
Jakarta, propertyandthecity.com – Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali melayangkan kritik tajam terhadap kebijakan perdagangan Indonesia. Dalam laporan tahunan bertajuk 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers, United States Trade Representative (USTR) menyoroti sembilan jenis hambatan perdagangan yang dinilai merugikan kepentingan dagang Negeri Paman Sam.
Laporan itu dirilis di tengah negosiasi dagang yang masih berlangsung antara kedua negara. Ketegangan meningkat setelah AS menaikkan tarif impor terhadap produk Indonesia dari 32 persen menjadi 47 persen, khususnya untuk tekstil dan garmen.
Berikut adalah sembilan hambatan utama versi pemerintah AS:
- Kebijakan Impor dan Tarif Pajak
AS menilai tarif bea masuk Indonesia kerap melebihi batas ketentuan WTO, khususnya untuk produk teknologi informasi seperti perangkat routing dan switching. Tarif pajak dan mekanisme audit yang dianggap tidak transparan, serta proses restitusi pajak yang memakan waktu bertahun-tahun, juga jadi sorotan.
- Hambatan Non-Tarif
AS mengkritik sistem perizinan impor Indonesia yang dinilai tumpang tindih dan memberatkan, khususnya untuk produk hortikultura dan hewani. Penilaian bea cukai juga dianggap tidak sesuai praktik global karena menggunakan harga referensi alih-alih nilai transaksi aktual.
- Hambatan Teknis Perdagangan
Regulasi teknis seperti sertifikasi halal, uji laboratorium untuk mainan, serta standar kebersihan yang berulang-ulang disebut menghambat akses barang ke pasar Indonesia. Untuk produk hewani seperti susu dan daging, eksportir AS bahkan harus membayar lebih dari USD10.000 untuk proses audit dan inspeksi di tempat.
- Pengadaan Proyek Pemerintah
AS menyoroti kebijakan Indonesia yang memberikan preferensi kuat pada produk dalam negeri dalam proyek-proyek pemerintah. Departemen dan BUMN diwajibkan memprioritaskan barang dan jasa lokal, yang dinilai membatasi akses perusahaan asing.
- Perlindungan Kekayaan Intelektual
Lemahnya penegakan hukum atas pelanggaran hak kekayaan intelektual juga jadi perhatian. AS secara spesifik menyebut Pasar Mangga Dua, Jakarta, sebagai salah satu pusat pembajakan produk palsu. Kurangnya koordinasi antar lembaga disebut memperparah masalah ini.
- Hambatan di Sektor Jasa
Banyak sektor jasa yang masih dibatasi untuk asing. Contohnya, kuota 60% untuk film lokal di bioskop, pembatasan kepemilikan asing di layanan keuangan dan telekomunikasi, hingga pengaturan ketat untuk ekspedisi kilat, waralaba, dan distribusi ritel.
- Hambatan Perdagangan Digital
Meski tidak dikenakan tarif, produk digital seperti perangkat lunak diwajibkan untuk dilaporkan ke otoritas bea cukai. AS menilai ini sebagai beban administrasi tambahan. Selain itu, regulasi soal konten terlarang di internet juga dipersoalkan karena dinilai tidak jelas.
- Hambatan Investasi
Keterbatasan kepemilikan asing masih diberlakukan di sejumlah sektor, seperti media (maksimal 20%) dan transportasi udara (maksimal 49%). AS juga menyoroti belum konsistennya implementasi penghapusan Daftar Negatif Investasi oleh pemerintah Indonesia.
- Subsidi dan Kendala Struktural
AS menuduh Indonesia terus memberi insentif fiskal di zona ekonomi khusus dan belum sepenuhnya melaporkan program subsidi ke WTO. Di luar itu, hambatan struktural seperti korupsi, lambatnya pengadaan lahan, penegakan kontrak yang lemah, dan kurangnya transparansi regulasi juga dianggap memperberat iklim investasi.
Negosiasi Tarif Terus Berjalan
Meski laporan USTR belum berujung pada sanksi resmi, sorotan ini mempertegas tekanan dagang dari Washington terhadap Jakarta. AS merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia dengan nilai ekspor mencapai USD28,1 miliar pada 2024.
Baca Juga: Danantara: Dana Investasi Raksasa Namun Strategi Masih Tanda Tanya
Namun, surplus neraca perdagangan yang besar—USD17,9 miliar—mendorong AS untuk menyeimbangkan posisi dengan mengenakan tarif tambahan.
Kementerian Perdagangan RI belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait laporan USTR ini. Namun, sejumlah pengamat menilai Indonesia perlu merespons cepat dan strategis agar tidak kehilangan momentum ekspor ke pasar global, terutama di sektor manufaktur dan tekstil yang menjadi tulang punggung ekspor nonmigas.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/9-hambatan-perdagangan-indonesia-versi-as-dari-tarif-impor-sertifikasi-halal-hingga-kuota-film-lokal/