Industri Hulu-Hilir Gas Kian Strategis, Jadi Motor Asta Cita

Nasional11 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Kontribusi industri hulu dan hilir gas terhadap perekonomian Indonesia tercatat terus meningkat. Untuk itu perlu dukungan semua pihak, agar pasokan gas bisa tetap lancar.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sektor ekonomi yang nyambung dengan usaha hulu gas naik dari 104 jadi 113 sektor. Indeks multiplier juga melesat dari 4,98 ke 6,56. Artinya penciptaan manfaat atau nilai tambah ekonomi dari investasi yang dilakukan oleh industri hulu gas meningkat dari 4,98 kali menjadi 6,56 kali.

“Industri hulu gas memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor pendukung dan penggunanya. Kegiatan usaha hulu gas memiliki peran penting baik sebagai penyedia bahan baku maupun penyedia energi,” ujar Komaidi, di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Baca juga : Indonesia Siap Ambil Peran Strategis Di Event tlacSEA 2025 Singapura

Keterkaitan makin nyata. Nilai total linkage index meningkat dari 2,63 jadi 3,12. Angka di atas 1, kata Komaidi, nunjukin sektor ini punya daya dorong kuat buat pertumbuhan ekonomi.

Ia menegaskan, pengembangan hulu gas sejalan dengan transisi energi, hilirisasi, dan upaya atasi defisit gas. Berdasarkan kajian ReforMiner, jika 50 persen konsumsi minyak bumi dan batubara dialihkan ke gas bumi, emisi bisa ditekan sampai 36,16 juta ton CO2e dan 123,35 juta ton CO2e.

Defisit pasokan gas di Jawa Barat dan Sumatera yang diprediksi tembus 513 MMSCFD pada 2035, bisa ditekan kalau hulu gas digenjot.

Baca juga : Istana Diguyur Hujan, Pasukan Upacara Tetap Semangat Gladi Kotor HUT Ke-80 RI

Apalagi kebutuhan hilirisasi bakal besar, tembus 1.078 MMSCFD. Itu buat proyek Pupuk Iskandar Muda (PIM)-3, Pupuk Sriwijaya (Pusri) III, GRR Tuban, Amurea PKG, Pabrik Metanol Bojonegoro, Masela, sampai pengembangan amonia di Banggai dan Papua Barat.

READ  Rekomendasi 5 Aplikasi Kripto Terpercaya Di Indonesia

Soal LPG, Komaidi kasih catatan serius. Konsumsi naik dari 8,02 juta ton (2020) jadi 8,90 juta ton (2024), sementara produksi domestik mentok di 1,9 juta ton.

“Sementara kemampuan produksi LPG domestik stagnan pada kisaran 1,9 juta ton. Karena itu Indonesia harus mengimpor LPG sekitar 6,90 juta ton per tahun,” jelasnya.

Baca juga : Tumbuh 5,68 Persen, Industri Manufaktur Masih Jadi Motor Utama Ekonomi

Lima tahun terakhir, subsidi LPG nguras Rp 453 triliun alias 40–60 persen dari total subsidi energi. Devisa impor juga lumayan, Rp 64 triliun per tahun. Komaidi yakin, angka itu bisa ditekan kalau produksi LPG dalam negeri naik.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *