itu menegaskan percepatan penyusunan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup daerah menjadi fondasi penting menghadapi risiko bencana dan tekanan ekologis yang meningkat jelang perencanaan tahun 2026. Menurutnya, penguatan tata lingkungan tak bisa lagi ditunda, mengingat tingginya kejadian banjir yang terus berulang meski tanpa hujan ekstrem.
“Di Jabodetabek saja sejak 2020 sudah terjadi setidaknya 374 kejadian banjir, dan kita belum berhasil menanganinya sepenuhnya,” katanya.
Diaz menjelaskan, menurunnya tutupan vegetasi di wilayah hulu serta tren alih fungsi lahan yang diprediksi meningkat lima tahun mendatang membutuhkan perhatian serius.
Karena itu, percepatan penyusunan dokumen perencanaan berbasis ekologis menjadi langkah strategis, terutama Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) sebagai dokumen induk yang kini ditegaskan melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2025.
Saat ini, sebanyak 17 provinsi telah menetapkan Peraturan Daerah tentang RPPLH, sementara 19 provinsi lainnya masih dalam proses penyusunan. Diaz meminta percepatan penyelarasan antara pusat dan daerah. “Arahan Pak Menteri sudah jelas. Kami meminta daerah mempercepat penyelesaian Perda RPPLH, RPPEG, RPPEM, dan memastikan seluruh proses persetujuan lingkungan melalui AMDALnet,” ujarnya.
Baca juga : Pertamina Paparkan Upaya Pelestarian Lingkungan Di COP30 Brazil
Komisaris PT Telkom itu juga menyoroti ketidakteraturan historis dalam penyusunan dokumen tata lingkungan yang menyebabkan daerah menggunakan referensi berbeda. Menurutnya, momentum perbaikan kini lebih kuat karena seluruh regulasi teknis telah lengkap pada 2025.
“Sudah 16 tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tapi pengaturan teknisnya baru lengkap pada 2025. Sekarang PP sudah terbit, Permen tata cara sudah keluar. Inilah saatnya kita memperbaiki dan memastikan RPPLH menjadi acuan utama pembangunan daerah maupun nasional,” jelasnya.
Mantan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu mengapresiasi daerah yang telah menunjukkan komitmen kuat dalam penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH), hingga RPPLH. Tercatat, 21 provinsi telah menetapkan SK D3TLH, dan 17 provinsi menuntaskan RPPLH. Ia juga menyoroti kemajuan penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) dan Ekosistem Mangrove (RPPEM) sebagai fondasi penguatan ekosistem kunci nasional.
Dalam aspek teknologi dan data, Diaz menekankan pentingnya integrasi sistem informasi setelah penandatanganan Nota Kesepahaman antara KLH/BPLH dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Dengan MoU bersama BIG dan BMKG, kita memiliki basis data yang jauh lebih presisi untuk menyusun seluruh instrumen perencanaan tata lingkungan,” tuturnya.
Baca juga : AJF 2025: Kolaborasi Semangat Pahlawan, Jamu Dan Kearifan Budaya Lokal
Mantan Staf Khusus Presiden Bidang Sosial itu juga menegaskan percepatan implementasi AMDALnet sebagai bagian dari transformasi persetujuan lingkungan yang lebih transparan dan terintegrasi. Saat ini, 17 provinsi telah menerapkan AMDALnet. Diaz meminta seluruh daerah mengadopsinya tahun depan.
Menanggapi kekhawatiran daerah tentang keterbatasan sumber daya manusia dan waktu penyusunan dokumen, Diaz memastikan komitmen pendampingan pemerintah pusat. “Kami mendengar semua masukan, kritik, dan keluhan dari daerah. Kami tidak ingin berhenti di notulensi. KLH akan terus mendampingi secara nyata,” katanya.
Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Dudi Gardesi, menjelaskan TPS3R Sinergi Bersih Lenteng Agung mampu mengolah 30–40 ton sampah per hari dan melayani lima kelurahan. “Ini baru kapasitas seperlima. Jadi kita perlu membangun lima lagi,” ujarnya.
Dudi menambahkan, persoalan sampah bukan lagi sekadar isu operasional di Jakarta, melainkan tantangan besar yang menuntut langkah strategis, terukur, dan kolaboratif. Timbunan sampah yang terus meningkat telah menekan kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang yang semakin terbatas. Karena itu, dibutuhkan inovasi.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.






