Langit Jakarta masih menggantungkan awan kelabu ketika Dr. Sri Haryati, S.Pi., M.Si., Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Perkotaan (PKP), berdiri di atas mimbar CEO & Leaders Forum 2025. Di hadapan para pengambil keputusan dari industri properti, seperti developer, pembisnis bahan bangunan, lembaga keuangan, dan stake holder lainnya, Sri Haryati tak sekadar menyodorkan angka—ia tak hanya memaparkan visi, tetapi juga merinci strategi, tantangan, dan langkah konkret yang sedang dijalankan. Sekaligus mengajak berpikir ulang tentang makna “rumah layak huni”, tentang urbanisasi yang menyesakkan, dan tentang kolaborasi lintas sektor yang kini menjadi kebutuhan mendesak.
Dalam pemaparannya, Sri menggarisbawahi kenyataan yang mencemaskan: 80 dari 100 penduduk Indonesia akan tinggal di kota pada 2045. Namun, kebutuhan rumah belum terkejar. Saat ini, backlog perumahan mencapai lebih dari 12,7 juta unit. Setiap tahun, kebutuhan bertambah sekitar 800 ribu rumah baru, tetapi kemampuan penyediaan baru sekitar 400–500 ribu unit per tahun.
“Kalau kita tak mengejar dengan cara luar biasa, kota-kota kita akan dipenuhi ketimpangan dan kawasan kumuh,” tegas Sri di The Westin Jakarta, Kamis, (17/04/2025).
Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota-kota besar lainnya menjadi magnet urbanisasi, sekaligus medan pertempuran dalam menyediakan hunian yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan.
Masalahnya bukan semata jumlah rumah. Tantangan terbesar ada pada bagaimana rumah-rumah itu dibangun, di mana lokasinya, dan bagaimana menjamin aksesibilitas serta infrastruktur penunjangnya. Data menunjukkan defisit hunian layak masih signifikan. Sementara kawasan kumuh terus tumbuh diam-diam di balik megahnya apartemen dan pusat perbelanjaan.
Untuk menjawab tantangan itu, pemerintah merumuskan strategi pembangunan perumahan berbasis klaster wilayah. Tiga pilar menjadi penopang utama: Ketersediaan lahan, pembiayaan yang inovatif, serta kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Melalui urban housing ecosystem, Sri memaparkan bahwa perumahan bukan sebagai produk akhir, tapi bagian dari sistem kota yang hidup. Dalam skema ini, pendekatan kawasan menjadi kunci—perumahan bukan hanya tempat tinggal, tapi bagian dari ekosistem kota: Dekat dengan pekerjaan, terhubung dengan transportasi publik, dan mendukung kehidupan sosial.
“Sudah saatnya kita tidak lagi membangun rumah. Tapi membangun kota,” tegas Sri, disambut tepuk tangan dari para CEO properti.
Inovasi Pembiayaan dan Peran Swasta
Untuk itu, kementerian membuka pintu lebar untuk keterlibatan swasta, termasuk melalui skema publicprivate partnership (PPP) dan berbagai insentif fiskal. Model pembiayaan mikro juga dikembangkan agar masyarakat berpenghasilan rendah tetap bisa mengakse rumah layak.
Sri menekankan pentingnya “rumah sebagai investasi masa depan”—baik bagi individu, maupun untuk pembangunan kota yang inklusif. Dengan pendekatan ini, pembangunan perumahan bukan lagi urusan Kementerian saja, tapi menjadi gerakan nasional lintas sektor..
Untuk mempercepat pembangunan tiga juta rumah, pemerintah menggelar karpet merah dalam bentuk insentif perizinan dan fiskal. Regulasi perizinan kini dipangkas dan dipercepat melalui sistem OSS-RBA (Online Single Submission – Risk Based Approach). Tak hanya itu, insentif pajak—termasuk pembebasan PPN untuk rumah bersubsidi dan pengurangan pajak penghasilan bagi pengembang diberikan demi mendorong swasta turut serta.
Sri menekankan bahwa kemudahan ini tak hanya untuk developer besar. “Justru kita harap pengembang menengah dan koperasi bisa turut masuk dalam ekosistem penyediaan rumah rakyat,” ujarnya.
Lahan dan Hunian Berkualitas
Di jantung kota, lahan adalah komoditas langka. Maka, Kementerian PUPR menyusun strategi pengadaan lahan berbasis optimalisasi aset negara dan pemanfaatan tanah perkotaan yang belum tergarap. Salah satu skema menarik adalah pengalihan fungsi lahan milik BUMN atau pemerintah daerah yang tidak produktif menjadi lahan perumahan vertikal bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)
“Ini bukan soal tanah kosong. Ini soal membangun konektivitas antarwilayah, antara rumah dan tempat kerja,” kata Sri.
