RM.id Rakyat Merdeka – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menekankan pentingnya literasi digital dan kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI) sebagai bekal utama masyarakat dalam menghadapi era banjir informasi dan disrupsi teknologi. Menurutnya, kemudahan akses terhadap informasi tanpa proses verifikasi menuntut kesiapan sumber daya manusia untuk bersikap kritis dan bijak.
“Kita harus mendidik masyarakat sejak usia dini agar memiliki daya kritis terhadap informasi. Harus bisa cek dan ricek, melakukan verifikasi. Itulah literasi digital dan literasi kecerdasan buatan,” ujar Pratikno, dalam keterangannya, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, saat ini penyebaran informasi palsu, manipulasi visual, dan berita bohong semakin mudah terjadi tanpa kecakapan literasi. Oleh karena itu, selain regulasi oleh kementerian teknis, edukasi seluruh lapisan masyarakat menjadi kunci dalam membangun manusia Indonesia yang tangguh dan adaptif.
“Kami di Kemenko PMK mengkoordinasikan berbagai kementerian di bidang pendidikan untuk memastikan literasi ini menjadi bagian dari sistem pendidikan. Literasi dalam memahami, menganalisis, dan memanfaatkan informasi secara cerdas,” jelasnya.
Menteri Sekretaris Kabinet di era Presiden Joko Widodo itu juga menekankan pentingnya menjadikan teknologi digital dan AI sebagai sarana peningkatan produktivitas masyarakat. Bukan sekadar konsumsi informasi.
“Harapannya, semua menjadi pengguna digital yang bijak, cerdas, dan mampu memanfaatkan teknologi untuk produktivitas. Pada akhirnya, kita harus mampu berdaulat dalam pengembangan teknologi digital dan kecerdasan artifisial,” tuturnya.
Baca juga : Mitratel Gelar DigiCamp, Kenalkan Dunia Digital pada Anak Sejak Dini
Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) ke-14 itu menyebut, edukasi digital harus menyasar seluruh kelompok masyarakat melalui pendekatan for all, for many, and for few. Artinya, edukasi digital harus bersifat inklusif sekaligus mendalam sesuai peran dan kapasitas masing-masing.
Senada, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menekankan pentingnya literasi digital untuk menangkal Disinformasi, Fitnah, dan Kebencian (DFK). Supaya informasi yang diterima masyarakat benar-benar fakta, bukan tontonan semata.
Hasan menuturkan cara menangkal DFK. Antara lain melalui sinergi semua pihak bersama-sama skeptis dengan setiap informasi, menguatkan literasi dan menjauhkan emosi, serta membangun kesadaran kritis.
“Pemerintah tidak sanggup kalau hanya menangani masalah ini sendiri, karena yang jadi pelaku jumlahnya ratusan juta. Butuh ada masyarakat, kelompok masyarakat yang punya kesadaran yang sama bahwa DFK itu tidak boleh, bahwa DFK itu menghancurkan bangsa,” katanya.
Hasan mendorong media, kantor-kantor Pemerintah, organisasi masyarakat untuk membuat cek fakta. Meskipun cek fakta mungkin akan menimbulkan kegaduhan, sebab bisa jadi pihak yang disebut menyebar hoaks akan marah.
“Tapi cek fakta ini harus dilakukan sebanyak mungkin orang, supaya kita bisa menjaga akurasi. Pasti berisik, tapi lama kelamaan kita akan terbiasa,” katanya.
Baca juga : Dukung Swasembada Pangan, Menteri PU Genjot Pembangunan Irigasi Di Aceh
Dia menganalogikan satu berita DFK seperti satu ekor burung/hama pemakan padi atau jagung. “Kalau satu burung saja nggak akan habis padi atau jagung, tetapi kalau DFK-nya banyak, satu rombongan besar burung yang datang ke sawah atau ke ladang jagung, itu hasil kerja keras petani akan habis,” ujarnya.
Hasan menjelaskan, cek fakta diharapkan bisa menyadarkan publik yang saat ini sering disuguhi beragam informasi yang bersifat tontonan. Sehingga batas-batas antara kebenaran dan tontonan menjadi kabur.
“Seorang filsuf dan sosiolog dari Perancis Jean Baudrillard menyebutnya dengan konsep simulakra. Dunia simulasi atau dunia tontonan,” kata Hasan.
Ada tiga tingkatan simulakra. Pertama, tingkat representasi, yakni informasi yang masih berhubungan dengan dunia nyata. Kedua, tingkat distorsi realitas, yakni objek sudah kehilangan transendensi akibat revolusi teknologi. Ketiga, tingkat hiper realitas, yakni ketika tanda, citra, dan simbol tidak lagi menggambarkan realita, bahkan menggantikan realita.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti meluncurkan inisiatif pengenalan pembelajaran coding dan AI di sekolah. Hal ini sebagai langkah strategis menyelaraskan pendidikan Indonesia dengan kemajuan teknologi global.
Program ini direncanakan dimulai pada tahun ajaran 2025–2026, dengan tahap awal menyasar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK) yang sudah siap dari sisi infrastruktur dan sumber daya manusia.
Baca juga : Menkop: Kopdes Dawuhan Hadirkan Energi Koperasi Desa Yang Lain
Pembelajaran dilakukan melalui tiga model: internet-based (berbasis daring), plugged (menggunakan perangkat), dan unplugged (tanpa perangkat). Untuk jenjang SD, pendekatan dilakukan melalui permainan edukatif dan metode unplugged guna mengenalkan logika berpikir komputasional secara menyenangkan.
Siswa SMP akan diperkenalkan dengan pemrograman blok, algoritma sederhana, serta konsep AI dalam kehidupan sehari-hari. Di jenjang SMA/SMK, pembelajaran mencakup pemrograman berbasis teks, machine learning, serta pemanfaatan AI dalam dunia industri.
Menurut Abdul Mu’ti, tujuan utama dari program ini adalah membentuk generasi muda yang berpikir kritis dan menguasai literasi digital. Serta mampu beradaptasi di era Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0. “Tanpa literasi digital yang kuat, generasi muda akan kesulitan bersaing di masa depan,” ujarnya.
Kompetensi utama yang ditargetkan meliputi berpikir komputasional (dekomposisi, pola, abstraksi, algoritma), literasi digital, analisis data, algoritma pemrograman, human-centered mindset, etika AI, desain sistem AI, hingga teknik dan aplikasi AI.
Pemerintah juga menekankan pentingnya sinergi antara sekolah, pemerintah, industri, dan masyarakat untuk membangun ekosistem pendidikan digital nasional. Negara-negara seperti Jepang, Singapura, Amerika Serikat, dan Finlandia disebut telah lebih dulu mengintegrasikan coding dalam kurikulum pendidikan mereka.
“Integrasi coding dan AI bukan hanya inovasi, tapi keharusan mendasar agar Indonesia tidak tertinggal,” tegas Mu’ti.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.