RM.id Rakyat Merdeka – Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (Gekrafs) mendorong pentingnya diplomasi ekonomi kreatif sebagai sarana untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia ke kancah dunia.
Ketua UMKM DPP Gekrafs sekaligus Tenaga Ahli DPR Faizal Hermiansyah mengaku saat ini mendorong anggota dewan untuk segera menyusun draf UU khusus mengenai diplomasi ekonomi kreatif.
“Ada beragam ekonomi kreatif yang harus kita gerakkan,” kata Faizal dalam acara Creative Talks Road to Kongres 1 Gekrafs di Jakarta, Senin (23/6/2025).
Faizal menyoroti, potensi besar pertukaran budaya melalui seni seperti wayang atau musik, yang belum dimanfaatkan secara optimal dalam diplomasi.
Faizal menambahkan, Indonesia memiliki aset budaya yang tak terhingga. Musik, misalnya, dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dikenal luas, serta pariwisata Bali yang telah mendunia.
Baca juga : Brigjen Pardosi dan Diplomasi Sagu Bakar di Hati Papua
Industri kreatif lainnya seperti Jember Fashion Week dan Reog Ponorogo juga telah membuktikan diri sebagai daya tarik kuat bagi wisatawan mancanegara.
Menurut Faizal, Pemerintah harus lebih fokus pada potensi industri kreatif yang saat ini telah menyumbang 7 persen ekonomi nasional dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Ia juga menekankan pentingnya mengidentifikasi tren global yang dapat disinergikan dengan kebudayaan Indonesia.
Menurutnya, pemisahan Kementerian Ekonomi Kreatif dan Kementerian Pariwisata adalah langkah positif yang memungkinkan pengambilan keputusan lebih cepat dan langsung disampaikan kepada presiden, sehingga memajukan industri ekonomi kreatif.
Sejalan dengan visi ini, Gekrafs akan menggelar kongres pertamanya pada 18-19 Juli 2025 di Jakarta.
Baca juga : PLN EPI Gasifikasi Nias, Dorong Ekonomi Daerah dan Akses Energi Bersih
Kongres ini diharapkan menjadi batu loncatan penting untuk terus menggerakkan industri kreatif, khususnya dalam aspek diplomasi.
“Insya Allah Kongres pertama ke depan itu akan menjadi batu loncatan selanjutnya untuk terus menggerakkan ekonomi kreatif terutama dalam segi diplomasi,” ungkapnya.
Sementara, Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN) Riefian Fajarsyah menegaskan bahwa film memiliki peran krusial sebagai alat diplomasi budaya yang paling efektif atau soft diplomacy.
“Soft power menjadi elemen kunci. Di zaman sekarang ini tidak lagi hanya mengandalkan kekuatan militer dan ekonomi, tapi juga narasi, nilai, dan budaya yang menggugah. Film dirasa sebagai alat paling kuat dalam membentuk persepsi global,” katanya.
Ifan Seventeen-sapaan akrab Riefian Fajarsyah menambahkan, film mampu memperkenalkan budaya Indonesia secara berbeda dan mudah diterima. Ia mencontohkan, Korea Selatan sukses melakukan itu.
Baca juga : Trump Dinilai Tak Hormati Minoritas
Namun, kata Ifan, meski film memiliki kekuatan diplomasi yang efektif untuk mengenalkan budaya Indonesia ke kancah global, nyatanya hingga saat ini industri perfilman Indonesia masih menemui tantangan.
Ifan menjelaskan, ada tiga tantangan utama. Pertama, belum ada regulasi dan pendanaan lintas negara yang memang mendukung produksi film bersama.
Kedua, akses film Indonesia ke pasar global ini masih sangat terbatas, baik dalam distribusi maupun promosi. Ketiga, kualitas SDM dan infrastruktur yang dinilai belum sepenuhnya siap untuk bersaing di tingkat global.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.