
RM.id Rakyat Merdeka – Mantan Direktur Rekayasa Infrastruktur Darat PT Pertamina Patra Niaga, Edward Adolf Kawi menyatakan, Terminal BBM milik PT OTM memangkas biaya distribusi dan impor BBM nasional. Selain mampu menekan biaya impor, terminal tersebut juga mempermudah distribusi BBM ke berbagai wilayah di Indonesia.
Hal itu disampaikan Edward saat menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Ia dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung untuk terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, beneficial ownership PT Tangki Merak dan PT OTM.
Dalam persidangan, jaksa mempertanyakan alasan distribusi BBM harus melalui Terminal BBM PT OTM. Menurut Edward, secara nilai keekonomian, penggunaan terminal tersebut lebih efisien karena dapat menekan ongkos logistik.
Baca juga : Karen Sebut Sewa Terminal BBM Merak Karena Pengalihan Tanggung Jawab
“Memang desain OTM ini untuk kapal-kapal besar, Pak. LR (long range) maupun MR (medium range). Ada juga beberapa GP (general purpose). Secara keekonomian, cost paling murah adalah kapal dengan ukuran besar,” ujar Edward di hadapan majelis hakim.
Ia menjelaskan, Terminal BBM PT OTM berfungsi sebagai penghubung atau titik transit. Dari terminal tersebut, BBM disalurkan ke depo-depo Pertamina yang lebih kecil di berbagai daerah.
Edward menambahkan, tidak semua terminal milik Pertamina memiliki dermaga dengan kapasitas besar. Misalnya, dermaga di Bengkulu hanya mampu disandari kapal berkapasitas 3.500 deadweight tonnage (dwt), sementara di Teluk Kabung, Padang dapat menampung hingga 35.000 dwt.
Contoh lainnya, Terminal BBM di Panjang, Lampung hanya bisa menampung kapal GP berkapasitas 17.000 dwt.
Baca juga : SPBU Pertamina Musti Perbanyak Improvisasi Pelayanan
Sementara Terminal BBM Kertapati, Palembang, hanya bisa dilalui kapal maksimal 4.500 dwt karena keterbatasan alur Sungai Musi. Adapun Terminal BBM Pontianak juga hanya dapat disandari kapal dengan kapasitas 3.500 dwt.
“Batasannya karena dua hal, Pak. Pertama, impor butuh kapal besar agar freight cost-nya murah. Kedua, tidak semua terminal penerima kami memiliki kapasitas besar,” jelas Edward.
Dalam perkara ini, Kerry bersama sejumlah terdakwa lain didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
Aksi mereka mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 285,1 triliun. Rinciannya, kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171,99 triliun akibat kemahalan harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi nasional.
Baca juga : Cak Imin Sebut Ditjen Pesantren Kado Istimewa Di Hari Santri
Selain itu, terdapat illegal gain senilai 2.617.683.340,41 dolar AS atau sekitar Rp 43,35 triliun, yang merupakan keuntungan ilegal dari selisih harga impor BBM melebihi kuota dengan harga minyak mentah dan BBM dalam negeri.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.