Selain itu, pemerintah tengah menjajaki model land banking untuk memastikan kesinambungan suplai lahan di wilayah strategis, khususnya kawasan penyangga kota besar.
Namun bicara hunian, tak hanya kuantitas, kualitas hunian pun jadi sorotan pemerintah. Sri memaparkan bahwa rumah layak bukan hanya soal bangunan berdinding dan beratap. Ia bicara soal kawasan: Jalan lingkungan yang aman, sanitasi yang memadai, hingga fasilitas publik yang menjamin hidup manusiawi.
Di akhir pidatonya, Sri menegaskan bahwa perumahan adalah fondasi kota yang adil. “Kalau rumah menjadi eksklusif, kota kehilangan rohnya. Tapi jika semua orang bisa berteduh, kota akan bertumbuh,” katanya.
Baca Juga, Lahan Penjara Mau Disulap Jadi Rumah Rakyat, Menteri Ara Godok Skemanya
Visi ini bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi pembangunan peradaban. Dalam forum prestisius ini, benih-benih kolaborasi antara negara dan pasar mulai ditanam. Harapannya, rumah tak lagi sekadar tempat tinggal—melainkan tempat bermula cita-cita.
Strategi Pencapaian Target 3 Juta Rumah: Menjawab Backlog Hunian di Perkotaan
Dalam materi yang dipresentasikan, tergambar jelas urgensi dan strategi pemerintah dalam menjawab krisis hunian yang makin akut, terutama di kawasan perkotaan.
Setidaknya ada dua angka kunci yang menggugah. Hingga akhir tahun 2023, terdapat dua angka utama yang menjadi cerminan problem struktural di sektor perumahan:
• 9,9 juta rumah tangga belum memiliki rumah alias mengalami backlog kepemilikan. Dari jumlah ini, 78,87% berada di perkotaan— menandakan urbanisasi yang tak dibarengi kemampuan akses terhadap hunian.
• Di sisi lain, 26,9 juta rumah tangga tinggal di rumah tidak layak huni (backlog kelayakan), dan 54,64% di antaranya juga berada di kawasan perkotaan. Artinya, separuh warga kota tinggal di hunian yang tidak memenuhi standar kenyamanan dan keamanan.
Menjawab tantangan tersebut, pemerintah menyusun enam strategi utama untuk merealisasikan program tiga juta rumah. Secara umum, inilah strategi itu:
- Pembiayaan Perumahan. Pemerintah mengalokasikan dukungan pendanaan dari berbagai sumber seperti APBN, APBD, dana FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), dan non-FLPP. Skema pembiayaan ini dirancang agar mampu menjangkau berbagai segmen masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
- Penyiapan Lahan untuk Perumahan. Salah satu aspek paling krusial dalam pembangunan rumah adalah lahan. Pemerintah mengoptimalkan aset milik negara, BUMN, lahan sitaan dari kasus BLBI, hingga hasil rampasan Kejaksaan Agung. Langkah ini menjadi terobosan agar pembangunan rumah tidak terhambat mahalnya harga tanah di kota-kota besar.
- Kualitas Hunian Rumah dan Kawasan Permukiman. Rumah tidak hanya harus terbangun, tetapi juga harus andal dan layak. Pemerintah menekankan keandalan bangunan, kualitas infrastruktur pendukung, serta rumah tahan bencana seperti gempa bumi. Kawasan hunian juga harus manusiawi, dengan akses air bersih, sanitasi, dan jalan lingkungan yang baik.
- Bantuan Perumahan yang Tepat Sasaran. Pemerintah merancang intervensi berdasarkan peta sebaran backlog. Bantuan ditujukan untuk pembangunan rumah baru serta peningkatan kualitas rumah eksisting. Ini menyasar kelompok masyarakat dengan kondisi terburuk, agar bantuan benar-benar menyentuh yang paling membutuhkan.
- Dukungan Regulasi dan Kelembagaan. Penguatan dilakukan melalui penyusunan struktur organisasi (SOTK) di Kementerian, pembaruan kebijakan teknis seperti Kepmen Bantuan Perumahan, serta revisi regulasi besar seperti UU No. 23 Tahun 2014. Penyesuaian juga dilakukan terhadap batas pendapatan MBR untuk setiap provinsi agar lebih relevan dan tepat sasaran.
- Perlindungan Konsumen. Kesadaran bahwa pembangunan perumahan menyangkut hak warga mendorong perluasan fungsi Klinik Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kanal pengaduan dan penyelesaian sengketa dipertegas agar konsumen terlindungi dari praktik pengembang nakal.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://propertyandthecity.com/inovasi-dan-strategi-jitu-wujudkan-program-3-juta-rumah/