RM.id Rakyat Merdeka – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis kepada tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dengan pidana 3 hingga 11,5 tahun penjara.
Hakim menyatakan, ketiganya bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama.
Para terdakwa terdakwa yaitu, mantan Kepala Pusat Krisis (Puskris) Kesehatan sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemenkes Budi Sylvana, Direktur Utama (Dirut) PT EKI Satrio Wibowo, dan Dirut PT PPM Ahmad Taufik.
“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sejumlah Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” ujar ketua majelis hakim Syofia Marlianti Tambunan membacakan amar putusan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Hal yang memberatkan vonis yakni perbuatan terdakwa bertentangan dengan upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi, dan terdakwa telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Kemenkes.
Sedangkan hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan dan memiliki tanggung jawab keluarga.
Hakim menilai, Budi telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai PPK dalam pengadaan APD Covid-19.
Baca juga : Terbitkan SE Covid-19, Kemenkes: Untuk Tingkatkan Kewaspadaan dan Pengendalian
Budi juga melakukan pembayaran terhadap 170 ribu set APD yang diambil TNI dari kawasan berikat di Bogor, Jawa Barat pada 22-24 Maret 2020.
Padahal saat itu belum ada surat pemesanan, dan pembayaran dilakukan sebelum penandatanganan surat pesanan nomor KK.02.01/.1/460/2020 tertanggal 28 Maret 2020.
Juga tidak dilengkapi dengan bukti pendukung lainnya. Budi juga tidak melakukan penghentian dan pemutusan kontrak surat pesanan tersebut setelah adanya audit dengan tujuan tertentu tahap 1 dan tahap 2.
Sehingga perbuatannya bertentangan dengan Pasal 18 Ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Menkes Nomor 1191/Menkes/Per/III/2010 tanggal 23 Agustus 2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan, serta beberapa peraturan lainnya.
Menurut pertimbangan hakim, perbuatan Budi tidak terlepas dari kewenangan, kesempatan, dan sarana yang ada padanya selaku PPK pengadaan merek Boho pada Puskris Kemenkes Dana Siap Pakai BNPB tahun anggaran 2020.
“Dengan demikian, maka beralasan hukum majelis hakim berpendapat, unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” kata hakim anggota Nofalinda Arianti membacakan pertimbangannya.
Hakim menyatakan, Budi bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Baca juga : Korupsi Lebur Cap Emas Antam, 7 Pihak Swasta Divonis 6–9 Tahun Penjara
Kemudian, Ahmad Taufik divonis 11 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Hakim juga menghukum Taufik membayar uang pengganti sebesar Rp 224,1 miliar subsider 4 tahun kurungan.
Sementara Satrio Wibowo divonis 11 tahun dan 6 bulan penjara, serta pidana denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Satrio juga dihukum membayar uang pengganti Rp 59,9 miliar subsider 3 tahun kurungan.
Hakim meyakini, perbuatan Taufik dan Satrio telah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Dalam perkara ini, perbuatan melawan hukum ketiga terdakwa yaitu dengan melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak 5 juta set, menerima pinjaman uang dari BNPB sebesar Rp 10 miliar, untuk membayarkan 170 ribu set APD kepada PT PPM dan PT EKI.
Padahal tanpa adanya surat pesanan dan dokumen pembayaran. Serta menerima pembayaran untuk 1,01 juta set APD merek BOHO sebesar Rp 711,2 miliar untuk PT PPM dan PT EKI.
Padahal, PT EKI tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia barang dan jasa sejenis di instansi pemerintah, dan tidak punya izin penyalur alat kesehatan (IPAK).
Bahkan, ledua perusahaan itu pun tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK.
Baca juga : Kasus Suap Vonis Bebas, Ibu Ronald Tannur Dituntut 4 Tahun Penjara
Sehingga melanggar prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat.
Akibat perbuatan para terdakwa bersama-sama pihak lain tersebut telah memperkaya Satrio Wibowo sebesar Rp 59,9 miliar, Ahmad Taufik sebesar Rp 224,1 miliar, PT YSJ Rp 25,2 miliar, PT GAI 14,6 miliar.
Hal ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319,6 miliar. Berdasarkan data pengeluaran Direktorat Jenderal Bea Cukai, jumlah APD yang telah diterima di Gudang TNI Halim Perdanakusuma sebanyak 2.140.200 set.
Tapi, yang telah dibayarkan Rp 711,2 miliar untuk 1.010.000 set APD, dengan pengiriman lewat lima tahap. Sedangkan sisanya sejumlah 1.130.000 set APD sejumlah Rp 192,1 miliar belum dibayarkan.
Namun, berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi ini, besaran biaya nyata untuk 2.140.200 set APD merek BOHO tersebut hanya sebesar Rp 391,5 miliar.
Sehingga jumlah uang yang telah dibayarkan Rp 711,2 miliar dikurangi jumlah biaya nyata Rp 391,5 miliar sama dengan Rp 319,6 miliar. Nominal inilah yang dianggap sebagai nilai kerugian keuangan negara.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram “Rakyat Merdeka News Update”, caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.