RM.id Rakyat Merdeka – Langit pagi pada Sabtu (13/6/2025) di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara tampak mendung.
Hujan gerimis menjadi teman sepanjang jalan, menyusuri jalur tambang yang berpadu dengan hamparan hijau vegetasi reklamasi.
Inilah perjalanan mengenal lebih dekat komitmen keberlanjutan PT Trimegah Bangun Persada TBK (Harita Nickel).
Ketika melintasi pemukiman di Desa Kawasi Baru. Tak lagi terdengar debur ombak yang biasa memecah sunyi di permukiman Desa Kawasi lama.

Community Development Manager Harita Nickel Ifan Farianda mengungkapkan, Desa Kawasi baru ini berdiri kokoh di atas dataran setinggi 16 meter dari permukaan laut—lebih aman, lebih luas, dan lebih terencana.
“Relokasi warga dari Kawasi Lama bukan semata soal pindah tempat. Ini adalah kisah tentang harapan baru, tentang meninggalkan zona rawan bencana, dan tentang menata masa depan yang lebih layak,” kata Ifan saat memaparkan soal program relokasi warga ke Desa Kawasi Baru kepada Rakyat Merdeka dan Sejumlah Editor Energi, Sabtu (13/6/2025).
Tinggalkan Pantai, Menuju Perbukitan
Desa Kawasi Lama yang berada di bibir pantai memang menyimpan kerentanan. Rawan abrasi dan erosi, terutama saat musim cuaca ekstrem melanda.
Meski sudah menjadi rumah turun-temurun, lokasi ini dinilai tak lagi aman untuk dihuni dalam jangka panjang.
Pemerintah Daerah, didukung Harita Nickel, akhirnya menawarkan solusi.
Sekitar 100 hektare lahan disiapkan sebagai permukiman baru. Namanya: Kawasi Baru. Tak hanya luas, tapi juga lengkap dan siap dihuni.
Baca juga : Kementan Harap Pengurus Baru Forwatan Berperan Aktif Dukung Kemajuan Pertanian
“Relokasi ini bagian dari komitmen kami untuk mendukung program Pemerintah Daerah. Dan memastikan masyarakat tinggal di tempat yang lebih aman dan layak,” kata Ifan.

Rumah Baru, Harapan Baru
Sebanyak 259 unit rumah dibangun Harita Nickel, dengan beragam tipe sesuai kebutuhan warga.
Ada tipe standar hingga tipe kecil, lengkap dengan fasilitas dasar dan infrastruktur penunjang. Warga tidak sekadar pindah, tapi benar-benar diperhatikan.
Rumah bagus, dapat sertifikat pula. Banyak dari mereka sebelumnya menempati tanah tanpa sertifikat.
Di tempat baru ini, status hukum kepemilikan lebih jelas. Relokasi dilakukan secara sukarela.
Warga cukup menunjukkan bukti kepemilikan atau KTP beralamat Kawasi, lalu rumah dan tanah lama ditaksir dan diganti dengan unit di permukiman baru.
“Semua prosesnya transparan dan berbasis kesukarelaan. Tidak ada paksaan. Kami hadir untuk memfasilitasi, agar warga bisa pindah dengan tenang dan mendapat manfaat yang setara, bahkan lebih baik,” tambah Ifan.
Salah satu ibu rumah tangga yang sudah menempati rumah di Desa Kawasi Baru mengaku lebih nyaman tinggal di tempat baru.
“Betah, lebih nyaman di sini (Desa Kawasi Baru),” kata Nina Nomor.

Saat ini, Nina aktif di Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan lini bisnis produk abon ikan. UMKM binaan Harita Nickel.
Baca juga : Atasi Penurunan Muka Tanah, PU Siapkan Tanggul di Pesisir Teluk Jakarta
“Sekarang sambil jualan sembako juga di rumah. Pendapatan dalam sebulan 10 juta rupiah. Ekonomi makin meningkat dengan adanya UMKM,” kata Nina sambil tersenyum.
Tak Hanya Rumah, Tapi Juga Kehidupan
Kawasi Baru bukan sekadar deretan rumah. Di sini tersedia sekolah dari tingkat SD hingga SMA, tempat ibadah—gereja dan masjid, hingga Pustu (Puskesmas Pembantu) yang akan ditingkatkan menjadi Puskesmas penuh.
Ada juga Tempat Pemakaman Umum dan area khusus untuk rumah kos bagi masyarakat dan karyawan.
Untuk pasokan listrik, genset menyuplai energi selama 24 jam. Bahkan tersedia fasilitas pengolahan sampah terpadu (PST).
“Satu-satunya di Maluku Selatan yang mampu mengolah hingga 10 ton sampah per hari,” imbuh Irfan.
Di tengah kawasan, disiapkan pula lahan pertanian edukatif di bukit Salam Kawasi.
Warga yang sebelumnya bercocok tanam kini bisa melanjutkan aktivitasnya di sini, dengan konsep pelatihan pertanian berbasis wisata.
“Kami ingin Kawasi Baru tidak hanya menjadi tempat tinggal, tapi juga pusat kehidupan yang berkelanjutan. Pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga pelestarian lingkungan jadi satu kesatuan yang kami dorong bersama masyarakat,” jelas Ifan.

Selain itu, ada fasilitas olahraga, lapangan sepak bola, ada juga gedung serba guna.
Masih Ada yang Bertahan
Meski sudah tersedia semua fasilitas, tak semua warga langsung bersedia pindah.
Baca juga : Indonesia CARE Gelar Dapur Kurban Di Kampung Pemulung Tanah Abang
Beberapa memilih tetap di Kawasi Lama, alasan utamanya adalah ikatan emosional terhadap tanah leluhur.
“Ada sejarah keluarga di sana yang memilih bertahan. Selebihnya warga pendatang yang berjualan,” kata Irfan.
Namun perlahan, kesadaran mulai tumbuh. Kini, sekitar 50 persen unit rumah sudah dihuni—sekitar 300 kepala keluarga telah resmi berpindah.
Aktivitas pasar di kawasan baru memang belum seramai dulu, apalagi para pendatang dan pedagang masih banyak yang tinggal di permukiman lama.
Rumah kos pun baru mulai terisi sebagian.
Langkah Menuju Masa Depan
Kawasi Baru adalah bukti nyata bagaimana relokasi bukan sekadar menggusur, tapi membangun kembali dengan pendekatan kemanusiaan.
“Ada nilai keberlanjutan, ada harapan untuk generasi berikutnya,” tegas Irfan.
Pulau Obi tak hanya dikenal karena tambang nikel, tapi juga karena cerita tentang relokasi yang menyisakan banyak pelajaran tentang adaptasi, kolaborasi, dan masa depan yang lebih baik.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.