Arah yang Terlupakan

Nasional150 Dilihat


BUDI RAHMAN HAKIM

BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka – Kita telah membangun banyak hal: jalan, bandara, pabrik, pusat data. Tapi pertanyaan pentingnya: untuk menuju ke mana? Kita begitu sibuk bergerak, namun lupa memeriksa arah. Politik berganti, kebijakan silih berganti, jargon terus diperbarui, tapi arah dasar bangsa ini seperti kabur dalam kabut kepentingan. Kita berjalan cepat—tanpa kompas.

Di ruang kekuasaan, semua sibuk membahas strategi, elektabilitas, investasi, proyek nasional. Tapi tak banyak yang membicarakan: apa yang sebenarnya sedang kita bangun sebagai bangsa? Apakah kita ingin menjadi negara yang kuat secara ekonomi, atau negara yang adil bagi semua? Apakah kita ingin menjadi negara besar, atau negara yang membuat warganya merasa aman dan dihargai?

Baca juga : Bangsa yang Berdoa

Yang sering terlupa: arah tidak datang dari kekuasaan, tapi dari kesepakatan nilai bersama. Dari kejujuran, dari kesanggupan mendengarkan yang lemah, dari tekad untuk tidak meninggalkan siapa pun. Bangsa ini tidak akan ditentukan hanya oleh siapa yang memimpin, tapi oleh arah moral yang dijaga bersama. Arah yang membuat kita tahu kapan harus menolak meski itu menguntungkan, dan kapan harus memberi meski itu merugikan.

Kini kita makin canggih bicara target, indikator, dan presentasi kebijakan. Tapi jika rakyat di lapisan bawah tetap merasa sendirian, maka kita sedang tersesat dalam pembangunan yang tidak berpijak pada jiwa. Kita bereskan infrastruktur, tapi membiarkan keterasingan sosial. Kita tuntut efisiensi, tapi tak peduli empati.

Baca juga : Kita Tak Punya Cerita

Arah bangsa tidak bisa dibentuk oleh pidato tahunan. Ia tumbuh dalam keseharian: dalam keteladanan pemimpin, dalam kejujuran guru, dalam ketegasan hakim, dalam kepedulian tetangga. Jika nilai-nilai itu hilang dari keseharian, maka arah bangsa akan ditentukan oleh kepentingan yang bising—bukan oleh nurani yang jernih.

READ  Kurang Ruang Belajar, Depok Belum Serentak Terapkan Masuk Sekolah Pukul 06.00

Terlalu lama kita mengira arah itu soal kebijakan jangka panjang. Padahal, arah itu dimulai dari keberanian kecil: menolak korupsi di kantor sendiri, mengutamakan publik daripada gengsi pribadi, memilih hidup bersih meski tak populer. Arah bangsa adalah hasil dari keputusan moral harian yang dikumpulkan jadi kekuatan kolektif.

Baca juga : Pendidikan Tanpa Jiwa

Kini saatnya kita bertanya: apa yang akan kita wariskan? Negara besar tanpa rasa memiliki? Masyarakat produktif tapi kehilangan makna? Atau bangsa yang tahu ke mana ingin menuju—meski jalannya penuh tantangan?

Jika kita bisa menjawab itu dengan jujur, maka arah yang terlupakan bisa kita temukan kembali. Dan dari situlah, bangsa ini bisa melangkah dengan kepala tegak dan jiwa yang utuh.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *