Angkatan Puisi Esai Menguat di Era AI, Tembus Panggung Internasional

Nasional595 Dilihat



RM.id  Rakyat Merdeka – Di tengah derasnya arus teknologi dan kecerdasan buatan (AI) yang menggoyang banyak bentuk sastra konvensional, angkatan puisi esai justru menunjukkan pertumbuhan signifikan dan menguat sebagai sebuah gerakan sastra lintas generasi dan zaman.

Fenomena ini mengemuka dalam konferensi pers bertajuk “Lahirnya Angkatan Puisi Esai: Sastra di Era AI & Puisi Esai Goes to Germany” yang digelar di Nomu Kafe, Jakarta Selatan, Jumat (20/6/2025). Hadir sebagai narasumber, dua sastrawan terkemuka Agus R. Sarjono dan Ahmad Gaus AF, serta penggagas puisi esai, Denny JA.

Dalam sambutannya, Denny JA menyampaikan bahwa era digital dan AI memang mengubah lanskap literasi secara global. Merujuk pada data National Endowment for the Arts (NEA), terjadi penurunan minat baca novel dan cerpen di AS dari 45,2 persen pada 2012 menjadi 37,6 persen pada 2022. Pembaca puisi pun turun dari 11,7 persen menjadi 9,2 persen. Di Indonesia, survei LSI Denny JA mencatat hanya 16 persen masyarakat membaca satu buku sastra dalam setahun.

Namun, berbeda dengan tren global tersebut, puisi esai justru tumbuh. Sejak diperkenalkan pada 2012, genre ini telah melahirkan lebih dari 200 judul buku. Bahkan, festival puisi esai berskala internasional telah digelar rutin empat kali di Sabah, Malaysia, dan tiga kali di Indonesia. Tak hanya itu, setiap tahun sejak 2021, rata-rata 20–25 buku puisi esai terbit di berbagai kota.

Baca juga : Ahli: Penerapan Pasal Perintangan di Kasus yang Sudah Inkrah Tak Masuk Akal

“Puisi esai menjawab krisis perhatian zaman. Ia menggabungkan estetika puisi, kekuatan narasi esai, dan refleksi sosial yang kontekstual. Format ini mempermudah generasi baru mengekspresikan kegelisahannya tanpa harus menjadi penyair konvensional,” ujar Denny.

READ  Prabowo Promosikan Danantara Di Depan Juragan Migas Internasional

Sastrawan Ahmad Gaus AF menilai bahwa puisi esai kini telah membentuk sebuah angkatan sastra baru. Ia menyebut seluruh indikator yang dulu dirumuskan oleh H.B. Jassin untuk mendefinisikan angkatan sastra—yakni kesamaan visi estetik, momen kolektif, dan kesadaran generasional—telah terpenuhi dalam gerakan puisi esai.

“Ini bukan sekadar genre, tapi telah menjadi angkatan sastra dengan ekosistem lengkap: ada festival, dana abadi, jejaring akademik, serta keberlanjutan penulis lintas generasi,” kata Gaus.

Lebih lanjut, Agus R. Sarjono memaparkan lima ciri utama dari Angkatan Puisi Esai: Dirumuskan sebagai genre dengan estetika dan struktur khas; Lahir dari satu tokoh penggerak, yakni Denny JA; Didukung ekosistem sastrawi yang berkelanjutan; Terbuka terhadap kolaborasi dengan AI; Berdampak secara nasional dan mulai menembus panggung sastra internasional.

Baca juga : Pelni Ajak Ratusan Siswa SD Keliling Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok

Salah satu penanda pengakuan global itu adalah rencana presentasi puisi esai dalam 5th Conference for Asian Studies di Bonn, Jerman pada September 2025. Agus R. Sarjono akan hadir sebagai pembicara, dan makalahnya akan diterbitkan di jurnal ilmiah Orientierungen. Kolaborasi internasional dengan komunitas sastra di Tiongkok dan negara lainnya pun sedang dibangun.

“Puisi esai adalah pertemuan antara keberanian dan kerendahan hati, antara puisi dan realitas. Ia mengangkat isu-isu sosial seperti bencana, cinta, ketidakadilan, dan perjuangan. Formatnya fleksibel, humanistik, dan menjawab kebutuhan zaman,” ujar Agus.

Di tengah era ketika teks-teks panjang kalah saing dengan klip visual dan konten instan, puisi esai menawarkan alternatif yang menyentuh hati dan bernas secara intelektual. Gerakan ini juga terbuka bagi kolaborasi antara penyair manusia dan mesin, namun tetap menegaskan bahwa hanya puisi yang paling manusiawi yang akan bertahan.

READ  Arsenal Datangkan Pemain Muda Asal Valencia

“Di era AI ini, puisi esai hadir bukan sebagai nostalgia, tapi sebagai jembatan antara logika dan nurani, antara kata dan kenyataan,” pungkas Agus.

Baca juga : Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos

Dengan keberanian untuk bertransformasi dan tetap menyatu dengan denyut zaman, puisi esai menunjukkan bahwa sastra Indonesia masih memiliki ruang yang luas untuk tumbuh, menjangkau dunia, dan memberi warna dalam khazanah sastra global.


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News


Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *