RM.id Rakyat Merdeka – Dokter Spesialis Paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Erlina Burhan menyoroti langkah pemerintah Singapura, yang menyamakan vaping atau rokok elektrik dengan penyalahgunaan narkoba. Menurutnya, ini adalah sinyal keras tentang betapa seriusnya ancaman kesehatan publik dari produk tersebut. Pemerintah Indonesia harus segera bertindak.
“Bagi saya, ini adalah alarm yang perlu didengar serius, termasuk oleh Indonesia. Sebab, di balik citra ‘lebih aman’ yang kerap dipasarkan, vape membawa bahaya kesehatan yang tak kalah dengan rokok konvensional,” kata Erlina via akun Instagram pribadinya, @erlinaburhan, Selasa (19/8/2025).
Erlina pun mengungkap hasil penelitian yang menyebutkan, 30 kali hisapan vape setara dengan satu batang rokok. Artinya, meskipun bentuk dan aromanya berbeda, beban nikotin serta dampak kesehatan tetap serupa.
Uap dari cairan vape bukan sekadar asap wangi. Uap tersebut mengandung zat karsinogenik yang memicu kanker, serta menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran pernapasan.
“Dampaknya bisa berlanjut menjadi asma, penyakit paru kronis, hingga kanker paru,” jelas Erlina.
Baca juga : Gubernur Jateng Kukuhkan Paskibraka, Ingatkan Cinta Indonesia
Ironisnya, lanjut Erlina, marketing vape sering menyasar generasi muda dengan citra modern, berwarna, dan seolah lebih sehat. Padahal, hasilnya justru menciptakan gelombang adiksi baru.
“Banyak yang awalnya bukan perokok, akhirnya terjerat nikotin karena rasa penasaran terhadap vape,” cetus Erlina.
Regulasi Jangan Terlambat
Erlina menilai, kebijakan Singapura terkait vape patut menjadi refleksi. Sejauh ini, Indonesia belum memiliki regulasi yang tegas mengenai vape.
Dalam pandangannya, Indonesia butuh aturan jelas dan komprehensif. Dari standar kandungan, pemasaran, hingga edukasi publik.
“Jangan sampai kita mengulang kesalahan yang sama dengan rokok konvensional. Regulasi terlambat hadir setelah dampak kesehatan sudah begitu meluas,” ujar Erlina.
Baca juga : Jangan Samakan Pajak dan Zakat, Ini Perbedaannya
“Selama celah itu dibiarkan, masyarakat akan terus terjebak dalam ilusi bahwa vape hanyalah rokok modern yang lebih aman. Padahal, faktanya tidak demikian,” imbuhnya.
Rokok Adalah Rokok
Langkah Singapura, kata Erlina, bisa terlihat ekstrem. Tetapi, dalam konteks kesehatan masyarakat, lebih baik mencegah generasi muda jatuh dalam adiksi nikotin baru, ketimbang mengobati di kemudian hari.
“Seperti yang selalu saya tekankan. Bentuk apa pun, rokok adalah rokok. Ujungnya sama-sama membahayakan kesehatan diri dan orang lain,” tandas Erlina.
Setara Narkoba
Rencana pemerintah Singapura mengambil tindakan yang jauh lebih tegas terhadap vaping dan memperlakukannya sebagai masalah narkoba dengan hukuman yang lebih berat, disampaikan Perdana Menteri (PM) Lawrence Wong dalam pidatonya di Hari Nasional Singapura pada 17 Agustus lalu.
“Banyak vape mengandung zat adiktif dan berbahaya seperti etomidate. Jadi, vape itu hanya alat pengantarnya. Bahaya sebenarnya justru terletak pada apa yang ada di dalamnya,” jelas PM Wong.
Baca juga : Pertamina Patra Niaga Perluas Cakupan Sertifikasi SAF Ke Tiga Bandara Besar
“Sekarang ditemukan etomidate, ke depannya, mungkin lebih buruk lagi,” lanjutnya.
Vaping telah dilarang di Singapura sejak 2018. Berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini, kepemilikan, penggunaan, atau pembelian vape dapat dikenakan denda maksimal 2.000 dolar Singapura.
“Kami akan menangani ini sebagai masalah narkoba, dan memberikan hukuman yang jauh lebih berat. Artinya, hukuman penjara dan hukuman yang lebih berat bagi mereka yang menjual vape dengan zat berbahaya siap menanti,” tandas PM Wong.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.