Konsep Green Living Bikin Tubuh dan Jiwa Sehat, Hunian Ideal Bagi Urban yang Menghargai Waktu

Infrastruktur66 Dilihat

PropertyandTheCity.com, Jakarta – Sebuah unit apartemen satu kamar tidur di Cinere, Depok, Jawa Barat, menjadi pilihan tempat tinggal pasangan Rommy Suharto dan Genta Maulidia yang menikah pada akhir 2019.

“Waktu itu belum punya uang juga buat beli rumah atau apartemen. Jadi, mikirnya ya sudah nyewa apartemen dulu saja,” kata Rommy saat ditemui Property and The City, Jumat, 13 Februari 2025.

Sebelum menempati unit di lantai 12 apartemen dua tower di Jalan Raya Gandul, Cinere (Kota Depok di perbatasan dengan Jakarta Selatan) itu, Rommy dan Genta tiga tahun tinggal bersama orang tua Genta di sekitaran Cirendeu, dekat Universitas Islam Indonesia (UIN) Jakarta, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.

“Sebenarnya ikut orang tua enak juga sih, kemana-mana juga dekat karena rumahnya lumayan di tengah kota. Cuman dia (menunjuk istrinya) pengen tinggal di tempat yang ngga berisik. Rumah mertua kebetulan di permukiman umum, jadi crowded,” ungkap Rommy.

Biaya sewa unit seluas 36 meter persegi itu sebesar Rp40 juta per tahun. Biaya listrik, air, dan pemeliharaan sekitar Rp1,1 juta per bulan. Jadi total biaya yang dikeluarkan pasangan muda ini mencapai Rp54 jutaan per tahun. Dengan total biaya yang dikeluarkan itu, keduanya bisa menikmati berbagai fasilitas yang disediakan, seperti kolam renang, pusat kebugaran, dan keamanan selama 24 jam.

Salah satu pertimbangan keduanya memilih tinggal di sana adalah lokasi yang dekat dengan rumah orang tua. Genta mengaku hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk ke rumah orang tuanya di kawasan Ciputat apabila mengandalkan ojek. “Pertimbangannya murah, dekat dengan keluarga, lingkungan kondusif. Hati juga tenang karena masih bisa bolak-balik nengokin orang tua,” ucap Genta.

Rommy sendiri menyadari biaya tinggal di rumah vertikal itu lebih tinggi, dan sebetulnya ia bisa untuk mengangsur rumah tapak. “Tapi gue lihat kepraktisannya, dan keamanan 24 jam. Kalau ada apa-apa, tinggal panggil petugas. Makanya enjoy tinggal di apartemen termasuk dengan biaya-biayanya masih make sense kok, karena lebih simpel,” tandas pria berusia 34 tahun itu.

Selain itu, biaya sewa apartemen juga jauh lebih murah ketimbang sewa rumah tapak. Rommy mengatakan, harga sewa rumah yang berada di dekat jalan raya cukup mahal. harganya bisa Rp50-60 jutaan per tahun. “Waktu itu sempat ketemu rumah dengan biaya sewa Rp35 juta per tahun, tapi rawan banjir. Kayak rumah lama di dalam permukiman warga. Genta kurang nyaman,” kata Head of Search Engine Optimization (SEO) di salah satu perusahaan automotive e-commerce di Jakarta ini.

Antasari Place menciptakan ketenangan dan lingkungan yang aman berupa ruang komunal berorientasi untuk para profesional, keluarga muda dan keluarga mature.

Menuju enam tahun membangun biduk rumah tangga, pasangan ini makin kesengsem tinggal di apartemen yang serba praktis dan memberikan rasa aman. Namun, Genta mengungkapkan, belakangan ini keduanya mulai stress menghadapi kemacetan di Jalan Raya Cinere menuju Jalan TB Simatupang hingga kawasan perkantoran Sudirman yang kian tidak masuk akal.

“Kayak kita berdua nggak siap kalau harus mengorbankan waktu berjam-jam ke kantor. Asli, gondok banget kalau jalanan udah stuck. Sampai rumah energi sudah habis,” tukasnya.

Kendala lain muncul ketika memutuskan memperpanjang sewa untuk periode April 2025-2026, harga sewanya menjadi Rp50 juta per tahun. Keduanya tak menduga harga sewanya akan naik 25-30 persen. “Setahun sekali harus keluarin biaya Rp50-60 jutaan buat tempat tinggal yang ujung-ujungnya kita nggak bakal miliki. kayak, buat apa?,” ungkap Rommy.

