Jakarta, Propertyandthecity.com – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berencana menetapkan batas minimal luas rumah subsidi dengan luas bangunan rumah subsidi menjadi 18-36 meter persegi dan luas tanahnya menjadi 25-200 meter persegi. Aturan baru ini tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025.
Dibandingkan dengan aturan sebelumnya, batas luas tanah untuk rumah tapak minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi, sedangkan luas rumah subsidi minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.
Hal ini langsung mendapatkan beragam komentar dari kalangan pengamat dan asosiasi perumahan, misalanya Ali Tranghanda yang menyoroti rencana itu sesungguhnya tidak ada urgensinya saat ini. Apalagi kalau sampai itu menjadi keharusan.
“Selama itu bukan menjadi keharusan, aturan ini tidak masalah karena pengembang masih bisa membangun maks luasan lebih besar sampai 36 meter persegi. Menurut saya dengan luasan 36 meter persegi seperti saat ini dengan harga patokan yang ada relatif sudah terjangkau masyarakat. Dengan standar UMP saat ini, masyarakat harusnya masih mampu untuk mencicil. Jadi memperkecil luasan bukan langkah efektif dan tidak ada urgensinya,” jelas Ali Tranghanda, Pengamat properti dari Indonesia Property Watch (IPW) kepada redakasi propertyandthecity.com, Jakarta, (01/06/2025)
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto juga menanggapi bahwa aturan penurunan (memperkecil) ini dikarenakan adanya keterbatasan lahan terutama di perkotaan, namun jika melihat dari standar kelayakan, rumah ukuran 18 meter persegi terlalu kecil sehingga aturannya perlu dikaji dengan matang.
Baca Juga: Jangan Pakai Ilmu Langit
Baca Juga: Gedung Kemenko 3 di IKN Rampung, Siap Tampung 1.375 ASN
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah menilai aturan ini dirasa kurang layak untuk ditempati.
Seperti kita ketahui permasalahan harga yang tinggi bukan hanya dikarenakan luasan rumah yang terlalu besar, namun juga masalah harga tanah yang terus tinggi sehingga banyak pengembang kesulitan mendapatkan lahan, kalau pun ada harga tanah murah tapi jaraknya jauh sehingga pasar akan menolak. Belum lagi biaya-biaya siluman yang saat ini masih tinggi, tidak hanya di Pemda namun BPN. “Harusnya Kementerian PKP bisa lebih melihat inti permasalahan perumahan di Indonesia,” ujar Ali.
Memang hal ini menjadi dilema permasalahan perumahan di Indonesia, tapi ke depan ini akan menciptakan masalah sosial dan masalah hunian yang tidak terlalu layak bagi masyarakat. Bila tetap diterapkan, IPW mengkhawatirkan akan muncul masalah sosial yang baru, karena pastinya lingkungan perumahan menjadi crowded dan cenderung kumuh.
Baca Juga: Tim Asesmen Golden Property Awards 2025 Berkunjung ke Garden Residence at Emeralda Golf
Baca Juga: BOOMERANG PROPERTI
Tentunya hal ini berbeda dengan hunian kecil yang dibangun di wilayah dengan harga tanah yang sudah tinggi. Oleh sebab itu, “Jangan sampai hal ini mengindikasikan kemunduran dalam kelayakan hunian di Indonesia,” tegas Ali. (*)

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/aturan-luasan-rumah-subsidi-diperkecil-pengamat-properti-ini-indikasi-kemunduran-penyediaan-hunian-yang-layak/