RM.id Rakyat Merdeka – Saya lahir di empat kilometer dari Kota Brebes, artinya Pantura. Waktu kecil, saya sering minum jamu karena dulu belum ada puskesmas. Maka di sini, saya akan bicara keras. Mungkin pahit, tapi seperti jamu, niscaya akan menyehatkan.
Kebetulan saya baru pulang dari RRC. Dulu juga sempat menjadi Anggota DPR pada tahun 1995-1997. Saya pun pernah berkeliling ke Eropa dan beberapa negara lain. Dan saya sampaikan, di sana justru lebih Pancasilais daripada kita. Ini fakta yang tak terbantahkan. Boleh tidak setuju, tapi mari kita bicara berdasarkan fakta sosial.
Yang ingin saya tegaskan, kita di sini bukan sedang membahas bahan ajar. Kita sedang membahas rule of law yang akan mengikat seluruh rakyat Indonesia. Mari kita berhenti bicara basa-basi, jangan sampai substansinya malah menyimpang jauh dari yang diinginkan para pendiri Republik ini.
Kalau kita bicara RUU BPIP, maka kita harus jujur. Adakah manfaatnya? Anak-anak, adik-adik, teman-temanku. Manfaatkanlah masa transisi ini untuk kebaikan masa depan. Jadi, apa sebenarnya pokok masalah BPIP? Pertama, kita harus paham bahwa Pancasila sebagai ideologi itu belum sempurna. Syarat mutlak sebuah ideologi adalah memiliki tool, alat untuk melaksanakannya. Saat ini Pancasila masih sekadar angan-angan, cita-cita luhur. Kenapa? Karena kelahiran Pancasila mendahului kelahiran bangsa. Alat atau caranya untuk mewujudkan tentu harus diatur dalam Undang-Undang Dasar.
Baca juga : BPIP Emban Misi Asta Cita
Saudaraku, tentang buku risalah BPUPKI dan PPKI, yang dulu buku wajib bagi anggota DPR, warnanya putih. Sekarang masih buku wajib atau tidak?
Dari situ kita tahu, betulkah batang tubuh, pembukaan, dan penjelasan UUD itu satu kesatuan jiwa? Kalau belum baca ini, tolong berhenti bicara. Jangan menyesatkan. Walau hanya buku, itu data primer. Dikeluarkan resmi oleh Sekjen.
Kita juga harus tahu Undang-Undang Dasar 1945 yang asli itu disusun dengan tergesa-gesa. Dibicarakan dalam forum PPKI hanya sekali, itupun hanya soal syarat Presiden dan Wakil Presiden. Kenapa? Karena Bung Karno harus cepat-cepat melapor bahwa Indonesia sudah siap merdeka. Itu fakta sejarah.
Realitas aturan main kita sungguh luar biasa. Sebelum ada NKRI, sudah ada rakyat Samin, rakyat Tengger, rakyat pedalaman Dayak. Tapi begitu ada NKRI, mau bikin KTP saja tidak bisa. Inikah Pancasila? Tolong, bangun! Jangan sampai rumusan RUU BPIP ini seperti pelajaran di kelas.
Baca juga : Serambi Pancasila: Media Perjumpaan
Contoh nyata, saya punya anak perempuan beragama Islam, menikah dengan Protestan. Negara tidak mau mengesahkan. Saya sampai datangi Dirjen Dukcapil. Dijawab, “Kalau saya laksanakan, saya masuk penjara.” Akhirnya kawin dulu di Singapura, baru didaftarkan di sini. Inikah Republik yang berdasarkan Pancasila? Bukan!
Badan mana lagi yang akan menangani hal-hal seperti ini kalau bukan BPIP? Lanjut. Kita lihat residu masa lampau. Etika moral, khususnya dalam bernegara, sudah rusak. Mohon maaf, angkatan saya ini, yang sekarang berusia 74 tahun, siapa yang tidak korupsi? Termasuk saya. Jangan bilang tidak. Bedanya, saya tidak kotor karena saya punya tanggung jawab pada keluarga.
Ayo bangkit bangsaku! Jangan begini terus. Ke depan, jadikan negara ini sebagai wadah dan alat bersama yang didasarkan pada Pancasila. Kesemuanya ini sebaiknya menjadi fungsi BPIP, untuk mengevaluasi, memberi saran kepada Presiden, dan dikonsultasikan ke DPR.
BPIP sebaiknya menjadi wadah untuk menginventarisir kekurangan-kekurangan dan penyimpangan-penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dalam tata kelola negara. BPIP juga perlu menilai produk-produk hukum lama, mana yang salah, mana yang harus diperbaiki.
Baca juga : Jaga Nyala Pancasila Dari Gempuran Digital
Kita harus berani memperbaiki kekurangan dan kerusakan masa lampau dengan legitimasi yang kuat. Caranya gampang kok. Rakyat sekarang butuh ketenangan, jaminan penegakan hukum. Saya bicara apa adanya. Mau apa lagi?
*Materi tulisan dari masukan Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi dalam RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) soal RUU BPIP (Rancangan Undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) di Baleg DPR (Badan Legislasi), pada Rabu (16/7/2025). Pemateri adalah Tenaga Ahli Penasihat Presiden bidang Hankam dan mantan Anggota DPR.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.