Jakarta, propertyandthecity.com – Pemerintah tengah menyusun regulasi baru terkait batasan luas tanah dan rumah subsidi. Meski menuai pro dan kontra, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menegaskan ia siap mendengar semua masukan.
Dalam pertemuan dengan para Ketua Umum Asosiasi Pengembang di Bandung, Senin (2/6/25), Ara menyampaikan, draft aturan terkait batasan luas tanah dan rumah subsidi ini belum final dan masih menampung berbagai masukan.
“Sekarang kan masih tahapan daripada masukan-masukan. Pro kontra itu biasa. Tujuannya kan baik,” ujar Ara dikutip dari keterangan tertulis, dikutip Selasa (3/6/25).
Ia bahkan mendorong publik untuk aktif memberikan kritik, agar kebijakan yang dilahirkan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat dan kondisi di lapangan.
“Saya sebagai Menteri sangat terbuka soal draft Peraturan Menteri PKP itu. Saya nggak membatasi silakan kalau mau kritik dan saran. Adanya kritik di depan makin bagus sehingga kerja kami nyaman,” ucapnya.
Saat ini, ketentuan mengenai rumah subsidi diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023. Dalam regulasi tersebut, luas tanah rumah tapak ditetapkan minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi, sedangkan luas bangunan minimal 21 meter persegi hingga maksimal 36 meter persegi.
Namun, ramai diberitakan bahwa melalui draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, pemerintah berencana memperkecil batasan luas rumah subsidi. Dalam draf tersebut, luas tanah disebut akan diturunkan menjadi minimal 25 meter persegi, dan luas bangunan minimal 18 meter persegi.
Tujuan utama regulasi ini, menurut Ara, adalah untuk memastikan masyarakat berpenghasilan rendah tetap bisa mendapatkan rumah layak di kawasan perkotaan yang lahannya makin sempit.
“Nantinya akan semakin banyak pilihan bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah subsidi di perkotaan. Selain itu akan sangat bagus bagi pengembang karena dituntut makin kreatif dan konsumen akan semakin banyak pilihan rumah,” ucapnya.
Ara juga mendorong sistem penjualan rumah subsidi yang berbasis pada rumah jadi, bukan sekadar gambar brosur. Menurutnya, ini akan memberikan kepastian bagi pembeli dan mendorong pengembang lebih bertanggung jawab.
“Jadi masyarakat yang akan membeli rumah subsidi harus benar-benar melihat bangunan rumahnya jadi dulu dan bukan pilih gambar di pamplet. Risikonya ada di pengembang karena mereka harus bangun rumahnya dulu,” katanya.
Ia menyebutkan, penyusunan peraturan ini sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto agar kementeriannya menjaga kepentingan rakyat dalam sektor perumahan.
“Tapi tujuan saya (penyusunan draft peraturan) sangat baik. Kenapa? Supaya makin banyak (masyarakat) yang bisa mendapat manfaat. Dan kira-kira ada nggak ruginya buat konsumen atau malah nggak ada. Kan dia yang pilih rumahnya. Saya optimis kok peraturan ini sangat baik,” katanya.
Soal keterbatasan lahan, Ara menilai solusinya ada pada kreativitas desain. Ia menantang pengembang untuk membuat rumah subsidi yang layak meski di atas lahan terbatas, termasuk dengan membangun rumah bertingkat.
“Sekarang saya mau lihat desain-desainnya. Bisa buat tingkat nggak? Soalnya tanahnya kan mahal. Masa kita kalah dari masalah? Kalau tanahnya mahal, selama ini ruang bisa dibangun tingkat jadi kita jangan mau kalah dari masalah? Desain-desain rumahnya dari dulu gitu-gitu aja. Kita bikin desain yang bagus. Nanti tunggu kejutannya. Saya akan expose desain-desain rumah yang bagus,” katanya.
Ara mengaku banyak menemukan penghuni rumah subsidi yang masih muda atau baru menikah. Karena itu, ia ingin rumah subsidi dirancang sesuai kebutuhan konsumen.
Setelah regulasi rumah subsidi ini selesai, Kementerian PKP juga akan menyusun aturan untuk rumah komersil. Ara menegaskan, kedua jenis hunian akan memiliki aturan yang jelas terkait lahan, pembiayaan, desain, hingga harga.
“Jadi nanti ada aturan rumah subsidi dan rumah komersil. Isinya tentu akan mengatur soal lahan, pembiayaan, desain, ukuran dan harga. DPR juga meminta kami untuk menjalankan peraturan hunian berimbang agar segera dilaksanakan oleh pengembang,” tuturnya.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah pimpinan asosiasi pengembang, seperti Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto, Ketua Umum Himperra Ari Tri Priyono, Ketua Umum Apersi Junaidi Abdullah, Ketua Umum Asprumnas, Ketua Umum Apernas Jaya, serta Komisioner BP Tapera.
Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto pun menyebut penting adanya penyesuaian SNI terkait luas lahan rumah subsidi tersebut
“Kami harap dalam penyusunan peraturan tersebut sesuai dengan SNI yang berlaku,” ucap Joko.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/dikritik-soal-aturan-baru-luas-rumah-subsidi-maruarar-sirait-buka-suara/