Diskusi panjang, hitung-menghitung dan komparasi hunian satu ke hunian lain pun berlangsung. Begitu tahu biaya membeli apartemen di tengah kota masih bisa dijangkau, bahkan lebih murah ketimbang beli rumah seken di lokasi serupa, Rommy dan Genta memutuskan membeli unit apartemen.

READ  Demi Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan, Bank Sampoerna Perluas Jangkauan Sampoerna Fest 2025

Pas diitung-itung, biaya bensin, perawatan mobil, dan bujet healing mingguan kok gede juga ya. Ah, mending beli yang lokasinya dekat tempat kerja dari pada nyewa agak jauh tapi ujung-ujungnya biaya yang dikeluarkan hampir sama. Sekarang sedang pilih-pilih yang sesuai bujet, survei apartemen dan lokasinya. Nyari yang cocok sama aktivitas kita berdua,” kelakar Rommy.

Sebulan terakhir dua sejoli ini mencari sejumlah hunian jangkung secara online di situs-situs properti. Saudara dekat yang lebih dulu membeli rumah tapak di koridor Jalan Raya Pangeran Antasari, Cilandak, Jakarta Selatan, merekomendasikan Rommy dan Genta untuk mencari apartemen di sekitar tempat tinggalnya.

Setelah sana-sini menyurvei lapangan, Genta lumayan jatuh hati pada Apartemen Antasari Place. Konsep “walking distance”, akses dan lokasinya yang mudah dijangkau dari mana saja membuat Genta klik.

“Kalau mau beli properti untuk ditinggali emang harus effort sih nyarinya. Pas lihat posisi apartemen ini, kayak gue banget nih. Ke kantor sebentar juga sampai, ketemu meet up sama teman-teman dan keluarga juga nyaman karena ternyata apartemen ini bakal dilengkapi mal. Ke rumah orang tua juga nggak sampai 15 menit,” tutur pegawai pelat merah ini.

Setelah hitung untung-rugi juga cek dana simpanan, wanita 30 tahun ini mengaku apartemen yang berada tidak jauh dari Mal Cilandak Town Square (Citos) di Jakarta Selatan itu sesuai dengan bujetnya.

Jarak yang dekat dengan tempat kerja juga menjadi pertimbangan utama ia dan suaminya tertarik ‘meminang’ apartemen di Jalan Raya Pangeran Antasari ini, ketimbang membeli rumah tapak ukuran lebih lebar tapi lokasinya di luar Jakarta. Apartemen Antasari Place hanya 3,8 kilometer dari tempat kerja Genta di kawasan SCBD, Sudirman, dan 6 kilometer dari kantor sang suami di Melawai, Blok M.

Gue mikirnya, bukan aset properti saja tetapi waktu juga termasuk investasi. Daripada habis di jalan, mending (tinggal) di apartemen. Jadi, lebih pengen istirahat cukup, enggak capek di jalan. Gue enggak harus effort banget kayak yang 1,5 sampai 2 jam sebelum ke kantor harus berangkat karena Cinere di peak hours itu macetnya gila, cenderung nggak gerak bahkan kalau pagi,” katanya.

Green Living, Time of Value

“Dari sisi lokasi yang strategis dan konsep pengembangan apartemen yang menyatu dengan fasilitas lifestyle, kami cocok dengan apartemen Antasari Place,” tutur Rommy.

Dari 2,5 hektar lahan Antasari Place, yang dikembangkan menjadi tapak bangunan hanya sekitar 30 persennya. Selebihnya menjadi ruang terbuka hijau.

Merespons kisah Rommy dan Genta, Pengamat Tata Kota dan Lingkungan, Nirwono Yoga mengatakan, semestinya arsitektur tidak hanya menyediakan tempat berteduh, namun juga merupakan ekspresi identitas budaya dan kesejahteraan emosional. Arsitektur yang berpusat pada manusia mempertimbangkan dampak emosional suatu ruang, yang bertujuan untuk membangkitkan emosi positif dan menciptakan lingkungan yang menginspirasi dan mengangkat.

“Kota adalah pusat pertemuan manusia dalam aktivitas ekonomi. Dengan teknologi, transportasi dan aktivitas yang riuh, selain polusi sebagai momok kota, dampak buruk lainnya hampir rata-rata orang Jakarta stre karena macet. Ujung-ujungnya secara psikologis bisa kena TBC alias Tekanan Batin Capek, karena tekanan waktu perjalanan. Maka dari itu tak ada pilihan, bila ingin segalanya praktis dan sehat, kita harus fokus tangani itu dengan memilih tinggal di pusat kota yang kemana-mana dekat, disamping harus ada responsibility antara pengelola hunian, pemilik hunian terhadap kelestarian lingkungkan. Sebab itu, saya mengapresiasi upaya perusahaan pengembang properti yang fokus pada pembangunan yang bermanfaat bagi keberlangsungan hidup manusia,” papar Yoga, saat dihubungi Property and The City, beberapa waktu lalu.

READ  Terima Banyak Keluhan, Menkeu Sri Mulyani Janji Benahi Coretax

Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat mengatakan, kecenderungan kaum urban khususnya generasi milenial untuk tinggal di kota-kota besar sudah menjadi tren belakangan ini. Kelompok anak muda menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja.

“Sehingga, dengan kondisi ekonomi yang mampu membeli rumah tapi belum mampu menyiapkan waktu berjam-jam ke kantor dengan kereta komuter atau jalan tol yang seringkali macet ketika menuju dalam kota, pilihan yang mereka bisa lakukan ya membeli atau menyewa unit apartemen di tengah kota,” ujar Syarifah kepada Property and The City, melalui sambungan seluler, Selasa (18/2/2025).

Menurut dia, prioritas hidup anak muda perkotaan zaman sekarang berbeda dengan generasi orang tua mereka. Generasi sebelumnya memprioritaskan memiliki rumah secepat mungkin meski lokasi huniannya di pinggiran kota. Sementara itu, anak muda sekarang, kata Syarifah, ingin hidup yang lebih praktis, enggan membuang banyak waktu di jalan, dan tinggal dekat dengan tempat kerja.

“Mereka menyukai green living seiring dengan ketertarikan kelompok ini terhadap isu-isu teknologi canggih yang berfokus pada pelestarian lingkungan, efisiensi sumber daya, dan pengelolaan air. Mixed-use building, walking distance dan konsep smart city yang memungkinkan mereka mengakses berbagai kebutuhan dalam satu area akan menjadi preferensi mereka terhadap hunian. Sangat kompleks,” papar Syarifah.

Knight Frank mencatat, di Jakarta, pengembangan apartemen sebagian besar berada di kawasan Jakarta Selatan. Demikian juga apartemen premium paling banyak juga di kawasan ini. Residensial apartemen di wilayah ini menawarkan berbagai keunggulan, mulai dari akses prima, banyak memasarkan ukuran unit untuk first home buyer khususnya untuk profesional dan keluarga muda, atau pasangan baru menikah.

“Harga yang ditawarkan juga bervariasi, dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan kelas menengah,” tambahnya.

Menurut Syarifah, saat ini apartemen di dalam kota cenderung lebih dibutuhkan kaum menengah atas dan menengah. “Mereka sangat menghargai waktu. Mereka tidak mau membuang waktu dan stres di jalan. Karena itu mereka lebih terdorong tinggal di dalam kota,” katanya.

Rommy dan Genta adalah contoh kaum urban yang memandang tinggi nilai waktu (time of value). Faktor kedekatan tempat tinggal dengan orang tua dan kerabat, tempat kerja, sekolah anak-anaknya kelak, dan lain-lain menentukan pilihannya membeli hunian di tengah kota.

“Sementara itu, kebiasaan ngumpul  dengan keluarga biasanya akan disiasati oleh kebiasaan kongkow di ruang publik seperti mencari restoran dan kafe langganan di dalam mal-mal yang mudah dijangkau. Pada dasarnya, ketersediaan apartemen adalah alternatif pilihan dalam penyediaan rumah tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta,” tandasnya.

Wellness; Hunian dan Hiburan Jadi Satu

Arsitektur yang berpusat pada manusia adalah pendekatan yang menempatkan kebutuhan, preferensi, dan pengalaman individu di garis depan proses desain. Tujuanya, jelas untuk menciptakan ruang yang meningkatkan kualitas hidup manusia, memberi mereka kenyamanan, fungsionalitas, dan kenikmatan estetika.

Penyelesaian konstruksi Antasari Place dibubuhkan konsep smart living hingga green living. Tower satu mencakup 980 unit sudah terjual lebih dari 90 persen, bahkan sejak Januari kemarin hingga Juni 2025 nanti telah masuk tahap serah-terima unit.

Antasari Place mengadopsi konsep tersebut. Kendati berlokasi di wilayah Jakarta Selatan yang serba padat dan ramai, apartemen yang dikembangkan oleh PT Indonesian Paradise Property Tbk. (INPP) atau dikenal dengan Paradise Indonesia, melalui unit bisnis PT Prospek Duta Sukses ini, dirancang sebagai oase sekaligus standar baru bagi kenyamanan hidup yang berkualitas di sekitaran CBD selatan Jakarta yang terkenal dengan area rimbun dan hijau, dengan akses terbaik menuju kawasan gaya hidup maupun pusat bisnis Jakarta.

READ  Bekasi Marathon 2025 Digelar di Kota Harapan Indah

“Antasari Place adalah hunian yang menjadi oase ketenangan di jantung kota namun tetap terhubung dengan denyut nadi kehidupan modern,” ucap Presiden Direktur Paradise Indonesia Anthony Prabowo Susilo, beberapa waktu lalu di pusat perbelanjaan FX Sudirman, Senayan, Jakarta.

Di kota yang ramai dan sibuk, Antasari Place menciptakan ketenangan dan lingkungan yang aman berupa ruang komunal berorientasi untuk para profesional, keluarga muda dan keluarga mature termasuk kolam renang, taman bermain, tempat berdiskusi, area hangout hingga ruang multifungsi. Perancang unitnya ialah konsultan kelas dunia, PTI Architects, sehingga tiap unit terjamin kenyamanan penghuninya melalui layout yang efisien dan elegan.

Fitur hijau yang diterapkan adalah open space. Menurut Anthony, dari 2,5 hektar lahannya, yang dikembangkan menjadi tapak bangunan hanya sekitar 30 persennya. Selebihnya menjadi ruang terbuka hijau. Developer akan membangun dua menara apartemen mencakup 1.600 unit seharga mulai Rp1,3 miliaran dengan cicilan mulai Rp8 jutaan.

Nantinya, kaum urban seperti Rommy, Genta dan lainnya yang mendambakan hidup sehat dan pikiran rileks itu, bisa memanfaatkan lahan hijau untuk interaksi sosial, berolahraga, dan lainnya. Konsep ini diplot Paradise Indonesia untuk memenuhi prinsip indeks kawasan layak huni, salah satunya dengan menyediakan fasilitas ruang terbuka hijau sebagai area publik. Tersedia juga fasilitas fitness, area bermain anak, jadi living dan leisure di satu tempat.

“Keberadaan ruang terbuka, lokasinya strategis karena gampang kemana-mana, tentu akan membuat penghuninya bahagia. Anda bisa bermain dan menghabiskan waktu justru di ruang-ruang terbuka tadi. Tren yang menarik dalam lima tahun belakangan adalah, masyarakat di kota-kota besar dunian sekarang justru dalam rentang waktu 24 jam, ingin menghabiskan waktunya lebih lama di ruang terbuka, dibandingkan saat bekerja di kantor,” terang Yoga saat ditanya indeks korelasi kebahagiaan orang dengan ruang tinggal.

Entah untuk rebahan, membaca, bermain, bahkan sekadar nongkrong, lanjut Yoga, prinsip dasar sebuah hidup di kota, yakni untuk semakin dekat dengan alam.

“Sebab itu, ketika berencana membeli sebuah hunian, selain konsumen harus mengetahui dulu rekam jejak pengembangnya dan harus tetap teliti serta jeli terutama tentang peraturan-peraturan yang berlaku sampai hak dan kewajiban yang dimiliki, lihat juga cara membangunnya apakah meningkatkan atau memperbaiki lingkungan, atau semakin menghancurkan,” lugasnya.

Penyelesaian konstruksi Antasari Place dibubuhkan konsep smart living hingga green living. Tower satu mencakup 980 unit sudah terjual lebih dari 90 persen, bahkan sejak Januari kemarin hingga Juni 2025 nanti telah masuk tahap serah-terima unit.

Sebagai pelengkap apartemen, developer juga membangun mal ritel Alley yang ditargetkan beroperasi pada Mei 2025. Lokasi apartemen di kawasan bisnis TB Simatupang, Jakarta Selatan, tepatnya di pertemuan Jalan Pangeran Antasari-Jalan TB Simatupang serta interchange jalan tol Depok-Antasari dan jalan tol JORR Pondok Pinang-Taman Mini, kelak menjadikan mal baru ini bisa diandalkan sebagai meeting point dan tempat hangout kalangan profesional.

“Komitmen kami dari awal, membangun secepat-cepatnya. Sampai hari ini kami masih pada jalur yang direncanakan. Apabila apartemen yang 9 tahun mangkrak ini sukses ditangan kami, maka orang-orang akan melihat rekam jejak INPP lebih bagus lagi,” tandas Anthony.


Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/konsep-green-living-bikin-tubuh-dan-jiwa-sehat-hunian-ideal-bagi-urban-yang-menghargai-waktu/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *